[4]:Keberuntungan:

2.3K 333 101
                                    

Berulang kali Sakura merapihkan rambutnya yang sebenarnya sudah sangat rapih. Ujian Genin telah selesai dan dia pun berhasil mendapatkan predikat Genin dengan nilai ujian tertulis yang sangat memuaskan. Meskipun nilai ujian lainnya tidak bisa menyeimbangi ujian tulisnya, Sakura tetap bersyukur akan hal tersebut.

Ia ingin tampil maksimal hari ini. Walau ia tahu, sebagai seorang Genin, ia harus merelakan penampilannya akan rusak kapan pun dan di mana pun. Tetapi dibalik itu semua, Sakura tetaplah seorang gadis yang akan kesal jika satu jerawat pun muncul di wajahnya.

Tak hanya mendapatkan predikat sebagai seorang Genin, Sakura dan seluruh Genin lainnya mendapatkan sebuah benda yang sangat berharga bagi para ninja. Yaitu ikat kepala yang akan menandakan identitas desa masing-masing.

Guru Iruka berkata bahwa jangan pernah melepaskan ikat kepala ini sesulit apa pun situasinya. Makna ikat kepala ini bagi guru Iruka tak hanya sekadar sebuah penanda identitas. Melainkan juga sebagai junjungan tinggi bahwa seorang ninja akan mengabdi pada desanya dan tak akan pernah melepaskan tanda pengabdian tersebut dari tubuhnya.

Sudah lebih dari setengah jam Sakura bercermin. Berulang kali dia membenarkan letak ikat kepala yang kini menggantikan posisi bandana di kepalanya.

"Astaga!" Ia melirik jam dinding di kamarnya yang sudah menunjukan pukul lima kurang lima belas menit. "Aku akan terlambat," gumamnya yang segera meninggalkan kaca dan menyambar tas nya yang sudah ia siapkan tadi malam.

"Sakura! Apa tidak sebaiknya kau sarapan terlebih dahulu?" tanya Mebuki menghampiri Sakura yang sedang sibuk memasang sepatunya.

Sakura menggeleng pelan mendengar tawaran ibunya tersebut. "Guru Kakashi bilang, kami semua harus datang pukul lima dan jangan sarapan," balas Sakura seraya bangkit berdiri karena telah menyelesaikan memakai kedua sepatunya. "Ia menyinggung soal 'bila kau tidak ingin muntah, jangan memakan apa pun pagi ini.'"

"Baiklah." Mebuki mengembuskan napasnya lega. "Ganbatte ne!"

Sakura melambaikan tangannya pada sang ibu sebelum keluar dari rumah. "Sampaikan salamku pada Ayah yang masih tertidur. Jaa! Mata ne!" 

Sakura pun berjalan pergi, menjemput masa depannya menjadi seorang ninja. Seakan seluruh alam semesta mendukungnya, cuaca hari ini sangat cerah. Walau matahari belum sepenuhnya naik ke atas langit yang masih membiru. Langkah Sakura semakin lama semakin cepat, tak terasa ia sudah berlari. 

Sesampainya di tujuan, ia melihat sosok Sasuke dari belakang sudah berdiri siap di tempat. Ia pun memelankan langkah kakinya dan mengatur napas. Jantungnya berdegup cepat karena dua alasan, pertama jelas karena hasil lari paginya dan yang kedua tentu berkat punggung Sasuke.  Punggung yang tampak begitu tegap dan selalu membuat Sakura membayangkan bagaimana cara memeluknya.

"Selamat pagi, Sasuke-kun," sapa Sakura riang. "Ah, astaga. Aku sedikit mengantuk. Naruto belum juga datang ya." Sakura mengambil tempat dengan berdiri memunggungi Sasuke. Ini posisi paling aman. Bila tidak, ia bisa saja tanpa sadar benar-benar memeluk Sasuke dari belakang jika terus menerus menatap punggungnya.

"Hn," balas Sasuke singkat. Seperti biasanya.

"Kuharap Naruto tidak telat," ucap Sakura. Sasuke tidak membalas apa pun. Pemuda itu terus berdiri dan menatap lurus. 

Melihat Sasuke seperti itu, membuat Sakura ingin sekali mencari obrolan. "Kau tahu kan, meskipun tampak sedikit ceroboh sewaktu Naruto berhasil menjaili Kakashi-sensei di kelas kala itu, aku punya firasat bahwa dia adalah orang yang sangat hebat."

Naruto berhasil menjatuhi kepala Kakashi dengan penghapus papan tulis yang ia selipkan di pintu kelas. Jadi saat Kakashi membuka pintu kelas, otomatis penghapus tersebut jatuh mengenai kepalanya dengan mulus. Sakura sempat ragu kejailan itu akan berhasil, mengingat Kakashi adalah seorang Jounin. Tetapi setinggi apa pun kelas seorang ninja, tidak menjamin ninja tersebut luput dari kecerobohan.

FuzeWhere stories live. Discover now