Gift of a Friend

3.9K 332 35
                                    

Gift of a Friend

Sore itu, Irene dan Licia bertemu lagi di restoran yang sama. Restoran itu ternyata milik teman dekat Licia. Namun, ketika Irene baru tiba, Licia tiba-tiba berdiri dan memeluk Irene, untuk berbisik,

"Kita hanya akan mengobrol tentang hal-hal selain perusahaan kali ini. Masalah yang lain, nanti kau cek di tasmu."

Lalu Irene merasakan seseorang mengambil alih tasnya. Saat Licia melepaskan pelukannya, Irene melihat Jason yang sudah duduk memangku tasnya. Itu pemandangan yang lucu sebenarnya, tapi Irene tak berkomentar apa pun dan menyambar tasnya dari Jason sebelum duduk.

"Selama kau pulang, apa kau sudah jalan-jalan di kota ini?" tanya Licia.

Irene menggeleng.

"Kita bisa jalan-jalan ke perkebunan tehku. Luke sudah memperbaikinya dan tempatnya jadi lebih bagus lagi. Pemandangannya benar-benar indah di sana. Ah, Luke juga membangun resort-nya di sana," cerita Licia.

"Aku tentu akan senang sekali jika bisa pergi ke sana. Sejak aku pulang kemari, aku tidak pergi ke mana pun. Untung kau pulang ke sini," ucap Irene.

Licia tersenyum. "Kau harus main ke rumahku lagi. Kita bisa berkuda di peternakan, atau ke rumah kaca. Kau bisa mengambil mawar putih sesukamu. Luke menanam mawar putih di rumah kaca."

Irene menatap Luke dan tersenyum. "Suamimu orang yang romantis, sepertinya."

"Aku sangat romantis, sebenarnya," Luke menekankan. "Oh, jika kita ke peternakan, Licia tidak akan bisa berkuda. Dia sedang hamil."

Irene terbelalak, lalu berseru senang, "Wow, selamat Licia!"

Licia tersenyum lebar.

"Wow," gumam Irene, menatap Licia takjub. "Kau hamil, wow."

"Itu karena dia sudah menikah. Apa istimewanya jika dia hamil?" celetuk Jason di sebelah Irene, membuat Irene dan Licia menatapnya galak.

"Oke, oke, terserah kalian," Jason mengalah.

"Ketika aku melihatmu lagi, rasanya baru kemarin kita lulus SMA. Dan sekarang, kau sudah akan menggendong bayi," ucap Irene haru.

"Kalian sudah lulus SMA sejak bertahun-tahun lalu," Jason menyahut.

Irene melemparkan tatapan tajam pada pria itu.

"Jika kau bosan, kau bisa bermain di luar," Irene berkomentar.

"Kau mau bermain denganku?" tanya pria itu dengan gilanya.

"Tidak," tolak Irene tegas.

"Kalau begitu, aku juga tidak," balas Jason enteng.

Astaga, pria ini ....

"Dia bisa sangat kekanakan dan menyebalkan, kadang-kadang," Licia mengadu.

"Oh, sama-sama, Licia," Jason masih bisa membalas, membuat Licia mendesis kesal.

Lalu setelahnya, mereka hanya mengobrol tentang keseharian mereka. Irene menceritakan tentang kehidupannya di Amerika. Pesta-pestanya, tempat-tempat favoritnya.

"Sebulan ada tiga puluh hari dan kau berpesta lebih dari tiga puluh kali dalam sebulan," celetuk Jason di tengah cerita Irene.

"Yeah. Karena di bulan tertentu ada tiga puluh satu hari," jawab Irene.

Jason tersenyum geli dan Irene memalingkan wajah, menolak melihat senyum pria itu. Pria itu punya senyum yang menyebalkan.

***

A Deal With Mr. Playboy (Dark Marriage Series #2) (End)Where stories live. Discover now