[23]:Pohon Sakura:

293 44 14
                                    

NOVEL INI TIDAK DITULIS UNTUK DIKOMERSILKAN (DIJUAL) KARENA DAPAT MELANGGAR HAK CIPTA TOKOH

Fuze dapat dibaca gratis dan hanya dipublikasikan di Wattpad

***

Ada banyak sekali kudapan di depannya. Mulai dari potongan ikan segar yang langka, minuman-minuman, sampai dengan daging-daging matang siap santap. Akan tetapi Sasuke mengabaikan semuanya dan memilih hanya menghabiskan satu buah nasi kepal serta teh hijau hangat.

"Ternyata seorang pemuda dengan tubuh sebesar Anda hanya memakan sedikit makanan saja ya." Keiko--kepala desa Inagi, menuangkan kembali teh hijau di gelas kosong Sasuke. "Ah, tinggalah di desa ini lebih lama Tuan Sasuke."

"Terima kasih atas keramah tamahanmu. Tapi aku hanya seorang pengelana yang tidak sengaja lewat. Aku mempunyai banyak tujuan," balas Sasuke sopan, ia menunggu beberapa detik setelah Keiko menuangkan teh, sebelum meminumnya.

"Tapi izinkan kami membalas kebaikanmu pada desa ini." Keiko memaksa. "Atas rasa berterima kasih kami karena sudah menyelematkan desa kami, maka kami akan memberikanmu hadiah. Kau akan kami nikahkan dengan putri dari desa ini."

"Ayah?" Putri desa tersebut bersuara, wajahnya memerah ketika Sasuke melihatnya. Ia Meiko. Wanita bersurai hitam panjang dengan kulit putih.

Keiko mendesah. "Tuan tahu sendiri, desa kami masih porak poranda setelah perang. Tidak ada yang lebih berharga selain putriku satu-satunya."

Sasuke tidak membalas, ia hanya terdiam menikmati secangkir teh hijau hangat. Meiko semakin dibuat salah tingkah. Pertemuan pertamanya dengan Sasuke dilalui oleh insiden tidak terkendali. Bandit-bandit itu sadis, namun Sasuke jauh lebih sadis. Kini setelah semua insiden sudah terkendali dan tenang, Meiko bisa menatap Sasuke lebih jelas. Pemuda ini benar-benar memang sangat tampan, semakin dilihat justru semakin tampan.

"Meiko memang gadis yang ceroboh, tapi aku mendidiknya bisa menjadi seorang istri yang baik untukmu. Ia bisa memasak, bisa melayani dan juga penurut." Melihat Sasuke diam saja, Keiko pun kembali melanjutkan penawarannya. "Dan jika kau bersedia menikah dengan putriku, kau bisa menjadi pemimpin desa ini kelak. Meskipun kau bukanlah keturunanku. Tapi kau adalah pahlawan."

"Aku tidak tertarik dengan itu," tegas Sasuke. "Aku tidak tertarik menjadi pemimpin. Aku pun bukan pahlawan."

Walau jelas tidak akan disantap, tapi Keiko berbisik pada pelayannya untuk membawakan lagi salmon mentah serta beberapa tambahan sushi. "Namun, biarkan aku membalasmu, Tuan. Apa pun itu, katakan pada kami. Walau desa kami tidak terlalu kaya dan hanya punya satu putri cantik, akan kami usahakan."

Sasuke termenung. Meiko menunggu jawaban Sasuke gugup. Apa Sasuke sudah memiliki kekasih? Apa Sasuke ingin menolaknya karena kimono yang ia kenakan agak kekecilan? Atau Sasuke sudah hilang rasa kepadanya karena melihatnya menangis dengan wajah jelek?

"Aku bukan orang baik. Aku adalah buronan hampir seluruh desa. Aku sering membunuh, dan menyakiti orang-orang di sekitarku. Aku bisa berkelana dikarenakan aku mendapat ampunan dari petinggi desa. Apa kau masih mau memberikanku hadiah, Tuan Keiko?" terang Sasuke panjang lebar. Kalimat terpanjang yang Sasuke ucapkan selama berada di desa ini.

Keiko menegakkan tubuhnya. "Penjahat di dunia bisa jadi pahlawan bagi beberapa orang. Jahat atau baik, itu adalah pandangan setiap orang. Meski kau dimushi seluruh dunia, percayalah, ada satu desa yang menerimamu sebagai pahlawan."

"A-Aku juga berpikir hal yang sama," Meiko pun ikut menambahkan. "Mungkin kau memang pembunuh tapi kau tidak pernah menyakiti warga desa ini. Aku mempercayaimu, Tuan. Walau aku menikahi seorang pembunuh, aku percaya kau tidak akan membunuhku."

Ayah dan anak di hadapannya ini memperlihatkan kesungguhannya. Bisa saja Sasuke tetap menolak tapi Sasuke harus merasa tidak enak. Ia harus berubah. Ia sudah janji akan berubah dan mulai mau menerima perasaan-perasaan lain selain dendam dan kebencian.

"Baiklah, aku punya permintaan," ujar Sasuke sembari menatap ke arah ke luar jendela.

Keiko pun bersemangat, sementara Meiko semakin gugup, berharap permintaannya itu adalah dirinya. "Katakan apa itu, Tuan?" kata Keiko mempersilakan.

"Rawatlah pohon sakura itu dengan baik," ucap Sasuke tenang memandang sebuah pohon sakura yang memiliki bunga-bunga yang mulai bermekaran. Bahkan di antara bunga-bunga tersebut jatuh terbawa angin. "Harta desa ini tidak hanya seorang putri. Tetapi juga pohon-pohon sakura yang tumbuh subur."

Keiko sedikit kebingungan. Baru kali ini ia menerima permintaan seperti itu. Biasanya para penguasa di sekitarnya akan meminta imbalan wanita atau harta. "Oh. Pohon-pohon sakura ini sudah berusia puluhan tahun. Kami memang membiarkannya tumbuh di sekitar desa dan tidak pernah menebangnya," jelas Keiko. "Tapi jika memang itu permintaan Tuan, aku akan melakukannya dengan senang hati. Kami berharap suatu saat Tuan akan datang ke desa ini kembali dengan pemandangan bunga sakura yang sedang bermekaran lebih banyak."

Sasuke tersenyum, selama hampir seharian berada di desa dengan hidangan dan juga pelayanan spesial, baru detik ini ia tersenyum. "Kau begitu menyukaiku, heh? Berharap aku akan kembali ke sini?" tanyanya.

"Tentu saja!" balas Keiko.

"Jadi ini yang kau maksud Kakashi," gumam Sasuke, teringat ekspresi meremehkan Kakashi yang menyebalkan. "Guruku yang mengutusku untuk berkelana. Ia mengatakan aku perlu keluar untuk melihat dan belajar banyak hal dari dunia. Ini salah satu pelajaran yang bisa kudapat." Sasuke menandaskan teh di gelasnya sebelum melanjutkan. "Aku sudah mengatakan bahwa aku adalah buronan tetapi kalian tetap menghargaiku. Jika seseorang sudah dibutakan rasa suka atau benci, tidak akan ada alasan untuk berubah dengan cepat. Hanya pelajaran hidup dan waktu yang sanggup mengubah."

Sasuke pun segera mengambil pedang dan juga jubah hitamnya. "Aku harus kembali melanjutkan perjalananku, terima kasih atas kebaikan hati kalian."

"Tunggu, Tuan--" potong Meiko yang ikut berdiri. "Sebelum pergi, bolehkah aku menanyakan satu hal?"

"Silakan," balas Sasuke sambil mengenakan jubah hitamnya.

"Apa kau mempunyai kekasih?"

Sasuke sempat menghentikan gerakannya mengacingkan jubahnya. "Tidak." Setelah semua persiapannya selesai, Sasuke menunduk beberapa detik di depan Keiko. "Aku permisi."

Bunga-bunga sakura yang berjatuhan mengintari perjalanan Sasuke pergi dari desa Inagi. Beberapa orang hendak menyalami Sasuke, namun Sasuke hanya menunduk sopan. Dibalik jubah, tangan kanannya bersiaga memegang pedangnya. Tidak pernah terlepas walau ia tidur. Hanya terlepas ketika ia makan atau keperluan mendesak lainnya. Sasuke semakin tidak sabar, dengan pelajaran-pelajaran hidup lainnya yang akan ia dapatkan selama perjalanan penebusan dosa ini.

***

Author's Note:
Happy 41K buat Fuze! Terima kasih untuk kalian yang udah baca dan komen dan bertahan cerita ini. Nggak kerasa Fuze dari sebelum ada anime Boruto rilis sampai sekarang Boruto udah gede wkwk

Kalian tau Fuze dari mana nih? Seneng juga tiba-tiba ada pembaca baru hehe

Doakan cerita ini cepat tamat dan doakan Sasuke yang lagi AFK jadi pohon di Boruto semoga cepat bangun. Amin

Karena aku seorang INTP, suka searching-searching random, aku nemun funfact kalau bunga Sakura tertua itu usianya sampai 200 tahun waw. Kalian bisa lihat di situs ini:
www.jindaizakura.com

FuzeWhere stories live. Discover now