Malam, Bintang, dan Kamu

9 4 3
                                    

Udara Bandung sore hari selalu membuatku nyaman dan entah kenapa aku sangat senang menceritakan kisahku dengan Kota ini diwaktu senja.

Seperti hari ini, aku masih bersama Kalingga. Tentu saja. Setelah dari bengkel kita berkeliling sejenak, sampai tibalah di Alun-alun kota Bandung.

Kita memutuskan beristirahat di Rumput sintetis yang menggelar. Ramai, ramah, dan nyaman. Itulah kotaku. Tempat aku menghabiskan waktu selama hampir 19 tahun ini.

Aku duduk bersila menunggu Kalingga yang memarkirkan sepeda terlebih dahulu. Kupejamkan mata, menengadah. Merasakan tiupan angin yang membuai. Ya, disini udaranya memang tak terlalu jernih. Tapi tetap menjadi hal yang paling aku suka.

Cukup lama aku menikmati angin disini. Saat kubuka mata, kulihat senyuman menawan telah tersaji indah dihadapanku.

"Udah?" tanyanya terlihat sebelah alisnya terangkat.

"Udah apanya?"

"Menikmati udara atau membayangkan masa depan,mungkin."

"Apa, sih, Ga. Segala masa depan dibawa-bawa." Dia hanya terkekeh. Kemudian memberiku satu botol air mineral.

"Kapan kamu belinya, Ga?"

"Kamu tadi bayangin apa? Kayaknya fokus banget sampe gak nyadar saya nyamperin kamunya lama."

"Tadi Ayu udah sampe ke Norwe."

"Hahaha ...." Dia tertawa, aku suka melihatnya.

"Ga, kok, malah ketawa, sih?"

"Kamu lucu," jawabnya tak henti mengacak puncak kepalaku.

"Ayu bukan pelawak, Ga. Lagian bagian mana yang lucunya?"

"Tadi kenapa kamu bilang Norwe?"

"Kamu gak tahu? Ayu itu paling suka sama negara itu."

"Kenapa? Indonesia lebih indah. Meski masih indah mata kamu, sih."

"Kalinggaaaaa ... Jayus banget tahu! Ayu suka Norwegia, karena disana banyak banget peristiwa langit yang bisa disaksikan langsung tanpa teleskop. Ayu selalu ngebayangin kalo Ayu bisa kesana."

"Saya yang akan bawa kamu kesana."

"Huft ... Gombal teruuuus," kataku sambil memajukan bibirku seperti bebek.

"Wajah kamu itu bisa berubah-ubah, ya? Kadang pipi menggembung, bibir monyong, mata yang berputar-putar. Lentur banget. Tapi tetep cantik."

"Ga, bisa gak, sih, sehariiii aja gak usah ngegombal?"

"Saya gak pernah ngegombal. Karena apa yang saya ucapkan itu yang saya lihat."

"Terserah kamulah, Ga," tandasku sambil membuka botol air mineral yang sedari tadi aku genggam.

========

Setelah tadi sore kita berkeliling, akhirnya kita pulang. Beruntung kakakku yang menyebalkan itu tidak ada di Rumah. Entah kemana, ah, lagian juga aku tak terlalu peduli kemana perginya alien penghuni Rumah ini.

Tadi Kalingga sempat pamit pulang. Tapi, aku tak mengerti kenapa aku tiba-tiba saja ingin mencegahnya. Aku selalu saja ingin dekat dengannya. Aku merengek ingin memasang tenda di Taman depan Rumahku.

Bukan Kalingga namanya jika dia tidak mengabulkan permintaanku. Tenda sudah terpasang lengkap dengan peralatan barbaque. Aku menggelar karpet didepan pemanggangan.
Setelah semuanya beres, kita mulai memanggang sosis.

Kita makan sosis bakar dibawah langit cerah bertabur bintang. Hal yang selalu aku impikan setiap saat, akhirnya menjadi kenyataan. 'Terimakasih Kalingga' ucapku dalam hati menatapnya.

Winter Triangle [hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang