42. Efek Ditinggal

304 26 0
                                    

Bulan-bulan berikutnya Soraya jalani dengan sangat murung, bagaimana tidak? Apa yang dikatakan Selena semuanya benar, tidak ada lagi chat dari para atlet, bahkan parahnya foto kebersamaan para atlet dengan dirinya dihapus tak tersisa. Hanya Fajar saja yang masih setia bersamanya, itupun karena statusnya sebagai kakak. Jika tidak sudah dipastikan Fajar akan mengikuti jejak teman-temannya.

"Ya bengong mulu." Selena membuat Soraya tersadar dari lamunannya.

Dengan cepat Soraya langsung meraih buku dan melanjutkan tugasnya yang sempat terbengkalai, satu hal yang paling dia benci adalah saat seseorang hadir dalam kehidupannya dengan penuh suka cita lalu kini tiba-tiba pergi tanpa permisi.

"Bulan depan kita UN, apa lu mau terus-terusan kek gini?" tanya Selena, sepertinya dia mulai bosan dengan sikap Soraya yang seperti ini.

Beberapa bulan terakhir ini image ke somplakan Soraya hilang ditelan mantan, bahkan teman sekelasnya pun heran atas perubahan yang terjadi pada diri Soraya. Sangat berbeda dengan guru-guru yang merasa sangat bersyukur karena si biang kerok telah mendapat hidayah.

"Semua orang berhak berubah Sel, kalo mereka bisa berubah kenapa gue enggak? Kenapa dunia seakan gak adil ke gue? Apa salah gue?" tanya Soraya bertubi-tubi dengan emosionalnya, matanya selalu saja diisi air yang siap terjun bebas.

Soraya mengusap wajahnya kasar, dia kembali melanjutkan tugasnya yang tinggal satu nomer itu. "Lu bukan Aya yang gue kenal, come on girl! Gue lebih suka lu yang dulu." untuk kesekian kalinya Selena berusaha membuat Soraya mengerti.

"Udahlah Sel, biarin gue kek gini. Kalo gue balik kek dulu, itu sama aja ngingetin gue ke mereka. Gue cape nginget itu terus." Soraya langsung membereskan bukunya dan masuk ke dalam kamar.

Selena hanya menggeleng saja setiap melihat Soraya seperti itu, dia sangat mengerti bagaimana terpukulnya Soraya, tetapi disisi lain dia sangat menyayangkan keputusan sepihak yang diambil oleh Fajar dan teman-temannya.

"Ada dua wanita yang paling gue ingin lindungi, pertama ibu dan kedua elu."

"Gue kangen sama lu dek."

"Selama ada elu sama Rian, gue kagak ngerasa jomblo."

Soraya menutup telinganya rapat-rapat, dia sangat membenci semua omongan para atlet yang terus menerus mengusik pikirannya. Air matanya kini telah berderai, "Gue benci sama lu semua! Gue cape kalo harus pura-pura bahagia di depan semua orang! Gue benci hidup." teriak Soraya sambil melempar apapun yang ada didekatnya.

Hatinya semakin kalut saat mengingat kebersamaannya dengan para atlet, Soraya pikir kebersamaannya itu akan terus berlangsung. Dia bahkan sudah sedikit melupakan masa kecilnya yang kelam itu saat mereka hadir, tapi kenyataannya semua itu malah semakin menambah pilunya.

"Apa salah gue? Gue udah ngelakuin apapun, gue rela mati demi mereka, apa, kenapa semua jadi kek gini?" racau Soraya semakin tidak jelas.

Ditengah isak tangisnya, Soraya melihat kearah cermin. Disana tampak dirinya dengan wajah kusut dan rambut acak-acakan, miris. Sebuah pemikiran terlintas begitu saja, dilemparnya vas bunga kearah cermin hingga pecahan kaca berserakan dimana-mana.

"Kalo a Fajar aja ngikutin jejak mereka buat ngejauhin gue, kenapa gue masih hidup? Gue udah gak punya siapa-siapa." kata Soraya sambil terkekeh memprihatinkan, sedari tadi tangannya meremas pecahan kaca hingga darah menetes tanpa terasa.

Pintu kamar terbuka secara paksa, disana terlihat Selena yang tengah panik melihat keadaan sahabatnya. "Astagfirullah Aya, lu kenapa?" tanyanya sambil menjauhkan Soraya dari serpihan kaca. "Itu tangan lu ya Allah, lepasin Ya!" titah Selena tegas.

Dalam kondisi lemas Soraya menuruti perkataan sahabatnya, dia sempat hilang akal beberapa saat. Jika saja Selena telat datang sedikit saja, sudah dipastikan hal gila menguasai Soraya.

Tanpa banyak bicara Selena langsung memeluk sahabatnya, dia tidak tega melihat Soraya yang semakin kacau. Untung saja keputusannya untuk meninggalkan Soraya tidak terlaksana, jika itu terjadi entah apa yang terjadi kepada sahabatnya.

"Gue cape Sel." kata Soraya setelah mengurai pelukan, ditatapnya tangan yang penuh sayatan itu. "Ini gak sebanding sama hati gue." lanjutnya sambil terkekeh pelan.

"Ya liat gue." Selena memegang kedua bahu Soraya, "Apapun yang lu rasain sekarang jangan sampe ngebuat lu gila, gue tau apa yang lu rasain, gue turut prihatin sama keadaan lu. Jangan pernah ngerasa lu sendiri, ada gue yang selalu sabar ngehadapin lu yang kek gini." lanjutnya.

Soraya tidak dapat mengatakan apapun, dirinya terlarut dalam kesedihan yang terus memuncak. "Gue udah coba ngehubungin aa, kak Jo, mas Jom, minions, kak Ginting, kak Mel, tapi semuanya mental. Gue rasa mereka lagi sibuk buat pertandingan Ya, coba positif thinking." kata Selena berusaha menenangkan.

"Gue juga pernah komunikasi sama mereka dalam keadaan sibuk Sel." balas Soraya yang mulai merasa ngilu ditangannya.

Selena menghela nafas, "Oke, gue rasa ada beberapa hal yang mereka sembunyiin dari lu Ya. Tapi gue yakin semua itu mereka lakuin demi lu, mereka cuma mau ngejaga keselamatan lu."

"Dengan ninggalin gue?" potong Soraya cepat sedangkan Selena langsung bungkam seketika. "Apapun yang mereka lakuin emang hak mereka, tapi gue juga punya hak untuk tau alasannya. Gue bukan paranormal yang bisa tau apapun meskipun mereka gak ngomong apa-apa, gue cuma manusia biasa Sel, gue cuma remaja yang masih labil."

Selena mengambil kotak P3K dan juga sebaskom air dengan kain, tanpa banyak bicara dia membersihkan luka Soraya yang terus meneteskan darah. Walaupun Selena sangat anti jika berhubungan dengan darah, tetapi demi Soraya dia akan melakukan apapun. Setelah tangannya sudah diperban dengan sempurna, Selena menatap sahabatnya dalam.

"Sampe kapan lu bakal kek gini?" tanya Selena yang hanya dibalas dengan keheningan. "Jangan pernah ngerasa lu itu orang yang paling tersakiti, sejatinya orang datang untuk meninggalkan. Lu masih beruntung karena gue akan selalu ada di samping lu, terus gimana sama mereka yang hidupnya lebih memprihatinkan dari lu? Mereka udah ngerasa kehilangan, mereka gak punya apa-apa, hidup mereka terlantung-lantung, tapi mereka masih hidup. Kenapa? Satu-satunya alasan mereka bertahan itu untuk sebuah harapan. Mereka percaya suatu saat nanti bisa jadi orang yang lebih baik. Apa lu gak malu Ya? Lu masih punya aa yang pasti bakal balik, lu masih punya semua dibandingkan mereka yang kurang beruntung." Selena berbicara panjang lebar berharap sahabatnya mulai mengerti.

Jujur Soraya merasa tertampar atas pemaparan sahabatnya, dia merasa sangat lebay dan tidak tahu malu. Ditimpa sedikit kesulitan saja langsung membuatnya hilang akal  padahal Tuhan tidak akan memberikan kesulitan diluar kemampuan hambanya.

"Sorry." hanya satu kata yang mampu keluar dari mulut Soraya.

Selena hanya tersenyum, setidaknya sahabatnya itu dapat sedikit lebih tenang. "Sekarang apa yang bakal lu lakuin?" tanyanya.

"Pertama tidur, kedua makan, ketiga tidur." jawab Soraya mantap.

Selena menaikan sebelah alisnya, "Terus itu siapa yang beresin?" tanyanya saat melihat pecahan kaca yang berserakan.

Soraya tersenyum miring, "Elu." katanya membuat Selena langsung naik pitam seketika.

°°°
Hola gaes.
Kasih inspirasi dong part selanjutnya harus apa:(

Jangan lupa tinggalkan jejak dengan vote dan komen ya😚

TFR💕

Dibalik Bulu Angsa [✓]Where stories live. Discover now