Bab 5

18.3K 1.9K 17
                                    

Sebelum baca part ini, silakan cek part sebelumnya. Saya update 2 part...

***

Sakina sedari tadi sibuk dengan layar laptopnya. Setelah meng-update ceritanya di Wattpad, kini fokusnya beralih pada situs web terpercaya yang menyajikan lowongan pekerjaan. Sepertinya satu bulan cukup, kini ia harus mencari kesibukan selain makan, tidur dan menulis cerita bersambung di Wattpad.

Sejak pulang ke apartemennya tadi sore, Sakina tidak menemukan ponselnya di mana-mana. Ia mencoba mengingat-ingat kapan terakhir menggunakannya. Sakina merasa saat di rumah makan mamanya sibuk membantu karena ramainya pengunjung. Ia bahkan sama sekali tidak ingat dengan ponselnya. Akhirnya, ia memutuskan untuk mengirimkan pesan pada sang mama menggunakan WhatsApp Web di laptopnya. Sakina sangat berharap ponselnya ketinggalan di sana dan saat ini berada di tangan Nita.

Belum sempat mengirim pesan, tiba-tiba terdengar suara bel berbunyi. Diliriknya jam yang menunjukkan pukul 19.53. Tanpa diberi tahu pun Sakina sudah bisa menebak siapa yang datang. Fifi.

"Fifi, ngapain malam-malam ke-" Sakina spontan menghentikan ucapannya saat melihat siapa yang sebenarnya datang. Bukan Fifi, melainkan Alfian si pria bajingan itu. Sontak Sakina langsung menutup kembali pintunya, sialnya kaki Alfian berhasil menahan sehingga pintu kembali terbuka.

"Ngapain kamu ke sini?!" bentak Sakina.

Alfian langsung merangsek masuk lalu menutup pintunya. "Kita harus bicara, Sakina!" ucapnya tajam. "Aku ke sini karena kamu memblokir nomor ponsel aku, ditambah lagi ... saat aku telepon kamu pakai nomor lain, kamu nggak mau angkat teleponnya. Padahal aku telepon kamu berkali-kali. Mau kamu apa, sih?"

Perasaan Sakina jadi tidak enak. Kalau ponselnya ketinggalan di rumah makan mamanya, pasti mamanya akan mengangkat telepon saat ponselnya berdering terus-menerus. Jadi, di mana ponsel Sakina sebenarnya? Tidak mungkin ketinggalan di mobil Erzha, kan? Tadi Sakina memang sangat buru-buru saat turun dari mobil Erzha. Tapi sungguh, ia tidak mau itu terjadi. Sudah cukup ia berurusan dengan suami orang tersebut.

"Sakina! Jawab!" Alfian setengah berteriak. Membuat Sakina makin menyadari betapa salah langkahnya dulu sempat menyukai pria bertopeng baik ini. Sungguh, karakter asli Alfian benar-benar tidak layak dijadikan teman, apalagi teman hidup.

"Memangnya apa yang perlu dibicarakan?! Semuanya udah berakhir tanpa ada kekacauan," balas Sakina. Melihat wajah Alfian, rasa sakit itu kembali datang. Ia sempat mencintai Alfian, sangat. Namun, melihat wajah pria itu sekarang, rasanya menyakitkan dan menjijikkan dalam waktu yang bersamaan. Sakina menyesal sudah pernah menjalin hubungan dengan pria itu.

"Aku udah pergi dari sana. Aku mengalah, kamu masih belum puas juga?" ucap Sakina lagi.

"Sintya bilang, dia sempat bertemu kamu di mal. Kamu punya rencana apa, hah?!" bentak Alfian.

"Kamu sinting? Aku nggak mau buang-buang energi buat ngurusin pria bajingan kayak kamu!"

"Dari kemarin aku bertanya-tanya, kenapa Sintya kayak bete banget sama aku. Aku pikir alasannya karena kamu ngomong sesuatu sama dia. Sebenarnya apa yang kamu omongin sama calon istriku, hah?!"

"Sumpah ya, aku nggak ngomong apa-apa. Kamu tanya sendiri sama dia kalau masih nggak percaya!"

Menurut Sakina, Alfian memang pria berengsek. Bisa-bisanya pria itu menuduh Sakina setelah apa yang dilakukannya selama ini. Lagipula, untuk apa Sakina repot-repot menjelaskan sesuatu yang ingin dipendamnya, terlebih pada Sintya.

Saat itu, Sakina bisa saja tetap bertahan bekerja meskipun harus menelan kenyataan yang sangat pahit. Ia hanya cukup diam. Namun, wanita itu lebih memilih resign. Ia malu pada dirinya sendiri, bisa-bisanya menjadi selingkuhan Alfian. Bukan, Sakina bukan wanita jahat yang bermaksud merebut kekasih orang karena ia sama sekali tidak tahu kalau Alfian dan Sintya adalah sepasang kekasih. Dalam kata lain, Sakina juga korban, tapi tetap saja Sakina muak berada di sana sehingga lebih memilih mengundurkan diri padahal ini bukanlah kesalahannya. Ini murni karena Alfian yang memang berengsek dan gila!

"Kamu ada rencana balas dendam, kan?" tanya Alfian.

"Kalau mau balas dendam, kenapa nggak dari sebulan yang lalu saat aku masih di sana? Lama-lama otak kamu makin nggak ada ya!"

"Terus kenapa sikap Sintya jadi beda setelah ketemu sama kamu? Sadar, Sakina ... kalau kamu balas dendam dengan cara memisahkan aku sama Sintya, kamu pikir aku mau balik sama kamu, begitu?"

Ya Tuhan, Sakina tidak menyangka Alfian bisa berkata seperti itu. Sumpah demi apa pun Sakina tidak seperti yang Alfian pikirkan. Jangankan kembali menjadi kekasih Alfian, bahkan berteman atau sekadar kenal pun Sakina tidak mau. Selama ini Sakina berharap dengan tidak lagi bekerja di tempat yang sama dengan Alfian, ia tidak akan bertemu dengan pria itu lagi. Namun nyatanya, Alfian malah mendatangi apartemennya. Benar-benar menjengkelkan.

"Kenapa nanyanya sama aku? Aku bukan Sintya!" balas Sakina. "Satu lagi, aku nggak berharap sedikit pun buat balik sama pria berengsek kayak kamu!"

Alfian bergerak maju, membuat Sakina refleks mundur. Sakina terus mundur sampai kemudian punggungnya bersentuhan dengan tembok. Namun, Sakina bukan wanita yang akan tinggal diam. Begitu Alfian merapatkan tubuhnya, Sakina langsung melayangkan tangannya untuk menampar pipi pria itu. Tentu saja Alfian dengan sigap menahan tangan Sakina.

Sambil memegang tangan Sakina, Alfian mendekatkan wajahnya pada wajah Sakina. "Kamu akan menyesal kalau terjadi apa-apa dengan hubunganku sama Sintya," ancam Alfian.

Alih-alih menjawab, Sakina langsung menginjak kaki Alfian kuat-kuat, membuat pria itu meringis seraya bergerak mundur menjauh dari tubuh Sakina.

"Kalau gila jangan diborong semua dong! Aku bahkan nggak mau ada satu orang pun yang tahu tentang hubungan sialan itu," balas Sakina. "Please, sekarang pergi dan jangan pernah datang ke sini lagi," lanjutnya mengusir Alfian.

"Aku nggak mau ketemu kamu lagi. Di mana pun dan dengan alasan apa pun!" kata Sakina lagi. Ia kemudian berjalan ke arah pintu.

Saat membuka pintu untuk mempersilakan Alfian keluar dari apartemennya, Sakina melihat sesuatu yang sangat tidak terduga. Ya, ia sama sekali tidak pernah menduga Erzha sudah berdiri di depan pintu, tangannya sudah menyentuh bel seperti siap menekannya.

Berbagai pertanyaan muncul di benak Sakina. Dari mana Erzha tahu kalau ia tinggal di sini? Lalu, apa maksud kedatangan Erzha? Parahnya lagi, kenapa waktunya sangat tidak pas seperti ini? Sial, bahkan Alfian masih di dalam!

BERSAMBUNG...

Oh Duda...Where stories live. Discover now