The Opening Of Story

26 2 0
                                    

Asha terlihat berlarian di sepanjang koridor rumah sakit. Menghiraukan tatapan ketidaksukaan para pengunjung yang ada di sepanjang jalan tersebut, karena derap langkahnya. Tiga menit lalu, ketika tengah asik bergulat dengan lemari yang penuh pakaian tidak tersusun rapi. Berantakan. Ranty menelpon dengan sesegukan dan mengatakan bahwa sang pacar--Ryan, berada di rumah sakit.

Dengan perasaan yang tidak enak mengingat temannya di tempat yang keramat, ia langsung bergegas meninggalkan kos-kosannya yang sepi di siang bolong seperti ini.

Hingga ia berada di sini. Lima meter di hadapannya terlihat Ranty yang terduduk menatap ruang UGD khawatir. Di sebelahnya ada Via yang tengah menelpon.

"Udah keliatan kok, Vi."

Asha menoleh ke belakang ketika sayup-sayup mendengar suara yang familiar.

"Sha?" panggil orang itu seraya memutuskan panggilan telepon yang Asha yakini lawan bicaranya adalah Via. "Baru datang?" tanya Dino. Asha mengangguk seraya mengatur napasnya. "Nah." (Yuk).

Asha kembali mengangguk dan mengikuti langkah Dino yang mengarah mendekat pada posisi Ranty dan Via.

"Aa kato dokter?" tanya Dino ketika melihat Via berdiri menyadari kedatangannya. (Gimana kata dokter?)

Sementara Asha mendekati Ranty dan langsung memeluk gadis itu. Ia tahu betapa khawatir Ranty pada kekasihnya. Orang yang sejak semester satu mampu mencuri perhatiannya. Bahkan orang yang mampu membuatnya harus melepaskan ikatan pertemanan di antara mereka. Untung saja, hanya sementara, karena Asha mengerti akan perasaan seseorang yang tidak bisa di paksakan.

Lagian, jika boleh mengungkit masalalu, ia juga salah. Ketika Ranty bertanya serius akan perasaannya pada Ryan, ia malah menjawab bercanda dan pada akhirnya Ranty mengambil alih. Apa boleh buat, semuanya sudah terjadi dan rasa yang pernah dulu ada pun, telah hilang.

"Jangan nangis. Everything gonna be oke. Ryan akan baik-baik saja. Berdoa aja, semoga dokter bisa membantunya," bisik Asha yang diangguki Ranty dalam tangis.

Berulang kali Asha membisikkan kalimat-kalimat penenang untuk Ranty.

Tidak lama dokter keluar. Sialnya, pikiran negatif atau kekhawatiran yang juga merayap di sudut hati Asha bertolak belakang dengan kenyataan. Asha menghembus napas panjang dan menatap datar Ranty yang mengucapkan puji syukur sementara Dino dan Via malah berdecak.

Mereka pikir--maksudnya Asha juga begitu-- Ryan memang dalam keadaan yang benar-benar harus membutuhkan pertolongan, kritis, tapi ternyata tidak. Pemuda itu hanya lecet-lecet di beberapa bagian dan memang tadi sempat pingsan saat di bawa ke rumah sakit.

Asha masih mendengar Dino berceloteh kesal, mengingat betapa histerisnya Ranty menelpon mereka tadi. Bahkan Via pun berulang kali menghubunginya.

"Yee, mano Vi tau kalau Ryan cuman luko-luko saketek, ndak paralu di rawat. Via se datang, nyo alah di dalam," belanya pada Dino,"Noh, si Ranty manangih kayak Ryan luko parah se." (Yee, mana Vi tau kalau Ryan cuma luka-luka kecil tanpa perlu di rawat. Via datang dia udah di dalam. Lagian, Ranty menangis seperti Ryan luka parah saja.)

"Tu manga manelpon banyak kali ka wak?" tanya Dino berkacak pinggang. (Terus ngapain nelpon banyak kali ke aku?)

Asha hanya menghela napas mengingat kelaukan Ranty yang sekarang malah melenggang tanpa dosa masuk ke ruang UGD dan meninggalkan Via yang masih ribut bersama Dino. Sebenarnya, Asha juga ingin mengumpat. Menyumpah serapah temannya itu. Bukannya dia tidak bersyukur Ryan kenapa-napa, tapi seolah-olah luka yang di dapatkan Ryan tersebut benar-benar parah.

Auntumn Is GoneOù les histoires vivent. Découvrez maintenant