Screwed Up

1.3K 245 12
                                    

Akhirnya aku membatalkan janjiku dengan Mijin.

Kejadian bekas semalam ketika aku makan di restoran mewah bersama seorang artis membuatku banyak berpikir. Aku yakin akan sulit rasanya untuk menikmati waktu bersama Mijin jika aku sedang dalam keadaan seperti ini.

Aku tidak mau Mijin kena imbasnya.

"Kau yakin tidak apa-apa?" Ujar Mijin sejak tadi yang masih ragu untuk menutup panggilan ketika aku bilang sedang tidak enak badan.

"Yakin, bodoh. Ini bukan pertama kalinya aku sakit."

"Apa aku harus ke apartemenmu? Mau dibawakan apa? Aku bisa mampir setelah-"

"Jangan coba-coba." Ancamku. Terakhir kali Mijin datang kesini, ia seperti memindahkan seluruh isi minimarket ke dalam apartemenku yang sempit ini. Aku tidak akan sanggup membayangkan betapa banyaknya barang yang akan ia beli,"Biarkan aku istirahat dulu untuk hari ini." Lanjutku.

Ia terdengar menghela napas,"Baiklah. Kalau butuh apa-apa jangan lupa telepon aku, oke?"

"Arraseo. Ggeutneo."
(Baiklah. Aku tutup dulu.)

Langsung kumatikan sebelum Mijin bicara lebih panjang. Gadis itu memang super cerewet kalau tahu aku sedang tidak enak badan.

Kutarik napasku panjang dan menghembuskannya kasar. Lalu aku menatap sekeliling.

Apartemenku sudah terlihat seperti hasil perang dunia kedua. Sangat berantakan. Mulai dari beberapa baju yang tergeletak di lantai, isi wastafel yang menumpuk dan tempat sampah di pojok ruangan yang sudah berbau.

Mana pembayaran uang sewa yang sebentar lagi jatuh tempo.

Duh, rasanya hidupku sudah tidak bisa lebih buruk dari ini lagi.

Akhirnya aku bangkit dari tempat tidurku. Merapikan pakaian yang berserak, mencuci piring dan yang terakhi mengumpulkan sampah lalu membuangnya di bawah.

Segala jenis sampah yang bisa dibayangkan ada disini. Tak mengerti lagi apa yang kulakukan sejak kemarin sampai lupa membuang sampah.

Aku turun ke bawah. Dengan piyama lusuh dan rambut yang aku kuncir keatas dengan asal. Iya, aku bahkan sudah tidak punya tenaga untuk mengikat rambut dengan baik.

Semua ini karena pria bernama Park Jimin.

"Sial ini kenapa berat seka-"

"Nona Jung Yeona?"

Kata-kataku terhenti ketika seseorang menyebut namaku dengan begitu elegan. Dengan cepat aku menoleh dan telah menemukan seorang pria berpostur tinggi yang sudah terbalut setelan lengkap.

Otakku langsung mencurigai orang ini sebagai orang kaya lain yang uangnya dipinjam oleh Ayahku.

Oh Tuhan, aku sudah tidak sanggup lagi menambah daftar pekerjaan.

"Si-siapa?" Tanyaku begitu pria tersebut mendekat. Tanpa sadar aku bergerak mundur.

Ia tersenyum dengan percaya diri,"Ah maaf kalau kedatanganku tiba-tiba. Tapi bisa aku minta waktumu sebentar?"

Aku melangkah mundur lagi,"U-untuk apa? Bicara saja disini!"

"Euhm, sayangnya," ia justru melangkah maju lalu berbisik,"Bisa bahaya kalau seseorang melihatku berbicara denganmu seperti ini."

Tanganku melepas kantong sampah begitu saja diatas tanah. Aku bertolak pinggang dan langsung tahu darimana orang ini berasal,"Kau suruhan pria bernama Park Jimin, kan?"

Raut wajahnya berubah menjadi terkejut. Sepertinya jawabanku benar.

"Tolong katakan pada pria itu, aku tidak bisa melakukan apapun untuknya. Hutang Ayahku banyak dan aku tidak punya waktu bermain-main! Lagipula darimana kalian tau dimana rumahku? Woah! Jangan-jangan kalian ini stalker, ya?! Woah-"

Starlight | 별빛Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang