Bagian 9.

5K 523 57
                                    

....

"Jadi, mari kita lanjutkan pemindahan cakranya!" Ucap Suan riang.

.
.
.

Hinata membeku ditempat ia berdiri.

"B-barusan dia bilang a-apa?"

Suan menarik tangan Hinata paksa kearah ruangan dengan pintu batu berwarana biru gelap.

"L-lepas!!" Hinata menarik cepat tangannya dari genggaman tangan Suan. Kakinya gemetar hebat dan terasa memberat.

"Kau.. apa..?" Suan berbalik pelan.

Hinata mundur perlahan, kakinya sungguh amat berat untuk ia langkahkan. Suan yang nampak berbeda dari beberapa detik yang lalu membuat Hinata benar-benar ketakutan.

Crak,

"Kyaa!!" Hinata jatuh terduduk saat sebuah hantaran listrik terasa membakar lehernya.

Ia terengah-engah mengabil nafas dengan tumpuan kedua tangannya.

Tap,

Hinata mendongak saat kaki lain datang mendekatinya.

Srak,

"Akh," Hinata memegangi rambutnya yang ditarik paksa oleh Komaru. Hinata menatap Suan yang diam saja di belakang Komaru.

Pria itu melihat Hinata dengan tatapan aneh.

Ini - bukan - kami!

Hinata yakin ia tak salah membaca pergerakan mata Suan.

Dan benar saja, saat Hinata mendongak menatap Komaru, mata pria itu berkerinyit seperti sedang menahan sesuatu namun tangannya tetap menarik rambut Hinata.

Srak,

"Akh, l-lepas!!" Hinata meronta sekuat tenaga melawan Komaru yang menariknya kearah pintu tadi.

"Menurut saja, kau hanyalah gadis buangan." Ucap Suan yang mengikuti Hinata dari belakang.

Hinata menatap Suan tak percaya, ia tau itu bukan ucapan Suan. Tapi ntah mengapa sangat sakit saat kata-kata itu terucap dari bibir Suan sendiri.

Brak,

"Tidak!"

Suan memegangi kedua tangan Hinata saat Komaru memasangkan rantai cakra pada kaki dan perut Hinata.

"Tidak! Kalian sadarlah! Lepaska-"

Plak,

Satu tamparan sukses mendarat di pipi kanan Hinata.

"Banyak omong." Ucap Komaru sambil tetap melanjutkan pemasangan rantai pada kedua tangan Hinata.

Air mata mengalir deras di kedua pipi Hinata. Ingin dia berteriak, namun mulutnya ditutup dengan kain oleh Suan.

Setelah selesai menahan Hinata. Suan dan Komaru maju beberap langkah didepan Hinata.

Salah satu dari mereka mengeluarkan sebuah benang berwarna merah dari saku.

Suan mengatakan beberapa kalimat aneh dengan matanya yang berwarna hitam pekat, tak jauh beda dari Komaru yang telah dikelilingi oleh benang merah milik Suan.

Mereka berdua mengucapkan kata-kata yang tidak Hinata mengerti sekaligus membuat Hinata ngeri.

"Tidak!" Teriak batin Hinata saat cahaya terang dari tangan Komaru bergerak cepat kearahnya.

Brak,

Blar,

Hinata menutup matanya rapat-rapat.

Black BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang