Impian

959 111 47
                                    

"I dream. Sometimes I think that's the only right thing to do."
Haruki Murakami.

Krist merasa ini semua mimpi. Sudah sepekan ia tinggal di rumah Singto dan selalu mendapat kejutan setiap harinya. Singto yang begitu sibuk namun cekatan sedangkan Sea yang terkadang suka seenaknya saja. Pertengkaran konyol antara Singto dan Sea membuat suasana rumah besar ini tidak membosankan sama sekali.

Krist bahagia. Berada di tengah keluarga yang hangat membuat dirinya senang bukan main. Rasa kekeluargaan yang selama ini tidak dapat Krist rasakan masuk secara perlahan ke dalam hatinya. Membuat dirinya sangat terharu.

Krist tetap bekerja di Sapphire Blue cafe. Singto mengizinkannya tapi hanya sampai Sea pulang sekolah. Krist tidak masalah sama sekali karena hampir setiap hari Sea mampir ke cafe tempat Krist bekerja dan pulang bersama. Di pagi hari Krist akan membantu Sea merapihkan tasnya dan memeriksa apa saja yang harus Sea bawa pada hari itu. Setelah selesai dengan Sea, Krist kembali pada Singto hanya untuk memastikan kebutuhannya sudah terlengkapi.

Krist tersenyum geli membayangkan kejadian dua hari lalu. Singto yang sangat sibuk pagi-pagi buta sudah mendapat telepon dari sana sini. Singto bolak balik antara kamar dengan ruang kerjanya. Krist sedang membantu Sea mencari kaus kaki saat Singto menghampirinya, masih dengan telepon genggam di telinga. Krist bertanya kenapa dan Singto menyodorkan dasinya ke arah Krist, mengisyaratkan untuk dipakaikan. Krist sempat bengong beberapa saat sampai Singto yang sudah tidak tahan, meraih tangan Krist lalu mengarahkan tangan itu ke kerah kemejanya. Krist berdeham, berusaha fokus dan tidak beralih menatap wajah tampan Singto. Tugas itu selesai dengan sempurna. Singto tersenyum puas lalu kembali tenggelam pada pekerjaannya. Krist sendiri langsung kabur menuju dapur, meminum air sebanyak-banyaknya. Berusaha meradakan jantungnya yang berdentum-dentum dengan kuat.

Seperti saat ini, Krist sedang sarapan bersama Singto dan Sea. Biasanya Krist hanya akan memakan roti sambil berangkat menuju tempatnya bekerja, tapi sekarang sarapan adalah momen yang paling menyenangkan untuk Krist. Setidaknya untuk saat ini.

***

Singto merasa ini semua mimpi. Bangun pagi sebelum berangkat kerja, Singto disambut oleh dua mataharinya, Krist dan Sea. Singto menyadari bahwa perlahan Krist sudah menjadi orang penting di dalam hidupnya. Singto belum mau mengatakannya tentu saja. Singto masih ingin menikmati momen indah ini.

Singto tidak ingin egois. Menyuruh Krist untuk menemani Sea yang lebih dari setengah hari berada di sekolah itu pasti sangat membosankan. Oleh karena itu, Singto memperbolehkan Krist untuk tetap bekerja, tapi dengan syarat yaitu Krist harus sudah ada di rumah saat Sea pulang atau saat dirinya pulang.

Singto memerhatikan perubahan suasana hati Sea setelah Krist hadir. Sea jadi lebih periang dan terbuka padanya. Sea yang dulu sering menutupi apa yang terjadi di sekolah, sekarang dengan mudah membicarakannya dengan Singto. Mengajak Singto berdiskusi ketika ia sulit menentukan sesuatu. Singto tidak bisa lebih bersyukur dari ini.

Singto bahagia. Percakapan hangat yang terjadi saat pagi hari maupun malam hari membuat dirinya tidak ingin berlama-lama meninggalkan rumah. Perasaan disambut saat dirinya sudah begitu lelah menghadapi setumpuk pekerjaan, belum lagi tanggung jawab besar yang setiap hari harus ia pikul. Krist perlahan mampu masuk ke dalam jiwanya yang sudah begitu kosong. Krist hadir menemaninya, setidaknya untuk saat ini.

***

Singto, Sea dan juga Krist sedang serius menyantap sarapan di hadapannya. Sea yang masih mengantuk pagi itu tidak memiliki energi untuk berceloteh seperti biasa. Singto sibuk sendiri dengan membagi perhatian pada sarapan dan komputer portabel di hadapannya. Sedangkan Krist lebih memilih makan dengan diam.

Bunga TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang