Dinas

22.7K 1K 2
                                    

Matahari menampakkan wujudnya. Bian terbangun dari tidur dan dikagetkan oleh Fara yang tertidur pulas dibawah sofanya.

"Hei, bangun!" ucap Bian tegas.

Fara merentangkan kedua tangan, lalu mengucek matanya, "oh! Udah pagi. Morning kiss dong!" pinta Fara sambil memonyongkan bibirnya.

Bian beranjak dari sofa yang ditidurinya semalam, berjalan menuju kamar mandi. Tidak mempeedulikan permintaan Fara.

Fara cemberut, kemudian ia berdiri tetapi tidak bisa. Ia coba lagi tetap tidak bisa. "Aduh, kakiku terlalu lama ditekuk,"

Fara kemudian berjalan mengesot menuju kamar, mencari apakah ada balsam untuk dioleskan. Fara mengobrak-abrik meja yang tidak terlihat dengan matanya. Oh, ini bukan meja sulap. Mejanya terlalu tinggi dan Fara tidak bisa berdiri.

"Ah! Dapat!" ucap Fara dengan senang. Kemudian ia beri balsam kepada lutut dan bagian yang sakit. Sesekali ia meringis karena mencoba untuk berdiri kembali. "Kok haus, ya?" lanjut Fara, kemudian Fara kembali mengesot menuju dapur, sepertinya ia tidak perlu mengepel hari ini.

Lagi-lagi Fara tidak sampai untuk meraih gelas. Alhasil, dia menuggu hingga Bian selesai mandi dan meminta tolong. Sambil memijat-mijat kakinya, Fara menyusun rencana berbulan madu dengan Bian.

Yang ditunggu akhirnya datang. Bian sudah selesai dari mandinya dengan pakaian TNI AU yang sangat gagah, membuat ketampanannya bertambah. Eh, sebentar? Mengapa hari kedua pernikahannya Bian memakai seragam?

"Saya dapat tugas dari atasan. Saya pamit dulu." Bian mengenakan kacamata hitamnya lalu pergi tanpa mendengar jawaban dari Fara. Bian cuma melihat Fara terduduk di dapur sekilas. Hanya sekilas.

Bian juga tidak mengatakan mengapa Fara terduduk disana. Bian tidak perduli.

Mata Fara mulai memanas, tetapi ia coba untuk tidak mengeluarkan air matanya. Fara mengambil ponsel di ruang tamu lalu menelfon Camelia. Ah, mengapa kakinya kaku sekali!

"Cam... lo bisa kesini bentar ga?" pinta Fara sambil menahan tangis.

"Wait. Lo kenapa? Ogah ah, gue ganggu pengantin baru!" balas Camelia di seberang telfon.

Fara meringis, "Kala dinas, tolongin gue. Kaki gue sakit banget."

"Wait!" ucap Camelia, lalu sambungan terputus. Fara yakin temannya itu akan datang menjemputnya.

"Arghh! Kenapa mas Kala berubah gini sih?!" Fara menghela nafas kasarnya, "apa gara-gara dia masuk dunia TNI? Dulu dia lemah lembut kalau sama gue." Fara mengingat kepingan kenangannya berdua.

Camelia memencet bel, lalu masuk dengan cepat dan mencari Fara. "Far? Fara?"

"Hei, gue dibawah sini!" balas Fara.

"Elo kenapa anjir!"

"Kaki gue kaku banget, bantu gue berdiri."

"Kok bisa sih? Oh, habis malam pertama. Oke oke gue paham!"

"Masih perawan gue."

"Hah? Terus suami lo mana?"

"Dinas."

Camelia menggeleng-gelengkan kepala. Memang benar prinsip yang dibangun Bian tidak pernah goyah. Hidup untuk negara dan mati untuk negara. Persetan dengan siapapun termasuk isterinya.

"Dia berubah," ucap Fara.

Camelia yang sedang membantu Fara untuk berdiri lantas berdecak kesal, "kan dia bukan Kala."

Fara menggeleng, "dia Kala. Tapi sekarang namanya jadi Bian. Kala enggak pernah punya kembaran. Bian tuh mirip banget sama Kala. Seratus persen!"

Camelia melihat Fara sudah bisa berdiri dan berjalan, walaupun Camelia lihat wajah Fara yang merasa kesakitan. "Lo batu, ya!"

Fara menatap kepada Camelia, "gue Farabela, bukan batu."

"Sifat lo yang batu,"

Fara tersenyum. Bukan karena ia diejek oleh Camelia, tetapi ia sudah bisa kembali berjalan dengan normal. Ia langsung mengambil air minum dan meneguknya. Camelia melihat tingkah laku sahabatnya itu hanya tersenyum kaku.

"Eh, lo ninggalin butik?" tanya Fara, ia membawa beberapa jajanan untuk Camelia.

"Ya iyalah, bego. Lagian lo bikin khawatir gue! Eh, lo kok bisa masih perawan sih?"

"Pertanyaan enggak mutu."

Camelia lalu tertawa terbahak-bahak. Difikirannya bertanya-tanya, benar juga apa yang dikatakan Fara. Pertanyaan ga mutu. Lagian Camelia juga belum menikah. Eh, tapi bisa jadi referensi bukan?

Jodoh Abdi Negara | TNI ✔Where stories live. Discover now