nineteen

196 42 3
                                    

Aku menarik selimut sampai menutup seluruh tubuhku

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.







Aku menarik selimut sampai menutup seluruh tubuhku. Wajahku terasa lelah dan agak pegal, mungkin ini akibat menangis semalaman. Kejadian kemarin terus berputar di kepalaku. Sewaktu itu, Corbyn yang di susul oleh Daniel dan Zach membawaku pulang menggunakan mobil yang di bawa Daniel. Dan kata mereka Inem bersama Jonah, Natalie, Lauren, Zikri, dan Sofia. Yang menjelaskan semua kejadiannya kepada keluargaku adalah Daniel dan Zach. Sedangkan Corbyn bersama kakakku, Darian, terus mencoba menenangkan diriku sedari kemarin. Aku juga tahu keluargaku sangat marah.

Aku tidak pernah di tampar oleh seseorang sebelumnya. Dan cacian Jack yang menyebutku gadis murahan adalah yang pertama kali ku dapatkan, ku harapkan juga akan menjadi yang terakhir.

Bahkan orangtuaku maupun Darian tidak pernah menyebutku seperti itu. Entahlah, aku sangat emosional jika tentang hal yang seperti ini. Karena sudah lama aku bersembunyi, berusaha tidak terlalu mencolok di sekolah, berusaha menjadi gadis normal. Tujuannya untuk apa? Agar tidak mengalami hal seperti ini.

Kepalaku sangat pusing mengingatnya kembali. Aku melirik ponselku yang mati di atas nakas itu. Lalu ku dengar ketukan di pintu. Dengan segera aku menenggelamkan kepalaku di balik selimut. Ku dengar ketukan itu sekali lagi lalu akhirnya suara pintu yang di buka perlahan. Aku masih tidak siap berbicara dengan siapa pun. Aku tidak biasa pada situasi seperti ini.

"Dania," lirih seseorang. Ya, itu suara Darian. Aku merasakan seseorang duduk di sampingku, "temen-temen kamu di bawah. Mereka nungguin kamu dari pagi," lanjutnya dengan suara yang sangat lembut.

Aku terdiam. Aku bahkan tidak tahu apakah sekarang sudah siang, sore, atau bahkan malam. Tidak peduli, aku takut untuk keluar dari persembunyianku lagi. Lalu ku rasakan seseorang menarik selimut yang ku pakai dengan perlahan. Darian, wajahnya terlihat sangat khawatir. Aku menatapnya, "Aku gak mau keluar," jawabku dengan suara yang amat kecil. Sepertinya suaraku habis karena tidak henti-hentinya menangis semalaman.

"Kasihan mereka. Ya?" bujuknya.

Belum sempat aku menjawab, aku melihat ibuku datang. Dia duduk di samping kasur yang lainnya, lalu mengusap rambutku perlahan, "Kalo ada masalah itu harus di hadapin. Kamu gak bisa kabur dan sembunyi terus-terusan," bisik Mama dengan lembut.

Aku terdiam. Ku lihat lewat jendela, matahari sudah tenggelam. Selama itukah mereka menugguku? Aku menatap ke arah wanita cantik di sampingku ini, "Tapi, aku gak mau ketemu Corbyn," lirihku yang menyebabkan kedua orang ini menatapku kebingungan, "aku lagi jelek," lanjutku yang mengundang tawa mereka berdua. Aku juga ikut tersenyum.

"Tuh, kamu senyum doang cantik kok. Yuk?" ujar Mama yang akhirnya aku balas anggukan pelan.



•••





Perlahan aku menuruni tangga, di bantu oleh Darian yang memegangiku. Tubuhku masih gemetar, entah kenapa. Aku melihat yang lainnya memandangku. Tatapan mereka, campur aduk. Terlebih Corbyn dan Daniel, di antara senang dan sedih yang teramat dalam. Keadaanku sangat menyedihkan, ya?

Darian dan Mama mendudukanku di salah satu sofa yang kosong. Darian juga memberikanku selimut lagi dan menutupi tubuku dengan benda itu. Aku tersenyum menatapnya. Dia menepuk bahuku, "Makan, ya?" bujuknya.

"Iya," bukan, itu bukan suaraku. Itu suara Corbyn, "biar aku yang suapin. Kamu harus makan, Dan,"

Aku hanya mengangguk. Percuma juga aku melawan. Corbyn pasti memaksaku juga, "Biar saya bantu bawa makanannya Dania, Tante," ujar Daniel yang mengikuti Mama ke arah dapur.

Aku melihat ke arah mereka satu persatu lalu menunduk. Mereka sangat perhatian untuk datang kesini. Inem, Zach, Natalie, bahkan Jonah, Corbyn, dan Daniel yang luka lebam mereka masih bisa terlihat jelas. Aku hanya bisa tersenyum kikuk membalas tatapan khawatir mereka semua. Corbyn duduk di sampingku dan mengelus bahuku perlahan, awalnya aku takut, tapi Corbyn berusaha meyakinkanku dengan sentuhannya itu. Aku menatapnya, "Tadi Lauren, Zikri, Sofia, Arsya, sama Tatang udah pulang duluan," ujarnya memberikanku informasi.

"Mereka dateng dari pagi juga?" Corbyn mengangguk, "Arsya sama Tatang juga ikut?" lalu pemuda itu mengangguk lagi.

"Jack lagi terus di bicarain pihak sekolah. Hukumannya masih di pertimbangkan. Soalnya pihak sekolah mau lo ngobrol dulu sama mereka," jelas Jonah yang membuatku mengangguk.

"Di rumah juga dia di marahin abis-abisan. Ibu gue juga mau minta maaf sama kalian semua. Gak ada yang nyangka kalau dia bakal sampe segitunya," tambah Inem yang kemudian menunduk. Bisa ku lihat Zach mulai mengelus rambut gadis itu. Inem perlahan menatapku dengan matanya yang sedikit berair itu, "maaf. Jadi lo yang kena,"

"Gak apa-apa. Dania juga udah maafin kalian. Termasuk Jack, iya, kan?" ujar Mama yang tiba-tiba datang dengan Daniel membawa sepiring makanan.

Daniel menyerahkan piring tersebut pada Corbyn. Pemuda pirang itu melihat ke arahku selagi berusaha mengangkat sendok perlahan. Aku masih menatap Mama dengan tatapan yang takut lalu bergantian pada Corbyn. Dia menurunkan sendok itu lagi dan tersenyum. Tangan itu menyentuh dan mengusap pelan belakang leherku, "Memaafkan seseorang itu bukan berarti kamu bakal menerima orang itu seperti dulu lagi. Kamu bisa maafin dia lalu minta dia buat menjauh, kan?" ujarnya dengan teramat lembut padaku.

Aku mengangguk, "Kamu juga mau kan ke sekolah sekalian beresin masalah ini?" sekarang Daniel yang bertanya, "tenang. Kita semua disini buat kamu,"

Aku tersenyum ke arah mereka satu persatu. Lalu terakhir ku tatap Natalie yang begitu senang melihatku tersenyum, "Iya," jawabku.



**

Budayakan votes dan comments yaaa!

-Saraeze.




-Saraeze

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Oreo • Corbyn Besson • [ COMPLETED ]Where stories live. Discover now