3. Wake up, please!

135 13 0
                                    

Setelah mendapat perawatan selama satu Minggu, Bunda Dinan hari ini diijinkan untuk pulang. Dinan membantu sang Bunda untuk masuk ke dalam mobil. Meskipun sudah diijinkan pulang kondisi Bundanya masih belum seratus persen pulih.

"Hap, lo pulang bareng Ayah, Bunda, sama Najwa aja ya. Gue ada urusan sebentar." Tadi memang Cindy ikut bersama Dinan untuk menjemput Bundanya. Karena Cindy sangat merindukan orang yang sudah ia anggap seperti Mamanya sendiri.

"Iya. Lo jangan balik kemaleman ya." Ucap Cindy memperingati.

"Iyaa sheyengg." Balas Dinan, yang langsung mendapat pukulan dari Cindy.

"Sakit Hap, kejam lo mah." Dinan meringis.

"Udah, gue mau balik. Pokoknya inget pesen gue tadi. Dahh Dinan." Cindy melambaikan tangannya dan berlalu menuju mobil Ayah Dinan.

Setelah mobil sang Ayah hilang dari pandangannya, Dinan segera melangkahkan kaki menuju ruang rawat seseorang. Devi. Ia rindu Devi, karena sudah beberapa hari ini ia tak sempat melihat Devi karena jadwal kuliah yang sangat padat.

Sesampainya disana, Dinan terkejut. Ruang rawat Devi kosong, terlihat dua orang suster sedang membereskan ruangan tersebut.

"Maaf Sus, pasien yang sebelumnya di ruangan ini dimana ya?" Tanya Dinan pada salah satu suster.

"Pasien yang mana ya Mas?"

"Devi."

Sang suster nampak berpikir, mengingat apakah ada pasien bernama Devi.

"Seingat saya ngga ada yang namanya Devi, Mas."

"Eh tunggu sebentar, Mungkin mbak Ranita ya?" Ucap suster yang lain.

Dinan makin bingung, siapa itu Ranita? Yang ia cari adalah Devi.

"Oh iya, Made Devi Ranita?"

Dinan tersenyum mendengar nama itu, mungkin memang orang itu yang ia cari.

"Mungkin, Sus. Karena saya cuma tau namanya Devi."

"Oh kalo memang benar itu, dia dipindahkan ke ruang ICU dua hari yang lalu karena kondisinya menurun. Dan setahu saya saat ini ia sedang koma." Jelas sang suster.

Lagi-lagi Dinan dibuat terdiam dengan keadaan Devi. Ia sungguh tak tau harus berbuat apa lagi.

Setelah mendapat informasi dari suster, Dinan langsung menuju ruang ICU. Ia melihat orang yang ia kenali sedang duduk bersama 2 orang, pria dan wanita paruh baya yang Dinan yakini sebagai orangtuanya. Dinan segera mempercepat langkahnya dan menghampiri ketiga orang tersebut.

"Kak, Dea." Panggil Dinan lirih.

"Dinan? Kok kamu disini?" Tanya Dea. Belum sempat Dinan menjawab, Papah Dea dan Devi bangkit dari duduknya dan menatap tajam ke arah Dinan.

"Kamu! Untuk apalagi kamu kesini? Kamu lihat, apa yang sudah kamu perbuat? Kamu apakan putri saya? Hah?! Saya yakin, kamulah penyebab Devi seperti ini. Karena dua kali saya melihat Devi bersama kamu dan dua kali pula saya melihat putri saya terluka!" Suara Papah Devi terdengar menggelegar di telinga Dinan. Ia hanya diam tak mampu mengucapkan sepatah katapun.

"Pah, sabar." Dea mengelus pundak sang Papah.

"Kamu pergi dari sini! Jangan pernah sekalipun kamu temui Devi!"

"Om saya cuma mau lihat keadaannya, om." Dinan berbicara setelah mengumpulkan seluruh keberaniannya.

"Kamu mau lihat kondisi dia? Lihat! Kamu sudah mencelakai dia. Lebih baik kamu pergi!"

"Ngga om, saya ngga akan pergi sebelum saya bisa liat Devi." Dinan teguh pada pendiriannya.

Plak!

Rewrite The StarsWhere stories live. Discover now