Cinta Subuh Part 12

4.5K 212 1
                                    


Assalamualaikum teman-teman online! 

Selamat membaca Cinta Subuh!!! oh iya, Cinta Subuh sudah terbit versi novel cetaknya, dan bisa didapat di toko buku online maupun offline kesayangan teman-teman!!!

Selamat membaca dan menikmati cinta!!!

RATIH

"Ra, kemarin kamu ada telepon ke nomer Abang?" Bang Sapta bertanya sambil menyantap sarapan yang disiapkan Aku dan Kak Septi.

"Hah?"

"Iya, kemarin ada nomer masuk gitu ke Halal Apparel, pas diangkat, putus"

Halal Apparel adalah usaha pakaian muslim yang dirintis Bang Sapta. Dengan dibantu hobi desain baju yang dimiliki kak Septi, butik online itu sukses menghasil baju murah berkualitas yang banyak peminatnya.

Aku menerawang sebentar sebelum menjawab, kemudian tertawa dalam hati, 'itu nomer yang kuberikan ke Angga.'

"Nggak, Ratih gak ada telepon Halal Apparel, kok"

"Orang iseng mungkin, Bi..zaman modern gini, mungkin kasus Mama Minta Pulsa lagi" sambut Kak Septi.

"Bisa jadi..." Jawab Bang Sapta.

"Oh iya, Abang perlu bicara sesuatu sama Ratih, kamu buru-buru?" kata Bang Sapta tiba-tiba.

Aku tidak buru-buru, jadi kujawab dengan gelengan kepala.

"Betul kamu mendebat Prof Halex dengan cara yang tidak baik?" Bang Sapta tiba-tiba tampak serius.

Aku lupa, Bang Sapta pernah beberapa kali memberi kuliah umum di fakultas tempatku kuliah, beberapa Kepala Jurusan juga berteman dekat dan saling bertukar hormat dengannya.

"Eh, gak bisa dibilang tidak baik juga, Bang," aku membela diri, "Ratih bicara baik-baik kok, dan yakin benar!"

"Yang Abang dengar dari Pak Singgih beda," jawab Bang Sapta, Pak Singgih adalah salah satu sahabat Bang Sapta yang -kalau tidak salah- menjabat sebagai Pembantu Rektor di kampusku.

"Pak Singgih kan nggak hadir langsung di kelas, dia pasti denger dari Prof Halex!"

Bang Sapta menghela nafas sebelum lanjut berbicara, "jadi benar, kamu mendebat Prof Halex?"

Aku terdiam. Di saat seperti ini, Kak Septi juga biasanya memilih diam, sebelum betul-betul memahami konteks permasalahan. Jadilah aku tertuduh kejahatan yang sedang di adili sekarang, terima kasih, Prof Halex!

"Kenapa, Ra?"

"Dia terlalu sering memaksakan kebenaran versinya, Bang..Ratih cuma memberi sudut pandang baru sama teman-teman," Aku membela diri.

"Memberi sudut pandang baru, atau mempermalukan dosen di depan mahasiswanya?"

"Kok Abang malah belain dia?"

"Abang tidak sedang membela siapa-siapa!"

"Jelas sedang membela Prof Halex!"

"Kalaupun ada yang abang bela, itu kamu! Adab kamu dalam menghadapi perbedaan pandangan, adab kamu dalam menyampaikan pendapat!"

"Abang nggak ngeliat kejadiannya!" Aku mulai emosi.

"Oke, ceritakan kejadiannya menurut versi kamu!" jawab Bang Sapta setelah sebentar menarik napas.

Kemudian Aku menceritakan setiap detil kejadiannya, sampai pada titik Prof Halex keluar dari kelas. Berharap Bang Sapta memahami tindakanku, pemikiranku, dan akibat yang siap kutanggung.

Bang Sapta terdiam sesaat, terlihat sedang berpikir. Analisaku, dia sedang membandingkan ceritaku dengan cerita yang didengarnya dari Pak Singgih.

"Sama, kok...Pak Singgih juga cerita begitu," dia memulai percakapan lagi.

"Masa?" jawabku tidak percaya.

"Iya, persis seperti yang kamu ceritakan."

"Jadi menurut Abang, Ratih salah?"

"Benar dalam pemikiran, salah dalam tindakan," jawabnya lagi.

"Maksudnya?"

"Abang setuju pemikiran Ratih, pun emosi Ratih bisa Abang maklumi. Tapi lebih dari siapapun Abang yakin Ratih paham, yang Ratih lakukan mencoreng wajah seorang dosen di hadapan mahasiswanya,"

"Tapi kan~"

"Ratih bisa menulis seribu buku, berceramah di seribu mimbar, tapi kalau satu hati Ratih lukai dengan sengaja, itu bukan dakwah namanya!"

Yang diucapkan Bang Sapta adalah kutipan dari seorang Alim Keturunan Rasulullah Salallahu Alaihi wa Alihi wa Salam, dimodifikasi dan disesuaikan dengan keadaanku. Dan itu berhasil, Aku memang dengan sengaja ingin membuat Profesor Henry Alexander merasakan kekalahan. Bahkan aku menyadarinya kemarin, segera ke masjid untuk menghapus kesombongan. Maka aku tertunduk, mengakui kesalahan.

"Minta maaf sama Prof Halex kalau kamu memang merasa salah," kata Bang Sapta membaca ekspresiku

Aku malas dan enggan, tapi tetap menjawab, "iya."

"Hari ini?"

"Insya Allah."

Cinta SubuhWhere stories live. Discover now