Chapter 12 : Sebuah Tragedi

50 2 3
                                    

Setelah kemenangan di Pantellaria, Kosovo. Sultan Murad I melakukan inspeksi medan perang dengan berkeliling ditengah-tengah korban perang kaum muslim dan mendoakan mereka.

Kemenangan besar diraih Turki Usmani dalam Pertempuran Kosovo yang terjadi pada 15 Juni 1389 itu. 

Dinasti Utsmaniyah pimpinan Sultan Murad I memenangkan perang melawan pasukan koalisi yang berkekuatan 60.000 tentara gabungan dari beberapa kerajaan Kristen yang terdapat di kawasan Balkan.

Sang sultan memang tidak terlibat langsung dalam peperangan itu. Namun, ia selalu memantau perkembangannya melalui laporan para jenderalnya. Ketika sudah dipastikan bahwa musuh telah kalah dan menyerah, Sultan Murad I segera menuju area pertempuran keesokan harinya.

Kendati menang, korban jiwa dari pihak Utsmaniyah tidak kalah banyak dengan jumlah tentara salib yang tewas. 

Mayat-mayat bergelimpangan di medan perang yang berlokasi di tanah lapang yang luas berjarak sekitar 5 kilometer di sebelah barat Prishtina, ibukota Kosovo.

Sultan Murad I punya julukan terkenal, Hudavendigar. Istilah ini berasal dari bahasa Persia, "Khodavandgar", atau yang berarti "orang yang disayang Tuhan". 

Hudavendigar dilahirkan di Sogut atau Bursa, salah satu kota di wilayah yang saat ini menjadi negara Turki, pada 29 Juni 1326.

Murad adalah putra Urkhan Ghazi atau yang bergelar Sultan Orhan I. Uniknya, ia lahir dari perkawinan Sultan Orhan I dengan Nilufer Hatun, putri seorang pangeran dari Bizantium atau Kekaisaran Romawi Timur, yang tidak lain adalah salah satu seteru terbesar Kesultanan Utsmaniyah dalam Perang Salib.

Menggantikan sang ayah yang wafat tahun 1362, Murad dinobatkan menjadi sultan ke-3 sejak Dinasti Utsmaniyah dideklarasikan sebagai kesultanan pada 1299. 

Sultan Murad I alias Hudavendigar dikenal sebagai sosok yang jenius, piawai meracik taktik, sekaligus seorang pemimpin yang konsisten menyebarkan dakwah Islam di wilayah-wilayah taklukan kerajaannya.

Ketika Sultan Murad I sedang berkeliling medan perang untuk mendoakan para prajuritnya yang gugur, mayat seorang tentara Serbia tiba-tiba bangkit. Rupanya, ia pura-pura mati. Prajurit musuh tersebut menyerah dan menyatakan ingin masuk Islam.

Terjadilah peristiwa tragis itu tanpa bisa dicegah karena berlangsung sangat cepat. Saat bersimpuh di hadapan sultan yang berjarak sangat dekat, prajurit musuh itu secepat kilat mencabut pisau beracun dan menusukkannya ke perut Murad I.

Sesaat setelah pisau beracun menusuk perutnya, Hudavendigar atau Sultan Murad I sempat mengucapkan pesan-pesan terakhirnya:

"Kini, perjalananku telah mendekati akhir dan aku melihat di depan mata kemenangan tentara Islam. Janganlah kalian menyiksa para tawanan dan jangan pula kalian sakiti mereka, janganlah kalian perlakukan mereka dengan cara yang tidak baik. Aku tinggalkan kalian dan tentaraku yang menang untuk menuju rahmat Allah. Dia-lah yang akan menjaga negara kita."

Usai berucap kata-kata terakhir itu, Sultan Murad I menghembuskan nafas penghabisan, tepat pada 15 Juni 1389.


You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 20, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

SINGA TIMUR TENGAHWhere stories live. Discover now