38. About the LOVE

7 2 0
                                    

"We are really friend."

***

            Hari itu Cahya mengantar Sofia pulang sekolah seperti biasa.Tetapi di tengah jalan,Sofia meminta berhenti di depan minimarket.Gadis itu berkata bahwa dia ingin membeli beberapa makanan ringan.
Semenjak kejadian di rooftop,hubungan keduanya semakin dekat,tak jarang mereka selalu berdua kemana mana,dan teman teman mereka memaklumi.

Selesai berbelanja cemilan,Cahya langsung mengantar Sofia ke rumahnya.Sempat Sofia ajak mampir, tetapi Cahya tidak mau karena waktu sudah sore.

"Dianter siapa?"tanya ibu Sofia saat melihat anak gadisnya pulang.

"Cahya,"balas Sofia singkat.

"

Ibu liat,kalian makin deket ya sekarang?" goda ibu Sofia.

"Apa sih Bu,nggak.Kan kita temen,ya deket lah,"Sofia menyangkal,namun pipinya tidak bisa berbohong,pipi gadis itu sudah memerah bagai tomat. Sang ibu hanya terkekeh geli,melihat gadisnya sudah tahu mengenai suka dengan lawan jenisnya.

"Ya udah, istirahat sana.Ibu lagi masak."suruh ibu Sofia.

"Aku bantu deh,udah lama ga bantu ibu kerjain ini itu,maaf ya."Sofia sadar,dia sibuk dengan sekolah dan tugas tugasnya sehingga terkadang tidak membantu ibunya mengerjakan pekerjaan rumah.

"Gapapa,kamu kan juga sekolah,punya kesibukan juga,bentar lagi juga mau naik kelas,jadi wajar.Selama ibu bisa lakuin sendiri,gapapa kok.

Ya udah ayo bantu ibu,kamu udah laper kan?"

Sofia mengangguk kecil,lalu mengekori sang ibu menuju dapur untuk memasak.

.
.

Di depan gerbang rumah Sofia,Cahya masih setia disana,duduk di atas motornya,terdiam.Banyak sekali pikiran pikiran yang berputar di kepalanya.Sesekali tersenyum kecil, lalu menggeleng geleng.

Gila.

"Bisa ga sih lo jangan buat gue gila!"rutuk Cahya.

Dia merogoh handphone nya di kantong celananya, kemudian menelfon seseorang.

"Oy bro,"sapa Cahya memulai percakapan.

"Apa sih?ganggu tau ga?!"balas seseorang disebrang sana dengan kesal.

"Lo dimana?gue butuh nih!"ucap Cahya langsung ke inti.

"Rumah,gue lagi main game,Lo ganggu!"

"Gue otw sana!tunggu!"Cahya memutuskan panggilan lalu  langsung menyalakan motornya dan pergi ke tujuan.

Sesampainya..

Cahya turun dari motornya,lalu berjalan ke arah pintu rumah seseorang tadi.

Cahya mengetuk pintu beberapa kali.

"Masuk aja!"ujar seseorang dari dalam,Cahya membuka pintu dan membuka salam, kemudian langsung menuju ke kamar pemilik rumah.

Brak!

"Wesss!santai dong!Pintu gue rusak,lo yang ganti,"ujar seorang pemuda pada Cahya.

"Sori,sori."Cahya meminta maaf.

"Lu napa? Sok sok galau,"cibir Dimas kemudian keluar dari kamarnya untuk mengambil beberapa makanan ringan dan minuman.

Tak lama, Dimas kembali.

"Gue lagi bingung nih,"Cahya membuka suara setelah beberapa saat.

"Bingung?Kenapa sih?" Dimas duduk di atas karpet di lantai.

"Gue ragu sama perasaan gue. Gue suka sama Sofia, tapi gue ga yakin. Bukannya gimana, gue ga yakin dia juga suka sama gue." Cahya bercerita secara singkat.

Dimas mengehela napas, kemudian menepuk pundak Cahya pelan.

"Lo tau ga, sebenarnya gue masih sayang sama Sofia, bukan sebagai sahabat." Dimas berucap dengan sungguh sungguh, membuat Cahya membelalakkan matanya.

"Hah? Yang bener aja Dimas! Terus maksud lo jadian sama Vina apa?!Jangan sembarangan mainin anak orang!"Cahya langsung menegur Dimas dengan serius, sedangkan yang ditegur menunduk sembari terkekeh kecil.

"Hehehe, Canda doang canda, serius mulu idup lu?!Santuy napa, ga mungkin juga gue masih suka sama Sofia, Emang lu pikir gue ga serius sama dia.

Lagian nih, kok lo ga ada raut cemburu gitu sih, ga seru lu ah. Lo serius ga sih suka sama Sofia? Gue ga yakin."
Ucapan Dimas langsung merubah raut wajah Cahya, lelaki itu memasang wajah datar karena gurauannya tidak lucu.

"Ga lucu ya Dimas!" Kata Cahya menekan ucapannya.

"Wey, slow slow. Jangan dibawa serius."Dimas berucap.

Hening sejenak,Dimas sibuk dengan handphone dan makanannya, Sedangkan Cahya masih sibuk terdiam.

" Kalo masih ragu, ga usah buru buru, Lo pastiin dulu diri lo, jangan sampe cuma suka sesaat, dan akhirnya lo juga yang nyesel sendiri. Sofia juga bukan orang yang peka, kalo cuma lo kode kodein ga bakal ngeh. Pikir dulu mateng mateng sebelum bertindak.

Intinya, kalo ragu, ga usah maju. Tapi kalo lo udah yakin sama perasaan lo, ya udah ngomong. Masalah ditolak atau enggaknya, belakangan."
Dimas memberi pencerahan pada Cahya, yang diangguki oleh pemuda itu.

Tersenyum kecil, kemudian beranjak berdiri. Cahya buru buru pamit pada Dimas.

"Gue pulang dulu. Mama minta anter ke rumah temennya. Thanks ya,"Mereka bertos ria.

"Oke. Kalo butuh apa apa ngomong aja, ga usah sungkan." Ucap Dimas tulus.

Cahya menghentikan langkahnya, kemudian tersenyum dan mendengus kecil.
"Lo masih aja ga berubah, tetep kek Dimas yang dulu, padahal gue udah jahat, sama lo, sama Sofia, dan temen temen lainnya, tapi kalian masih mau temenan sama gue.
Makasih ya, gue bener bener kek bocil dulu, egois."

Dimas tertawa kecil, lalu menepuk bahu Cahya,
"Apa sih, ya kan kita udah temenan dari lama. Cuma masalah gitu, dulu juga kita masih remaja, pikiran kita belum dewasa. Udahlah lupain masalah dulu, sekarang kita udah baik baik aja."

Kedua berpelukan singkat, lalu Cahya langsung beranjak pulang ke rumahnya.Di sepanjang jalan, dia tak berhenti senyum, semuanya terasa ringan sekarang, tinggal satu langkah lagi.

.
.

Melihat anaknya yang tersenyum semenjak pulang, hingga kembali pulang ke rumah setelah menjemputnya, membuatnya bertanya tanya, kenapa anaknya terlihat bahagia sekali.

"Kak, kenapa sih?" Tanya sang ibu setelah meletakkan beberapa camilan di meja.

Cahya, sang anak terkejut dengan kehadiran ibunya, kemudian memeluk ibunya dengan manja.

"Ma, aku lagi suka sama seseorang, menurut mama gimana?"Tanyanya sambil bergelayut manja pada tubuh ibunya.

"Mm, anak mama udah gede ya, udah bisa suka sukaan, emangnya suka sama siapa?"ibunya balik bertanya.

"Rahasia dong, kalo menurut mama gimana?"Cahya kembali menanyakan pertanyaan yang sama.

"Ya itu hak kamu, mama ga ngelarang kalo kamu emang mau pacaran, asalkan kamu ga macem macem, sekolah ga bolos bolos, dan ga main main sama dia, dia anak orang."Nasehat ibunya. Cahya mengangguk-angguk tanpa mencela sedikitpun.

"Makasih ma. Aku ga bakal sia siain dia kok." Cahya melepas pelukannya lalu beranjak berdiri.

"Aku mandi dulu, gerah." Ujar Cahya kemudian menuju kamar mandi.

.
.

Bersambung...

Thanks,
Davita.

FRIENDSHIPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang