36 | Iris Biru

5.8K 660 52
                                    

Bagian Tiga Puluh Empat.

Lo itu gue ibaratin venus flytrap

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lo itu gue ibaratin venus flytrap. Gue kupu-kupu-nya. Gue yang udah terperangkap di ruang lo. Mana mungkin bisa keluar. Bahkan kemungkinan terburuknya adalah sang kupu-kupu itu mati. Karna satu kali kesalahan hinggap di daun lo. Ya, begitulah sekiranya gue. Yang nggak bisa keluar dari radar lo. Dan resikonya juga cuman satu, menanggung sakit hati.

Tapi over all bagi gue, lo itu versi lain venus flytrap yang paling membahagiakan!



🌛

"Mata lo indah ya." gumam gadis bermata hazel itu tatkala matanya bersibobrok dengan mata sebiru safir milik Vano. Ia secara refleks menyentuh kelopak mata Vano membuat Vano menutup matanya.

Setelah menjauhkan tangannya, barulah Vano kembali membuka matanya. Irisnya menatap begitu dalam mata hazel milik Dila. Mata hazel yang jernih membuat Vano bisa langsung melihat bayangannya lewat tatapan mereka.

"Dari awal gue penasaran, mata lo diwarisi gen siapa, Van? Bokap atau nyokap?"

Arah tatapan Vano mengarah pada bibir ranum gadis itu, Vano berucap pelan. "Nyokap." lirihnya.

Dila tampak mengangguk-angguk mengerti, membuat poni yang menutupi keningnya bergerak.

"Gue tebak, pasti nyokap lo cantik banget ya kan? Bener kan!" mata berbinar itu. Lagi-lagi Vano merasakan hatinya berdesir tiap kali mata hazel itu menatapnya dengan tatapan seperti itu. Sejujurnya, Vano lemah hanya karna tatapan memabukkan Dila. Seandainya saja Dila tahu.

"Iya, cantik. Sangat cantik." ujar Vano tak merubah arah tatapannya. Tetap menatap mata Dila yang kini tak lagi menatapnya. Gadis berponi itu tampak memperhatikan sekeliling.

"Ya iyalah, cantik! Orang anaknya aja modelan kayak lo. Ganteng cetar membahana! Pasti ya lahirnya dari orangtua yang ganteng sama cantik jugalah!" Dila begitu semangat membalas ucapan Vano. Tanpa tahu, maksud dari ucapan Vano barusan.

Faktanya, Vano mengatakan jika Dila yang cantik. Gadis bermata hazel yang lambat laun berhasil memasuki hatinya. Dan kini benar-benar berhasil memiliki hatinya. Vano sudah memastikannya. Lewat tatapan mereka beberapa detik yang lalu. Vano benar-benar merasakan itu. Desiran aneh kala mata hazel berbinar itu menyelami matanya. Kala matanya bercermin lewat mata hazel itu.

Vano akhirnya mengakuinya. Iya, dia mengaku kalah. Mengaku kalah bahwa pada akhirnya,

Vano jatuh cinta. Jatuh cinta pada gadis fanatik biologi didepannya ini.

"Dila?"

"Ya??"

"Gue tanya," Dila menaikkan kedua alisnya mendengar suara serius Vano. Dila kok merasa deg deg-an ya. "Apa alasan awal lo suka sama gue?"

Dila sesaat mengerutkan kening mendengar pertanyaan itu, ia mengedarkan pandangannya. Kini tatapannya tertuju pada bunga asoka yang tak jauh dari tempat mereka duduk. Di taman sekolah yang sepi. Karna sudah lewat jam pulang sekolah.

"Hm ..." Dila bergumam.

"Karna mata gue." Cowok itu berkata dengan nada datar. Membuat Dila spontan cengengesan ditempatnya.

Ia menyeletuk, "Sebenernya sih, iya." jawabnya malu-malu sambil menggaruk-garuk tengkuknya. "Tapi, bukan cuman itu kok!"

Vano lagi-lagi menatapnya dengan tatapan datar. "Karna gue ganteng, kaya, anti sosial, irit ngomong."

"Dan karna gue cowok pertama yang nolak lo." ucap Vano lagi-lagi dengan datar.

Membuat Dila diam-diam mengangguk. Lantas ketika baru sadar sesuatu, cewek itu langsung menggeleng cepat. "Iya. Eh, enggak! Maksudnya enggak bener!" Dila diam sebentar.

Sambil cengengesan lagi Dila menjawab. "Tapi nggak juga salah semua sih." ujarnya malu-malu. 

"Tapi, Van." balas Dila sambil mengayunkan kakinya bergantian. Gadis itu menikmati sekali saat-saat angin sore menerbangkan rambut panjangnya. Sambil menatap ke depan, Dila melanjutkan. "Sejujurnya, gue suka sama lo sejak pertama kita ketemu." ucap Dila membuat Vano tersentak sebentar.

"Lo masih inget?" batin Vano bertanya-tanya.

"Inget nggak, pertama kali lo nolongin gue di Gunung Rinjani waktu itu. Yang kaki gue terkilir. Terus, lo gendong gue sampai ke puncak." Dila tersenyum-senyum sendiri mengingat momen paling mengesankan di hidupnya itu. "Gue langsung suka sama lo detik itu juga! Percaya nggak love in first sight. Itu yang gue rasain waktu itu, Van." ucap Dila yang membuat Vano menatapnya lama.

"Ish! Kok lo diem aja sih!" Dila spontan menolehkan kepala menghadap Vano. Karna sejak tadi Dila berbicara, gadis itu terus menatap ke depan. Tak tahan juga ia bertatapan lama-lama dengan manusia sepesies Vano.

"Lo ilfil ya sama gue karna keliatannya gue murahan banget, ya. Nggak tahu malu juga ngomong ini sama elo. Tapi, yang gue omongin jujur--" ucapan Dila terpotong bersamaan dengan detak jantung Dila yang sontak berdegub kencang. Kala merasakan sentuhan manis di bibirnya untuk kali pertama. Dila mematung. Gadis itu membulatkan matanya.

Ini, seperti mimpi baginya.

Vano menciumnya.

Hanya sebatas menempelkan bibir mereka. Tapi, mampu membuat Dila benar-benar membeku ditempat layaknya manekin. Selang beberapa detik kemudian, barulah Vano melepaskan ciuman mereka. Ciuman biasa tanpa ada gairah didalamnya. Ciuman biasa yang pertama kali dirasakan oleh seorang Senja Adila.

Si mata biru safir itu kemudian menatap Dila. Lantas mengatakan kalimat-kalimat yang kembali membuat jantung Dila nyaris loncat dari tempatnya. Masih setengah percaya.

"Itu bukti nyata perasaan gue. Gue rasa, lo cukup ngerti. Mulai sekarang, lo udah masuk ke dunia gue. Siap nggak siap, gue nggak akan pernah ngelepasin lo, Senja Adila."

Dan bagi Dila, kalimat itu adalah pernyataan cinta paling manis yang pernah gadis itu dengar selama hidupnya.



🌛

Dan Vano akhirnya mengaku juga:*

Seneng ngeliat kalian bedua akur, hoo:')

Luvluv into the moon🌛

Wthlv,

Sherina🌛

GRAVITY [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang