Near Göreme (3)

35 13 5
                                    

George mengibaskan ke dua tangannya menyapu butir-butir air yang telah membasahi sekujur tubuhnya.

"Dasar wanita gila," bisik George. Lalu ia membuka daun pintu mobil dan mengempaskan tubuhnya di jok.

Tak lama mobil sedan mentalik itu melaju cepat. Meninggalkan kawasan bar.

"Sial, aku terlambat lagi bisa kena damprat si Meltin," desah George sambil memukul setir.

Sesampai di apartemenya ia hanya sekedar mengganti baju dengan yang kering, namun tiba-tiba dari arah belakang melayang sebuah benda ke arah pundaknya tepat memukul bagian bahunya hingga ia pingsan.

Beberapa jam kemudian George sudah berada di sebuah ruangan tampaknya seperti gudang di kanan- kiri penuh degan barang-barang yang telah berdebu. Kondisi pemuda itu terikat matanya tertutup oleh sebuah kain hitam. Sedangkan kedua tangannya terikat ke belakang kursi begitupun dengan kedua kakinya merapat terikat menyatu dengan kursi.

"Buka, penutup kepalanya!" perintah pria berkepala plontos.

Tak lama terbukalah ikatan penutup mata, George mengerjap-ngerjap pandangannya kabur lama-lama menjadi jelas. Ia menyapu pandangan disekelilingnya tampak gelap hanya ada bias sinar masuk dari atas atap kaca.

Tak lama perlahan muncul beberapa laki berbadan besar tegap menghampirinya.

"Siapa kalian, mengapa menangkapku?" teriak George sambil menarik-narik pergelangan tangannya yang terikat.

"Helo, George," sapa pria plontos perlahan mendekati George hingga tampak jels wajahnya.

"Meltin, apa maksud semua ini?" tanya George wajahnya tampak bingung.

"Untuk seorang penghianat, macam kau, tidak ada kata lain selain...," ucap Meltin sambil mengerakan jari telunjuknya melintang dekat leher.

"Sungguh Meltin aku tidak membocorkan semua gerakan kita, mohon jangan bunuh aku," Terdengar suara George memilu.

Tepat di belakang George tukang pukul berbadan besar telah siap mengeksekusi ajalnya. Hanya tinggal menunggu perintah.

"Aku sudah peringatkan, jangan main api dengan gadis itu, dia telah membongkar identitas kita."

Meltin perlahan menyurukkan punggungnya hingga kedua wajah mereka saling berhadapan.

" Pemerintah mencurigai gerak-gerik kita sebagai pemberontak," tukas Meltin.

Krekk.

Tak lama terdengar suara tulang patah.

(300 kata)

Full Story In Cappadocia (RAWS FESTIVAL 2019 / PROSES REVISI)Where stories live. Discover now