11

4.4K 781 31
                                    

Kim Wooseok menghilang.

Bukan menghilang sebagai korban penculikkan. Juga bukan menghilang dari dunia, karena Wooshin malah lebih meroket dari sebelumnya, lebih sering muncul di majalah, televisi, radio, banner–Ia benar-benar berada di mana-mana. Wooshin berada dimana-mana. Kim Wooseok menghilang dari kehidupan Jinhyuk.

Setelah malam aneh dimana Wooseok meninggalkan apartemen Jinhyuk, Jinhyuk tahu ada sesuatu yang terjadi dari sikapnya yang lebih tenang, bagaimana ia menatap Jinhyuk, cara bicaranya yang lebih lembut, dan kata-kata terakhirnya.

Saking khawatirnya, Jinhyuk bahkan mencoba menghubungi nomornya. Nomornya sudah tidak aktif lagi. Jinhyuk juga sudah bertanya kepada Somi, tetapi wanita itu hanya menjawabnya dengan senyuman kecil. Pada akhirnya, yang menjadi satu-satunya bukti bahwa Kim Wooseok pernah menghadiri kehidupan sehari-harinya adalah secarik kertas yang berisikan nomor telpon Yohan.

Sebelum ini semua terjadi, satu-satunya hal yang Jinhyuk inginkan adalah deretan nomor tersebut. Ketika ia menghampiri Wooseok, Wooshin, di malam ketika ia mengetahui rahasia Wooshin, yang ingin Jinhyuk dapatkan adalah kesempatan untuk bertemu Yohan. Katakan ia gila, tetapi bahkan ia yakin dulu ia rela mati demi mendapatkan nomor Yohan.

Tetapi saat ini, ketika ia memandang secarik kertas tersebut, ia berpikir lagi, apakah ini benar-benar diperlukan. Terkadang, seorang selebriti harus tetap menjadi selebriti, menjadi figur yang dikagumi. Berusaha mencari tahu siapa mereka sebenarnya–itu akan menghancurkan semuanya, bukan? Jika kau pikir dengan baik, menjadi seorang selebriti itu bisa terasa sepi. Wooshin mungkin juga merasa kesepian. Jika dulu Jinhyuk berharap untuk bisa menjadi pendamping hidup Yohan, sekarang ia tahu bahwa keinginan tersebut hanyalah fantasi yang timbul dari kekaguman. Itu tidak berarti ia benar-benar ingin menjalin hubungan dengan Kim Yohan.

Tetapi jika ia memikirkan tentang Kim Wooseok...

Kertas tersebut terasa berat di tangannya ketika ia menghela napas, berbaring di sofa, memandangi langit-langit ruangan dengan sebelah lengan menumpu kepalanya. Televisinya hidup, menayangkan sebuah wawancara dengan grup idola terkenal, XyXyXy (dibaca saisaisai). Siaran tersebut membuatnya mengingat masa-masa fanatiknya. Mungkin ia bisa membeli tiket untuk showcase mereka yang selanjutnya?

"Wei." Wajah yang familiar menghalangi pandangannya.

"Midam."

Midam tersenyum, duduk di samping kepala Jinhyuk, dan mengusap kepalanya dengan lembut. Hampir seperti apa yang ibunya lakukan dulu. Jinhyuk menutup matanya, menikmati usapan tangan Midam. "Lo gapapa?"

"Gatau."

"Lo beneran gatau atau..." walau dengan matanya yang tertutup, Jinhyuk tahu Midan sedang menonton wawancara di televisi, "lo ga bisa ngasi tau gue?"

"Dua-duanya, mungkin."

"Kalo lo mau cerita, gue bisa pura-pura gatau lo sedang nyeritain tentang siapa. Gimana?"

Jinhyuk hanya tersenyum. Kesunyian akan menjadi satu-satu hal yang ia dengar, jika bukan berkat suara Wooshin yang menggema di ruangan, cukup untuk membuat kepala Jinhyuk terisi dengan banyak pertanyaan. Wooshin tampak baik-baik saja, tetapi bagaimana dengan Wooseok? Apa yang sedang ia pikirkan? Apakah ini benar-benar sudah berakhir? Apakah ia benar-benar tidak mau berurusan dengan Jinhyuk lagi? Jinhyuk menghela napasnya lagi, "Ceritanya ribet."

"Mungkin emang ribet. Tapi rasanya kalian berdua malah bikin masahnya lebih ribet dari seharusnya," komentar Midam. "Dan dia ninggalin jaketnya di kamar gue."

"Sekarang itu udah jadi punya lo kayaknya."

"Dia dimana?" Jinhyuk dengan spontan menunjuk televisi yang sedang hidup. Midam dengan sekuat tenaga berusaha untuk sabar dan tidak menempeleng kepala Jinhyuk. "Dimana dia sekarang, Wei?"

Blackmailed?; Weishin [✓]Where stories live. Discover now