Bab 3

136 6 0
                                    

Suasana kampus begitu ramai, tak seperti biasanya. Para aktivis kampus sibuk mengumpulkan anggotanya untuk turun ke jalan, menggalang dana untuk membantu korban gempa di Sumatera. Karena tak ada lagi mata kuliah, Dewa memutuskan untuk ikut turun ke jalan bersama mahasiswa lainnya, meskipun dia tau kalau itu akan sangat melelahkan. Tapi rasa lelahnya tak akan seberapa dibanding dengan penderitaan yang dialami sesama kaumnya di pusat gempa sana. Dewa pun semakin memantapkan hatinya!!

Begitu sampai di lokasi, Dewa sedikit terkejut melihat Ririn juga ada disana. Bahkan cewek itu sudah berteriak lantang lewat pengeras suara, menarik simpatik orang-orang yang lewat untuk sedikit berempati. Tadinya Dewa sempat berpikir, Ririn ada disana mungkin karena dia. Tapi setelah melihat semangat cewek itu, Dewa segera menepis pikiran buruknya itu. Bagaimanapun Ririn juga salah satu aktivis kampus, jadi wajar saja kalau dia ada saat ini. Sesaat Dewa tersenyum kecil menertawakan dirinya yang terlalu kegeeran, kemudian dia kembali sibuk mengacungkan kardus kecil yang sejak tadi dipegangnya sebagai tempat menampung sumbangan.

Tiba-tiba beberapa mahasiswa berteriak panik
"Ririn pingsan..." samar-samar teriakan itu terdengar ditelinganya. Dewa menoleh panik dan nampak didepannya tubuh Ririn sudah roboh ke tanah. Bergegas dia lari untuk menolong cewek itu, namun Ardy lebih sigap mengangkat tubuh kaku Ririn dan membawanya ke dalam rumah warga. Berbagai pertolongan pertama mulai diberikan (tapi tidak termasuk nafas buatan yah) hingga sesaat Ririn mulai sadarkan diri.

Tanpa peduli dengan apa reaksi Dewa, Ardy lantas mengantarkan Ririn pulang kerumah dengan mobilnya. Lagi pula mungkin juga Dewa tidak akan terlalu peduli, batin Ardy tak suka
"Lo nggak apa-apa kan??" tanya Ardy begitu perhatian pada keadaan Ririn
"Nggak apa-apa kok. Lagian lo nggak seharusnya nganterin gue pulang, kan gue bisa pulang sendiri" ujar Ririn tak semangat. Dia sangat berharap kalau Dewa-lah yang harus mengantarnya pulang saat ini
"Mana mungkin gue biarin lo pulang sendiri, lo kan lagi sakit" tegas Ardy, seakan bisa menebak apa yang ada dalam benak Ririn saat ini, tapi rasa cemburunya, seolah mampu mengalahkan itu semua. Lagi pula menurutnya, Dewa memang tak bisa diandalkan

"Gue nggak sakit kok" jawab Ririn ngeles
"Tapi tadi lo pingsan sayang.."
"Itu cuma kebetulan"
"Ngeles terus" jawab Ardy membuat Ririn tertawa. Sesaat Ririn sadar kalau barusan Ardy sedang memanggilnya sayang, dan itu bukan yang pertama kali. Apa itu artinya.
"Gimana Karya Ilmiah lo, udah selesai??" tanya Ardy mengagetkannya
"Hah? Kenapa??" ujarnya gugup "Oh, karya ilmiah. Belum, susah banget nyusunnya" lanjut Ririn membuat Ardy tertawa

"Nggak susah kok, asal temanya benar-benar lo kuasai"
"Iya..tau..! yang pakarnya karya ilmiah" ledek Ririn, lagi-lagi membuat Ardy tertawa "Kok lo bisa jago gitu sich"
"Bukan jago, tapi mau belajar. Intinya, banyak baca buku saja, terutama tentang hasil penelitian, diperpustakaan banyak tuh bukunya" jawab Ardy membuat Ririn menguap lebar.
"Bahasa lo terlalu ilmiah, kayak Pak Dosen aja, ngantuk gue ngedengarnya"
"Hahaha" Ardy tertawa lebar mendengar jawaban Ririn kali ini
"Terus, lo ngambil tema apa buat karya ilmiah lo nanti" tanya Ardy begitu perhatian pada Ririn

"Kayaknya gue ngambil tema umum saja, biar enak. Rencananya gue mau buat penelitian tentang Depresi Pada Kalangan Remaja"
"Loh, kok nggak nyambung" kening Ardy nampak mengkerut mendengar jawaban Ririn barusan
"Nggak nyambung gimana?"
"Lo kan Mahasiswa Pertanian, kok penelitiannya tentang psikolog sich"
"Emangnya salah?? Seorang mahasiswi pertanian bukan berarti nggak bisa ngadain penelitian tentang psikolog kan? Lagian juga temanya bebas, umum, nggak dibatasi sesuai jurusan" jelas Ririn membuat Ardy mengangguk-ngangguk kecil

"Boleh-boleh" ujarnya nggak jelas "Terus, siapa yang bakal lo jadikan sampel penelitiannya nanti??" lanjut Ardy membuat Ririn nampak berpikir
"Rencananya sich anak-anak fakultas kita juga, biar seru" ujarnya sambil menerawang "Gue bahkan sudah punya targetnya" lanjut Ririn sambil membayangkan sosok Dewa yang seperti hidup dalam depresi tingkat tinggi. Cowok itulah yang bakal dijadikan target utama penelitiannya nanti

"Oh yach?? Gue termasuk nggak dalam target lo?" canda Ardy membuat Ririn tersenyum
"Sedikit. Ntar gue wawancara lo dech" mereka berdua pun tertawa. Hingga tak lama keduanya justru terdiam cukup lama
"Terus, lo mau nanya apa lagi, mumpung gue masih disini??" ujar Ardy memecah kebisuan "Soalnya buat ngobrol dengan pemenang karya ilmiah kayak gue itu susah banget, harus buat jadwal dulu" lanjutnya membuat Ririn tertawa lagi
"Mmmm... nanya apa yach??"
"Lo nggak pengen nanya, gue udah punya pacar atau belum?"
"Oh, jadi lo berharap gue nanya kayak gitu" ujar Ririn masih tertawa "Ya udah, sekarang gue tanya, lo udah punya pacar atau belum??" giliran Ardy yang tertawa kali ini
"Belum, nih lagi nyari. Lo sendiri??" balas Ardy seketika membuat Ririn terdiam. Tiba-tiba dia teringat pada kejadian itu lagi dan hatinya kembali galau

"Eh, kita udah nyampe" lagi-lagi Ririn menghindar dan kali ini Ardy tau betul apa yang sedang ada dalam pikiran cewek itu. Tanpa banyak bertanya lagi, Ardy menghentikan mobilnya di halaman rumah Ririn. Semoga dengan istirahat, Ririn bisa menghilangkan sedikit penat yang ada dalam pikirannya.

Sementara dalam kamarnya, Dewa belum juga bisa terlelap, padahal matanya sudah dipaksa untuk terpejam sejak tadi. Pikirannya masih saja berkecamuk, tak tenang. Tiba-tiba ponselnya berdering. Dewa meraih benda itu dari atas meja, lalu membaca pesan singkat yang baru saja diterimanya.

Ririn udah baikan,
tadi pulangnya diantar sama Ardy

Sesaat Dewa mendesah lega begitu selesai membaca balasan sms dari Vita. Entah mengapa, Dewa sangat mengkhawatirkan kondisi Ririn yang pingsan, hingga dia harus menanyakan kabar cewek itu lewat Vita.

***

Ririn melangkah lambat menyusuri halaman parkir, setelah sempat memarkirkan motor matic-nya diantara jejeran motor mahasiswa lainnya. Kali ini dia nampak sedikit tak bersemangat. Penat yang ada dalam pikirannya, seakan telah menjadi beban yang menumpu pada langkahnya hingga terasa berat untuk diayunkan. Kepalanya juga ikut tertunduk

"Kalo lo jalan sambil nunduk, bisa-bisa lo nabrak tembok" ujar seseorang yang kini sedang berjalan disisinya. Ririn tersentak kaget dan buru-buru mengangkat wajahnya, lalu menatap orang yang kini sedang berjalan disebelahnya. Dewa.!!!

"Gimana keadaan lo?? Kalo tau fisik lagi nggak fit, mending nggak usah maksain diri untuk turun ke jalan" lanjut Dewa membuat Ririn mematung. Dewa berkata seperti itu padanya. Apakah dia sadar dengan ucapannya barusan?? Itu artinya Dewa sedang mengkhawatirkan dirinya

"Gue bukannya maksain diri, tapi gue merasa bertanggungjawab sama tugas gue" jawab Ririn penuh kemenangan. Akhirnya, ketahuan juga kalau Dewa memang peduli pada dirinya
"Kenapa lo nggak nolongin gue kemarin??" serang Ririn membuat Dewa tersenyum kecil, lebih tepatnya senyuman mengejek

"Buat apa??" jawabnya dingin "Kan udah ada Ardy yang nolongin lo" sekali lagi Ririn merasakan kemenangan untuknya. Kata-kata Dewa barusan menandakan kalau dia sedang jaelous sama Ardy. Pasti!! Instink perempuan memang lebih kritis dibanding laki-laki.

"Tapi gue mau lo yang nolongin gue kemarin" tantang Ririn seketika membuat langkah Dewa terhenti, namun kembali cowok itu bersikap dingin
"Gue masuk dulu" jawabnya menghindar, namun Ririn lebih sigap menarik lengannya
"Kenapa sich lo selalu bersikap dingin ke gue??" ujar Ririn nampak emosi. Dewa masih terdiam. Sesaat dia berbalik dan menatap cewek itu

"Kenapa lo nembak gue??" tanyanya serius
"Karena gue yakin, lo nggak akan pernah nembak gue duluan!!" jawab Ririn menunduk "Meskipun gue yakin kalo sebenarnya lo juga punya perasaan yang sama kayak gue"

"Lo terlalu percaya diri" tegas Dewa lalu perlahan melepaskan genggaman Ririn. Dia kemudian berlalu meninggalkan Ririn yang berusaha menarik nafas panjang, seolah sedang mengumpulkan satu kekuatan yang masih tersisa. Dia tak boleh menangis, dia tak boleh kalah, apalagi menyerah. Menghadapi cowok dingin seperti Dewa memang memerlukan kesabaran yang luar biasa, yang tidak semua cewek sanggup melakukannya. Tapi Ririn yakin kalau dia bisa melakukannya.

***

COWOKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang