Seusai upacara, jelas bersama ketiga sahabatnya, Amel langsung menyusul Ariel yang tengah berjalan menuju ruang kelasnya.
"Riel, Ariel! Tunggu!" Panggil Amel. "Ariel tunggu!" Amel berhasil mengejar dan langsung menarik pergelangan lengan Ariel untuk segera menatapnya.
"Lo ngehindarin gue? Lo gak mau ngomong sama gue?" Cecar Amel langsung saja.
Ariel melihat sekelilingnya. "Waktunya gak tepat, Mel."
Lala yang sudah tiba di dekat keduanya, mendorong kesal tubuh Ariel. "Maksud lo apa, main ngundurin diri gitu aja?!" Kesalnya. "Kenapa gak bilang gue? Lo anggep gue sebagai wakil lo gak, sih?!"
Dicecar seperti ini membuat Ariel hanya bisa menghela kasar nafasnya. "Gak di sini, ya. Gue bakal jelasin semuanya nanti."
"Sekarang!"
"Gak sekarang, La. Maafin gue." Hanya itu yang Ariel katakan sebelum benar-benar masuk ke dalam ruang kelasnya, mengabaikan panggilan Amel.
"Riel! Ariel, tunggu!"
~~~
Peta sudah duduk di bangkunya saat ini. Matanya bertemu pandang dengan Febi yang baru saja masuk ke dalam kelas. Saling pandang sejenak terjadi sebelum Febi terlebih dulu memutuskan kontak mata mereka, dan memilih pindah ke tempat duduk yang jauh dari Peta.
Tito jadi terpaksa pindah ke tempat duduk Febi sebelumnya karena Febi yang memaksanya. Ia tepuk pelan bahu Peta yang terlihat sangat lesu.
"Jangan lesu, Febi bakal maafin lo, kok."
"Gue yang salah sejak awal, To. Manfaatin kisahnya, manfaatin semuanya demi kepuasan gue pribadi. Namun, hasilnya?" Peta usap wajahnya kasar. "Bukan ini yang gue mau, To."
"Semua udah terlanjur terjadi, sekarang yang bisa kita lakuin adalah perbaiki semuanya. Gak ada kata terlambat buat perbaiki sebuah hubungan pertemanan."
"Thanks, To. Karena masih mau dukung gue. Padahal gue melibatkan kalian semua dalam masalah ini."
Tito tersenyum sambil menepuk kembali bahu Peta. "Gak perlu sungkan. 3 tahun bareng di klub majalah, lo bukan cuman sekadar ketua, tapi juga saudara."
Peta jadi terdiam, mendengarnya membuat semakin terluka. Kini rasa bersalahnya menjadi berlipat. Ia tidak hanya memanfaatkan semuanya untuk tujuan pribadinya, kini dia harus meninggalkan klub yang ia bangun. Meninggalkan seluruh anggota yang mendukung dan mempercayainya dengan sebuah hal yang sangat memalukan yang telah dilakukannya.
"Maafin gue, To..."
~~~
Terlihat sepertinya tak ada yang berubah di Joifuru. Namun, semenjak rilisnya JHS Magz edisi spesial yang benar-benar diluar dugaan itu, suasana sekolah jadi berbeda. Pengunduran diri Ariel jelas menjadi perbincangan hangat para murid dan memunculkan banyak spekulasi. Terlebih Erik tidak terlihat batang hidungnya di sekolah.
Suasana di ruang makan De Vier Vinci menjadi benar-benar hening. Hanya Sigit yang sesekali terlihat memperhatikan kedua sahabatnya. Febi terlihat sama sekali tidak bernafsu untuk makan, makan siangnya tak disentuh sama sekali. Sementara Zee, walaupun makan dengan lahap, pemuda itu hanya diam menghindari tatapan dengannya.
Sigit menghela nafasnya dan memperhatikan sekeliling kantin. Baik Peta maupun Ariel sama-sama makan seorang diri dan terlihat tak bernafsu. Pandangan mata Sigit kembali memperhatikan sekeliling, keempat gadis De Vier Angel belum terlihat. Dimanakah mereka?
Keempat gadis itu masih berada di dalam ruang kelas mereka. Mata Amel tertuju pada bangku Erik yang kosong. Walau tak menyukai segala sikap yang Erik lakukan pada dirinya dan ketiga sahabatnya, pikiran Amel mempertanyakan keberadaannya.

STAI LEGGENDO
A New Four
FanfictionKisah tentang anak-anak mereka 4 Cowo tampan yang menjadi Idola satu sekolah. Ditakuti namun dipuja. Tak ada yang tak menyukai mereka. Apakah termasuk keempat cewek yang mengaku membenci mereka? Inspired by Meteor Garden and Hormones the series