Ginny - 3

1.5K 135 3
                                    

Langsung bagian Albus, ya!

Happy reading!

----------------------

Hari ini Ginny bak dipenjara di rumah. Kenapa?

Daily Prophet sedang mengadakan seleksi jurnalis baru, khususnya di bagian reporter olahraga. Sebagai jurnalis senior, Ginny diberikan mandat spesial sebagai penyeleksi tahap awal. Ada nama-nama yang akan lolos sebagai jurnalis khusus di bagian yang sama seperti dirinya selama ini bekerja.

Spesialnya, hari ini James dan Lily tidak ada di rumah sejak pagi. Mereka berdua ikut rekreasi keluarga Mr. Gorry, tetangga samping rumah, yang ingin berlibur ke pantai dengan anak tunggal mereka, Jasmine. Putrinya itu seumuran dengan James. Bahkan mereka sempat satu kelas di sekolah yang sama sebelum James dan Jasmine lulus. Jasmine juga sangat dekat dengan Lily karena sering bermain boneka bersama. Selera mereka sama, sama-sama suka warna pink.

Sebenarnya keluarga Mr. Gorry mengajak Ginny, James, Albus, dan Lily untuk ikut pergi bersama mereka. Namun Ginny meminta maaf ia tidak dapat pergi karena pekerjaannya cukup banyak. Sedangkan Albus beralasan ia sedang tak enak badan. Sebenarnya Albus sendiri tak begitu suka berlibur ke pantai. Jadilah James dan Lily saja yang berangkat.

"Bisa aku bantu, Mom? Kau tampak parah sekali," Albus muncul dari arah tangga. Tangannya memeluk sebuah buku berjudul 'Winter's Tale'. Tebalnya hampir setara dengan tebal kamus.

Ginny berhenti mengurut keningnya dan beralih melihat Albus. "Agh kalau kau sedang membaca, tak perlu, son. Selesaikan saja membacamu. Mom bisa kerjakan sendiri," sahut Ginny kembali memeriksa map berisi cv-cv para pelamar.

Albus menarik satu kursi di hadapan Ginny. "Tidak, Mom. Aku sudah selesai membacanya. Malah aku mau bertanya ke Mom, kapan kita ke rumah Aunt Hermione. Aku mau mengembalikan buku ini dan meminjam bukunya yang lain," katanya.

Buku kusam setebal itu memang milik Hermione. Ginny ingat buku itu baru dipinjam dari Hermione dan dibaca Albus sekitar tiga hari yang lalu. Tapi hari ini Albus mengatakan ia sudah selesai membacanya dan ingin membaca buku lain. "Dulu aku ngidam apa, ya?" kata Ginny keheranan. Matanya masih terpaku dengan buku tebal yang diletakkan Albus di atas meja, dekat tumpukan map miliknya.

"Apa, Mom?" tanya Albus memperjelas kata-kata ibunya tadi.

"Tidak-tidak, tidak ada apa-apa, Al. Hanya mengingat masa lalu saja," elak Ginny. Ia terkikik pelan saat mengingat ia perna meminta Harry mencarikan 3 buku karya Gilderoy Lockhart untuk dirinya.

Karena berbagai ancaman dari Ginny yang sedang hamil 3 bulan, Harry sampai bersusah payah ijin pulang dari Kementerian lebih cepat dari biasa hanya untuk membeli buku-buku mantan gurunya itu. Sampainya di rumah dengan membawa tiga buku itu, ternyata ia dikejutkan dengan apa yang Ginny sebenarnya ingin lakukan.

Bukannya membacanya, Ginny malah membuka lembar demi lembar buku-buku itu dan menciumi baunya dengan girang. "Bau buku-buku ini lebih harum daripada bau-mu sayang," kata Ginny.

Akibat penasaran dengan ekspresi yang dikeluarkan Ginny, Harry ikut tergerak melakukan hal yang sama. Mencium bau buku yang baru ia beli. Lalu apa yang terjadi? "Ew...," Harry enek dan merasa mual mencium bau buku-buku baru itu.

Bau tintanya menyengat sekali.

"Baiklah kalau kau memang tak ada pekerjaan lain, coba sekarang kau buka satu persatu map di sampingmu itu. Bacakan nama, usia, dan pengalaman bekerjanya!"

"Oke!" seru Albus. Ia memulai membuka map dari tumpukan paling atas.

"Stevannie Hans, wanita, 25 tahun, pernah mengisi kolom 'penyihir menulis' Daily Prophet saat ia kelas 6 di Hogwarts. Menjadi pemain quidditch di sebuah klub kecil.. kenapa dia tak menyebutkan nama klubnya? Apa dia bohong?.. dan sekali menjadi kapten. Posisinya seeker... Wow hebat!! Apa dia bisa menulis sambil terbang di atas sapunya, ya?"

"Lanjutkan membacamu, Al. Jangan kau hayati seperti membaca buku cerita!" potong Ginny saat mendengar Al malah asik mengidentifikasi sendiri nama kandidiat itu.

Albus lantas tersenyum dan kembali melanjutkan membaca setiap nama pelamar.

Di map terakhir, "ah Mom, masukan saja mereka semua! Pengalaman mereka tak sembarangan," kata Albus sembari membuka map terakhir.

"Sudah lanjutkan saja, siapa yang terakhir?"

Albus melihat sekilas foto sang pelamar dan membaca namanya, "Jonathan Allensky, pria, 27 tahun.. oh Merlin, kenapa dia tampak tua sekali? Bahkan masih terlihat lebih muda Dad daripada dia?" tutur Albus tanpa ia sadari.

Ginny mengurut keningnya pusing. Putra keduanya itu terlalu kritis. Bahkan dengan Albus, hal kecil jadi dipermasalahkan oleh Albus. "Berarti Dadmu masih tampak muda?" tanya Ginny sudah pasrah.

"Iyalah, Mom. Dulu, ayah teman-temanku di sekolah sebelum Hogwarts terlihat jauh lebih tua dari Dad. Aku melihatnya sendiri. Padahal umur ayah mereka tak jauh beda bahkan sama dengan Dad. Emm.. aku mengira ayah-ayah mereka terlalu banyak tekanan pekerjaan Muggle.

Aku melihat sendiri ada ayah temanku yang penampilannya acak-acakan saat menjemput ke sekolah, Mom!" cerita Al begitu bersemangat.

Ginny hanya manggut-manggut, hanya beberapa menjawab dalam hati, "apakah kau sejeli itu, nak? Kau mengamati semua orang?" batin Ginny tak percaya.

"Dan aku yakin.. kalau aku sudah dewasa nanti paling tidak aku akan seawet muda Dad. Wajah kami kan, sama-sama baby face." Albus senyum-senyum sendiri. Ia sampai lupa dengan map terakhir yang belum diselesaikannya karena terlalu serius memikirkan masa depannya yang apakah awet muda atau berwajah boros.

Ginny menyahut map yang ada di tangan Albus dan membacanya sendiri, "nah, karena kau begitu mirip Dadmu, apa kau tak takut Mom bisa saja jatuh cinta padamu, nak?" tanya Ginny selepas menulis kriteria si pelamar map terakhir. Pekerjaannya selesai juga.

"Ow.. tidak akan, Mom!" jawab Albus sangat yakin.

"Hah? Kenapa?" tanya Ginny cepat-cepat, matanya langsung tertuju ke manik hijau putranya itu. 

"Karena..."

"Kami pulang!!" suara Albus terputus dengan sorakan kedua saudaranya yang masuk ke dalam rumah dan meletakkan barang-barang ke atas meja ruang tamu. James dan Lily sudah menghempaskan tubuh mereka ke atas sofa sambil bercengkrama seru.

Albus kembali memandang ibunya, "karena cinta kalian abadi. Tak pernah bisa digoyahkan hanya karena seseorang mirip dengan pasangan kalian dari segi wajah. Rasa cinta kalian itu tulus dari sini, Mom," tunjuk Albus ke arah dadanya.

Ginny terpukau dengan penjelasan Albus yang tiba-tiba. Anaknya itu seolah berubah bak pujangga cinta. Tanpa berkata-kata lain, Al langsung berlari menghampiri James dan Lily yang sudah memanggilnya sejak tadi. "Kalian belikan mainan yang aku pesan, kan?"

"Tentu saja, Albus. Bahkan Mr. Gorry membelikanmu yang edisi terbaru!" kata James menujukkan sebuah boneka action figure superhero Muggle favorit Albus, Spiderman.

"Wow!! Mana-mana!"

Albus sudah berhambur dengan kedua saudaranya bahagia.

Albus tetaplah anak-anak. Ia masih suka bermain dan bercanda dengan saudara-saudaranya. Tapi.. jiwa-jiwa kritis Albus memang jadi hal spesial bagi keluarga Potter.

"Dasar anak itu!" spesial, khususnya bagi Ginny. 

TBC

------------------------

Lanjut ke Lily? Lanjut!


Hey, Kids!Where stories live. Discover now