XIX - Ancaman

13 3 1
                                    

"Bentar, bentar." Reva mengibaskan kedua tangannya. Ia bicara dalam bahasa Indonesia, sama seperti Lev. "Jangan main masuk ke sini nggak pake ngetok terus ngerusuh bilang sambungan-sambungan gak jelas kayak gitu. Kalau aku lagi ganti baju gimana?"

"Kan nggak," balas Lev santai. "Tapi seriusan, Crys, Katsuo dapet sambungan baru lewat nomor telepon yang kemarin."

"Terus kenapa?" balas Reva heran. "Dari semalem kan dia udah dapet sambungan? Apa hubungannya sama kita?"

"Orang yang ada di telepon itu ngomong sama orang yang nyulik Izanami, Crys...."

"Sumpah?!" Reva buru-buru bangkit dari duduknya. Ia menoleh ke arah Izanami yang masih menatapnya bingung. Ia kemudian mengubah bicaranya menjadi bahasa Inggris. "Izanami, aku harus ke luar dulu sebentar. Nanti aku kembali lagi supaya kita bisa lanjut mengobrol, ya?"

Izanami mengangguk pelan. Matanya terfokus pada sesuatu—atau seseorang—yang muncul di balik pintu kamar tidur agen perempuan. Gadis itu kemudian bertanya, "Itu siapa, Reva-san?"

"Ah." Reva tersenyum kecil. "Namanya Lev, nama samarannya Carpe. Dia agen yang tadi kuceritakan ditugaskan untuk mencarimu bersamaku, Izanami."

Lev mendecak. "Kenapa harus ada embel-embel 'bersamaku', Crys—eh, Rev—eh, Crys?"

"Peduli amat." Reva segera menghampiri pintu. Sebenarnya ia ingin menertawakan cara Lev memanggil namanya yang harus direvisi berulang kali, tetapi ia merasa momennya tidak tepat untuk itu. Setelah tiba di ambang pintu alias di hadapan Lev, Reva kembali menoleh ke arah Izanami sambil berkata, "Kita akan mengobrol lagi nanti, ya!"

"Baik, Reva-san!" seru Izanami dengan senyum lebar di wajahnya.

Reva sengaja meninggalkan pintu kamar tidur agen perempuan terbuka sebelum ia dan Lev pergi ke ruang sistem agar Izanami tidak merasa dikurung di dalamnya. Gadis itu baru saja pulih dari obat tidur—meski ia tidak inga tapa pun. Reva tidak mau menambah trauma buruk lainnya bagi Izanami, klaustrophobia misalkan.

Cepat-cepat Reva dan Lev menyusuri ruang tengah dan dapur rumah tinggal agensi hingga akhirnya mereka tiba di ruang sistem. Di sana, seperti biasa, ada Katsuo yang sedang duduk menatap monitor raksasa komputernya. Monitor itu tampak menayangkan sesuatu yang terlihat seperti garis-garis suara berbentuk gelombang transversal. Dugaan Reva dipertegas oleh pengeras suara yang memperdengarkan suara beberapa orang pria yang saling menyahut. Mungkinkah itu sambungan yang tadi dimaksud Lev?

"Teleponnya sudah selesai," ujar Katsuo sambil memutar kursinya yang secara otomatis memutar badannya pula. Wajah pemuda itu kelihatan tegang, tidak seperti biasanya. "Tapi saya sudah merekamnya. Agen Crystal dan Agen Carpe harus dengar ini. Mereka bicara dalam bahasa Inggris, kok."

Tanpa menunggu konfirmasi dari Reva dan Lev, Katsuo menekan tombol spasi pada papan ketik komputernya. Garis-garis gelombang suara yang tadi Reva lihat bergerak kini kembali bergerak. Pengeras suara juga kembali memperdengarkan suara kepada Reva dan Lev yang baru datang. Suaranya cukup terdengar dengan jelas.

"Aku bicara kepada kalian yang pada 31 Maret kemarin mencuri barang dagangan kami dari sarang tempat kami berjualan," ujar pria dengan suara berat melalui sambungan telepon. "Aku tahu kalian bisa mendengarku bicara."

"Barang dagangan," desis Lev. Reva merinding mendengarnya. Serendah itukah para manusia yang diperdagangkan di mata para pedagangnya?

"Pertama, kalian menimbulkan kerusuhan dengan membunyikan alarm kebakaran. Kedua, kalian mencuri barang dagangan kami yang berharga dan bernilai tinggi," lanjut pria itu. Intonasinya semakin lama semakin angkuh. "Kalian pikir aku akan membiarkan gadis itu kalian ambil dengan sukarela? Tentu saja tidak."

The Abducted AndoWhere stories live. Discover now