the truth untold

13.1K 705 24
                                    

But I fucking still want you.
.

Taehyung benci keheningan.

Sangat benci, kala jam mungil di nakas seolah mengoloknya dengan berpindahnya jarum jam ke angka 3; namun belum ada tanda-tanda penghuni rumah yang satu mengumandangkan kedatangan. Dua cangkir cokelat tergeletak terlupakan; isinya berangsur dingin sejak beberapa jam yang lalu. Kendati Taehyung menutupi dirinya dengan selimut usang hadiah pemberian, masih ada secuil perasaan tak enak mengendap di sudut kepala; menurunkan suhu sekitar yang semula terlampau dingin.

Pukul 3.47, ketika pintu apartemennya menimbulkan derit malu-malu. Jika Taehyung adalah seekor rubah, mungkin dua cuping telinganya kini terangkat penuh kuriositi pun amarah.

Terlebih dengan hadirnya sosok Jeon Jeongguk yang terlihat bisa tumbang sewaktu-waktu.

Taehyung tak berkata apa pun, tak berkomentar sedikit pun. Selimutnya ia tanggalkan, sementara kaki jenjangnya yang tanpa alas berlari ringan menghilang ke mulut dapur. Saat ia tiba di ruang tengah, Jeongguk sudah mengokupasi spasi yang semula ia tinggalkan.

"Maaf," cicitnya. Jeongguk terlihat menyembunyikan sebongkah kenyataan. Ia bergeser saat Taehyung meletakkan sebaskom air hangat dan handuk bersih. "Tae, tidurlah—"

"Diam."

Taehyung memotong dengan nada final, melarikan diri dari tatapan Jeongguk yang saat itu mengandung seribu pertanyaan. Well, ini bukan yang pertama kalinya Taehyung menyambut Jeongguk pulang kelewat terlambat, pun dengan penampilan seperti habis melakukan perjalanan Bumi - Mars - Bumi. Namun jelas, ini kali pertama Taehyung bersikap tak hangat—kecewa bahkan. Sapuan handuknya lembut, namun Taehyung yakin Jeongguk menangkap tekanan lebih yang sengaja ia berikan di beberapa tempat.

"Yoongi melarangku memberitahumu." Jeongguk buka suara.

Dibuka dengan desahan kecil, Taehyung tersenyum masam. "As expected from Min Yoongi."

"I'm sorry, Tae—"

"Bukan kau yang salah."

"Taehyung, please—"

"Bukan salahmu, Jeongguk. Jika iya, maka aku pun salah dengan masih bertahan di tempat laknat itu dan membiarkan pria-pria hidung belang di sana menjadikanku objek masturbasi mereka."

Taehyung bangkit dari duduknya, membawa serta baskom yang isinya berangsur berganti warna. Ia suka merah; ia hanya tidak suka jika Jeongguk berlumuran warna tersebut waktu pulang ke rumah.

Untuk sejenak, spasi di antara keduanya hening.

Taehyung membiarkan bak cuci menelan seluruh bukti pekerjaan Jeongguk malam itu, membasuh sisa-sisa darah entah milik siapa—Jeongguk, atau korbannya—Taehyung sungguh tak peduli. Pikirannya melayang ke waktu pertama keduanya bertemu. Jika bukan karena Min Yoongi yang bersikeras mengajak Jeongguk ke bar tempatnya bekerja dan kebetulan mendapati dirinya tengah dilecehkan oleh seorang klien, maka mungkin kehidupannya sekarang masih di titik menyedihkan dan sendirian. Jeongguk adalah seorang pria yang selalu taat pada keinginannya. Dan keinginannya kala itu adalah mengenal Taehyung lebih jauh. Salah satu performer unggul di bar yang direkomendasikan kolega kerja Yoongi.

Satu cangkir cokelatnya kosong saat Taehyung membawa kakinya kembali ke ruang tengah.

Jeongguk masih setia menunggu di tempatnya semula. "Kemari," pintanya; nadanya sendu. "Is there any reminder that I need to erase?"

Taehyung menggeleng. Kakinya masih menancap dengan pasti di posisinya.

"Kemari, Tae, please."

[✓] Blank Marquee • KOOKVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang