2. Senja Tak Selalu Indah

180 16 1
                                    

Selesai dengan kegiatan perkuliahannya, Dinan segera melajukan motornya menuju rumah sakit tempat Bundanya dirawat. Tak lupa ia mampir ke minimarket membeli snack untuk dirinya dan Najwa.

Setibanya di rumah sakit, Dinan segera memarkirkan motornya lalu menuju ruangan Bundanya. Sore ini rumah sakit terlihat sepi, mungkin karena bukan jam besuk.

Dinan sengaja mengambil jalan memutar agar ia melewati taman belakang rumah sakit. Ia hanya ingin memastikan, apakah sang peri ada disana atau tidak.

Dan ya, Dinan melihatnya. Sang peri sedang duduk di kursi rodanya sembari menggoreskan pensilnya pada kertas gambar yang kemarin sempat ditunjukkan pada Dinan.

Wajahnya terlihat sangat tenang. Sesekali ia tersenyum melihat hasil goresan pensilnya. Senyum yang membuat siapapun yang melihatnya ingin selalu menjaganya, termasuk Dinan. Sungguh, Dinan ingin waktu berhenti saat ini juga.

Dinan tersadar dari lamunannya, kemudian ia melanjutkan langkahnya.

"Assalamualaikum." Ucap Dinan sambil membuka pintu.

"Waalaikumsalam." Jawab sang adik.

"Udah makan dek?"

"Udah tadi di sekolah."

"Nih buat lo." Dinan menyerahkan kantong plastik berisi snack yang telah dibelinya.

"Ih tumben baik. Makasih."

"Halah." Dinan memutar bola matanya malas.

"Oh iya, gue tinggal bentar ya. Gapapa kan?"

"Okay, jangan lama-lama."

"Iyaa. Kalo lo laper nanti chat aja ya."

Dinan melangkahkan kakinya keluar dari ruangan sang Bunda menuju taman belakang.

"Hai." Sapa Dinan tersenyum.

Yang disapa mendongakkan kepalanya. "Hai." Balasnya.

Dinan lalu duduk di rerumputan menghadap Devi. Ia memandangi Devi yang tengah serius menggambar.

"Kenapa liatin aku terus?" Devi menghentikan aktivitasnya.

"Kamu cantik." Jawab Dinan setengah sadar

"Hah?"

"Eh-anu-itu ka-kamu lagi gambar apa?" Dinan gugup setelah keceplosan.

"Kamu lucu." Devi tersenyum melihat tingkah Dinan.

Lagi, jantung Dinan bekerja diatas normal melihat senyum Devi.

"Langitnya lagi bagus sore ini, jadi mau aku abadiin."

"Kenapa ngga difoto aja?"

"Aku juga mau abadiin rasanya, bukan cuma senjanya." Jawab Devi tenang.

"Kamu puitis ya, haha.." Dinan tertawa. Untuk pertama kalinya, tertawa lepas bukan hanya di depan keluarga ataupun sahabat-sahabatnya.

"Apa kamu setiap sore disini?"

"Engga. Cuma kalo Papah ataupun Mamah ngijinin."

"Apa aku boleh nemenin kamu kaya gini terus?" Ucapan itu keluar begitu saja dari mulut Dinan.

"Ha? Kenapa?" Devi kaget.

"Ah i-itu, aku juga suka senja." Dinan menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal itu, ia gugup.

"Kamu ngapain disini? Apa keluarga kamu ada yang sakit?" Devi mengalihkan pembicaraan.

"Iya, Bundaku sakit. Dokter bilang harus dirawat dulu."

Rewrite The StarsOù les histoires vivent. Découvrez maintenant