Bab 2

22K 2.1K 29
                                    

Waktu menunjukkan pukul 10.20 dan Sakina masih dalam perjalanan menuju kafe. Ia sebenarnya sudah rapi sejak sebelum jam 10.00, tapi ia sengaja datang terlambat. Sakina tidak mau terlihat bersemangat atau terkesan berlebihan. Jadi, ia merasa perlu datang terakhir. Biarkan Erzha yang menunggunya. Untungnya, kafe tempat mereka bertemu masih satu kawasan dengan apartemen Sakina, sehingga wanita itu hanya perlu berjalan kaki saja.

Sampai di kafe, Sakina tidak merasa sulit untuk menemukan keberadaan Erzha. Pria itu tampak menonjol dengan kaus merah cerah. Dari kejauhan saja, Sakina merasa Erzha sukses menjadi pusat perhatian. Terbukti beberapa pengunjung wanita tampak mencuri-curi pandang ke arah pria itu.

Sakina berjalan pelan, berusaha bersikap sewajarnya demi menghilangkan rasa gugup. Sedangkan Erzha tampak sibuk dengan ponselnya, tidak menyadari kalau Sakina mulai mendekat. Wangi maskulin langsung tercium dan semakin terasa saat Sakina sudah ada di hadapan Erzha.

"Sori telat. Udah nunggu lama ya, Mas?" ucap Sakina seraya berpura-pura merasa bersalah atas keterlambatan ini.

"Oh, kamu udah datang," balas Erzha sambil meletakkan ponselnya di meja. "Kamu juga nggak usah minta maaf, ya. Harusnya aku yang minta maaf karena udah ganggu akhir pekan kamu," lanjutnya.

Sakina hanya tersenyum. Berhadapan dengan Erzha seperti ini malah membuatnya tidak tahu harus melakukan apa. Padahal ia benar-benar penasaran kenapa pria itu mengajaknya bertemu di sini.

"Kamu mau berdiri aja?" Suara Erzha membuat Sakina refleks mengambil posisi duduk di kursi tepat di hadapan Erzha.

"Jangan salah tingkah, Kina!" batin Sakina, ingin mengutuk diri sendiri.

"Jadi ada apa?" tanya Sakina kemudian, berusaha tidak gugup.

"Sebelumnya mau pesan apa?" Erzha menyodorkan buku menu. "Kamu lagi nggak buru-buru, kan?"

Sebenarnya Sakina memang tidak sedang buru-buru. Namun, jika dihadapkan dengan situasi seperti ini, rasanya ia ingin buru-buru pergi. Jika orang lain akan merasa senang saat bertemu cinta pertamanya, lain halnya dengan Sakina yang justru merasa tak karuan. Rasanya canggung. Terlebih Erzha sudah punya anak dan istri, jelas membuat Sakina merasa tak nyaman berduaan seperti ini.

Sakina pun menunjuk minuman yang diinginkan. "Minum aja cukup," ucapnya.

"Oh, oke," balas Erzha. Setelah memesan minuman, mereka sempat diam selama beberapa saat sampai pelayan membawakan pesanan mereka. Canggung sekali.

"Anaknya nggak ikut, Mas?" Sakina hanya ingin berbasa-basi demi mengusir kecanggungan, tapi entah kenapa ia merasa pertanyaannya cenderung janggal.

"Iya, dia nggak ikut, lagi les piano," jawab Erzha santai.

"Oh ya, kenapa Mas Erzha ngajak ketemu aku di sini?"

"Aku to the point aja ya, Sakina ... sepertinya kamu buru-buru," kata Erzha. "Kamu ingat lipstik yang kemarin?" tanyanya kemudian.

What? Sungguh, Sakina tidak menyangka hal seperti itulah yang akan dibahas. Sakina pun mengangguk. "Oh, itu ... iya, sebenarnya itu bukan punyaku. Kemarin juga mau bilang, tapi keburu anak Mas-nya manggil-manggil. Jadi nggak sempat, memangnya kenapa, Mas?"

"Oh, jadi beneran itu bukan milik kamu?" Erzha memastikan.

Sakina mengangguk. "Sebenarnya ada apa?"

"Kemarin pas mau pulang ada wanita yang nyamperin aku, dan bilang kalau aku ngambil lipstik miliknya yang jatuh. Hmm, kamu ingat wanita yang nyaris nabrak kita pas kita lagi ngobrol?"

Sakina tampak berpikir sejenak, berusaha mengingat-ingat. "Ah iya. Aku ingat, Mas. Jadi itu lipstik punya dia?"

Kali ini Erzha yang mengangguk. "Iya, dia minta balikin."

Oh Duda...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang