Cinta Subuh Part 4

8.4K 393 26
                                    


RATIH

Pria di hadapanku ini, laki-laki yang nggak kukenal ini, baru saja melakukan dua hal yang membuatku kagum sekaligus gedegh tiada tara. Pertama dia menghambat pertemuanku dengan Sang Maha Pencipta demi berkenalan semata, ditambah ceramah panjang yang terkesan menuduhku anti terhadap toleransi dan perbedaan. Tapi dilain sisi, pria ini mengucapkan "Salallahu alaihi wa alihi wasalam" dan bukannya lafadzh shalawat buntung "Salallahu alaihi wasalam." Perbedaannya sedikit, namun juga banyak; yang pertama adalah ucapan shalawat kepada Nabi Muhammad saja, sementara yang kedua merupakan shalawat kepada Nabi Muhammad dan keluarga beliau. Tentu saja keduanya baik, tapi jelas mendoakan keluarga Nabi lebih lengkap dan sempurna, kan? Dan jarang ada yang melakukannya. Tapi pria ini, barusan melakukannya.

"Jadi, masnya ke sini mau salat atau kenalan sama saya?" tanyaku dengan intonasi kesal.

"Kalau dua-duanya?"

Hampir marah Aku dibuatnya, inikah yang disebut playboy fisabilillah? Sosok yang menggunakan kealiman dan pengetahuan agama demi mendekati wanita? Aku hampir berniat meninggalkannya tanpa bicara. Kuurungan ketika dia mulai bicara lagi.

"Gini, gue ke sini mau salat, sumpah. Tapi terus gue liat lo, terus.." Dia terlihat gugup, "gimana kalau kita jodoh?" sambungnya lagi.

Dan dengan segala kegusaran yang kusembunyikan, kubalut dengan senyum ketus, lalu kuucap:

"Kalau jodoh saya berdo'a sama Tuhan supaya dibatalkan segera!"

Kemudian aku berlalu tanpa peduli reaksinya. Menuju tempat wudhu, dan berharap bisa segera bercengkrama dengan Sang Maha Pencipta.

Kelebihan Masjid Jami Baitullah ini ada pada kuliah tujuh menit yang diberikan para pengurus masjid, yang sebagian besar adalah mahasiswa anggota DKM ( dewan kemakmuran masjid ) kampus. Yang mengisi kultum untuk umum biasanya memang laki-laki, mahasiswa. Mereka diberi kesempatan berdiri dan berbagi pengetahuan agama mereka melalu mimbar yang biasa digunakan khatib ketika salat jumat. Sementara untuk mahasiswi, perempuan, ada panggung khusus setiap acara keputrian, yang memang fokusnya lebih kepada fiqih wanita dan peranan wanita dalam dunia Islam.

Kultum yang diberikan hampir selalu segar dengan pemikiran Islam terkait isu sehari-hari yang erat dengan masyarakat, khususnya anak muda dan mahasiswa. Bisa kunilai begitu karena hampir setiap ada kesempatan aku memilih untuk salat zuhur di masjid yang masih satu komplek dengan kampus ini.

Kali ini yang mendapat kesempatan berbagi ilmu adalah mahasiswa tingkat akhir yang cukup menonjol, Arya Satria Negara. Mahasiswa jurusan Hubungan Internasional itu berkali-kali menjadi delegasi kampus untuk acara-acara kenegaraan. Pendapatnya tentang perpolitikan Indonesia, termasuk soal pembubaran sebuah ormas belakangan ini juga menjadi sorotan. Setelah membuka kultum, ini yang disampaikan Arya: "belakangan kita, pemeluk agama Islam di Indonesia, diserang lewat berbagai isu perpecahan. Islam dijadikan momok seram, dibuat seakan Islam menantang NKRI. Yang paling mengerikan, kebencian terhadap Islam yang dahulu menciptakan ISLAMPHOBIA di Eropa, kini mulai dibawa masuk ke Indonesia. Caranya? Mereka tanamkan dalam hati orang-orang Islam kesombongan, perasaan "paling". Betul bahwa ada saham para ulama dan santri dalam mendirikan Indonesia tercinta, itu bukan hal yang bisa kita pungkiri! Sejarah juga menyebutkan betapa di tengah masa transisi kekuasaan, para Ulama menunda perdebatan, menikmati perbedaan, meneriakkan gemuruh takbir yang merekatkan sendi-sendi persatuan...tapi bolehkah lantas kita sebagai ummat Muhammad Salallahu alaihi wa alihi wasalam kemudian merasa sombong karenanya? Mengungkit-ungkit kebaikan yang ulama-ulama dahulu lakukan? Izinkan saya mengingatkan kembali..tentang akhlak seorang menantu Rasulullah, ketika beliau ditanya tentang ummat Rasulullah yang paling baik, beliau menjawab, 'yang terbaik dalam diri ummat Rasulullah adalah melakukan kebaikan kemudian melupakannya' bukan mengungkit, bukan menagih balasan, tapi melupakan" kemudian dengan senyum tulus dan doa penutup majlis, Arya menutup kultumnya.

Pesan singkat dari harsi masuk,

'Ra, jadi ke kantin?' :?

Pesannya diikuti emoji wajah kuning bulat beserta tanda tanya.

'Otw, tolong pesenin ketoprak telur, yaa'

Jawabku secepatnya. Awalnya aku berniat segera menyusul mereka setelah salat dan mensyukuri nikmat lewat doa. Tapi kultum Arya terlalu menarik untuk dilewatkan. Terlalu mubazir.

Aku segera memasukkan kembali mukena tercinta berwarna biru langit, kemudian menggandeng tas hitam kesayangan, dan berdiri meninggalkan tempat pertemuan dengan Tuhan. Segera setelah melewati tangga turun menuju penitipan sepatu, kuambil sepasang flat shoes yang menanti tanpa pernah sendirian. Tuh, sepatu aja selalu berpasangan, kalian kapan? Bercanda.

Selesai mengenakan sepatu, aku dikejutkan sekali lagi oleh pria yang sama yang ternyata menungguku keluar dari masjid.

"Gue udah salat" katanya tanpa ditanya.

"Terus?"

"Boleh kenalan?"

"Saya nggak pernah bilang boleh kenalan setelah kamu salat!"

"Coba inget-inget"

Aku mencoba, "nggak pernah" jawabku segera setelah mengingat. Aku yakin tidak pernah menjanjikan apapun. Apalagi perkenalan.

"Berarti gue yang salah, hehe" dia tertawa, "jadi, boleh kenalan?" lanjutnya tanpa malu-malu.

"Ratih" jawabku, berharap obrolan ini selesai.

"Angga" jawabnya, lagi-lagi tanpa kutanya, "boleh minta nomer?"

Dan kuberikan satu dari sekian nomer yang kuhafal, "085xxxxxxxx"

"Eh, tunggu, ulang!" katanya sambil mengeluarkan smartphone

"085xxxxxxxx"

"Makasih, boleh kapan-kapan nelpon?"

"Ke nomer itu?"

Dia mengangguk.

Aku balas mengangguk.

"Canggih!" pria bernama Angga itu terlihat bahagia, "kalo gitu, sampe ketemu lagi, Ratih, Assalamualaikum!"

Dan aku tidak menjawab.

Cinta SubuhOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz