승연 .0 - halo

1.4K 224 31
                                    

Aku berhenti didepan kamar milik Hangyul. Menatap mahoni cokelat yang berdiri kokoh menyimpan segala rahasia didalamnya. Aku tidak bisa mengelak kalau aku sedikit marah, aku selalu bercerita pada Hangyul sementara ia menyimpan semuanya sendiri.

Hangyul egois. Aku juga egois, aku masih ingin Hangyul berada disini.

"Kak seungyoun." Dohyon bersuara pelan. Menyodorkan kunci padaku. Kunci kamar Hangyul yang selama beberapa hari ini keluarganya melarang untuk dibuka. "Alasan kenapa tidak boleh dibuka. Itu mintanya kak Hangyul, kak Seungyoun harus fokus dulu ke universitas. Kalau semua sudah beres, baru katanya biarkan kak Seungyoun masuk."

Hangyul bodoh. Jangan selalu memikirkan tentangku....

Aku mengangguk dan menerimanya dari Dohyon. Pemuda yang kukenal sebagai sang finalis ajang kompetisi sekitar empat tahun yang lalu. Ah, dia adiknya Hangyul, kebetulan sekali. Kunci diputar dan kenop ditekan. Dohyon sudah pamit beranjak, ada hal yang harus ia kerjakan katanya. Hanya aku disini, dan semua kenangan Hangyul.

Kamar dengan cat warna lavender, isinya minimalis dan senbazuru yang digantung di langit-langit dengan tali. Aku mendengus, benar-benar niat. Aku mengunci pintu kembali, berharap tidak akan ada yang menggangguku setelah ini. Meletakkan piala serta piagam kejuaraan piano yang satu bulan lalu kuikuti diatas meja belajar Hangyul. Mengambil kursi belajar di sisi ranjang dan memanjatnya, menarik hati-hati setiap tali yang tergantung.

Apa yang selalu ia tulis disini?

[•]

Aku mendengus. Membungkuk setengah hati dengan tangan menggenggam erat partitur sampai kusut. Dua kursi 'spesial' dihadapanku kosong. Rasanya tidak berarti, semua sorakan dan tepuk tangan itu.

"Nanti dia menang." cicit seseorang. Aku bisa merasakan tatapan iri lantas terdengar suara kekehan.

Suaranya indah...

"Tidak perlu khawatir. Ingat kau sudah melakukan yang terbaik, Dohyon."

Aku ingin seseorang mengatakan hal itu padaku.

"Juara kompetisi piano Korea SelatanㅡCho Seungyoun!"

Berapa ribupun orang-orang bersorak senang, aku tidak merasa bahagia. Sampai Juyeon Hall berubah temaram, mereka tetap tidak datang. Hari ini aku harus pulang lagi dengan taksi, bukan soal uangnya hanya saja ada rasa mengganjal yang menyebalkan di hati.

Rasanya ingin membuatku menangis.

"Cho Seungyoun!" Aku berbalik, tidak jadi menyetop taksi di pinggir jalan. Menatap aneh pada pemuda yang berlari mendekatiku. Ahㅡaku melihatnya tadi didalam. Dia duduk disebelah kursi spesialku, apa dia salah satu keluarga finalis lain? Beruntungnya.

"Ada yang bisa kubantu?"

Sebuah buket bunga disodorkan dihadapanku. "Nam Dohyon terlalu malu untuk memberikannya padamu." ujarnya sembari terkekeh. Aku mengingatnya, katanya Dohyon tidak perlu khawatir kalau ia tdak menang.

"Nam Dohyon... ah iya, terimakasih." Aku segera meraihnya. Bunga segarㅡdi pukul sebelas malam begini?

"Ah, dan juga ini." Sebuah batang cokelat merek mahal diletakkan diatas tanganku. "Makan cokelat akan membuatmu lebih bahagia." Ia mengedipkan sebelah matanya.

Aku membulatkan mata. Ia meletakkan sebuah telunjuk diatas bibir. "Sshh! Jangan bilang-bilang, nanti Dohyon iri." ujarnya. Aku hanya mengangguk kaku, menatap cokelat dan buket ditanganku.

10 reasons why | seungyul [✅]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt