Semu

4.4K 418 15
                                    

14
Semu

Cinta berkalang durja
Mati tertembak asa
Aku susuri jalanan gelap
Dan kau sudah membaur
Musnah ditelan asap
*

**

"Tolong aku ... siapa pun tolong aku," lirih Gwen di koridor. Tertunduk lemas tak berdaya. Kakinya melemah ambruk di lantai. Ia tersungkur seperti selembar kain tak beraturan. Tak ada yang melihat, hanya kesunyian. Tangisnya ia pekik hingga nyeri rasa dada. Air mata sudah membanjiri wajah. Rambutnya menutup sebagian kecantikannya yang padam oleh torehan poison dari sesama kaumnya. Pedih tak terkira. Hatinya remuk redam, jauh lebih pedih dibanding saat ia harus putus dengan kekasihnya dulu. Ternyata sebuah ancaman dari wanita mampu membunuh wanita lain.

"Tolong ... tolong ... kuatkan aku," lirih Gwen hampir tak terdengar siapa pun. Hanya angin laut yang menyusup ke ventilasi di lantai tiga ini. Petang memang sudah menyekap keramaian menggantinya dengan senyap.

"Gwen." Sebuah suara menyadarkan Gwen bahwa masih ada orang yang peduli padanya. Masih ada harapan untuk tetap bangkit dan berjuang. Masih ada sisa hati yang tak seharusnya luluh lantak. Masih ada benderang rembulan di keremangan malam.

"Kamu kenapa?" lirih suara itu mendekat. Kini bahkan tangan itu menyentuh bahu Gwen. Seseorang tersebut mendekat dan menekuk kakinya. Perlahan Gwen menarik wajahnya. Matanya menemukan sosok yang tak asing lagi. Wajah malaikat yang lembut, meski seringnya tatapannya sedingin kutub. Beryl Kentana, ada di depannya.

"Tolong aku," tangis Gwen kembali pecah. Beryl yang tak tahu apa masalahnya hanya bisa mengangguk dan membiarkan wajah Gwen terbenam di dadanya. Suara tangis gadis itu masih terdengar. Tapi Beryl tak sanggup melakukan apapun. Sesaat tangannya terangkat untuk memberi penguatan dengan mendekap gadis itu, tapi urung. Kedua tangan Beryl hanya tertahan di udara. Akhirnya hanya tepukan di punggung Gwen yang bisa Beryl berikan.

Perlahan Gwen bangkit dibantu Beryl. Dengan keadaan payah, Gwen dipapah Beryl. Meninggalkan koridor senyap. Untuk sebuah harapan.

***

"Apa yang terjadi?" Beryl bertanya setelah mendudukkan Gwen di resto. Secangkir cappucino telah terhidang di depannya. Aroma semerbak perlahan menelusuk penciuman Gwen. Memberikan ketenangan sedikit demi sedikit. Mengeringkan air mata yang sedari tadi membasahi wajah.

"Nggak apa-apa," Gwen menggeleng. Ia menarik napas dalam untuk mengembalikan perasaannya yang sempat kisruh. Menatap wajah malaikat di hadapannya. Mata tajam Beryl jelas menguliti wajah Gwen seluruhnya. Tatapannya yang dingin kini berubah sehangat cappucino itu. Ada gurat kekhawatiran menghiasi pandangannya. Ah, apa ini? Perhatian kah?

"Apa yang Kathrina sampaikan?" Beryl bertanya lagi.

Gwen menepis angannya barusan. Ternyata Beryl hanya ingin tahu apa yang disampaikan Kathrina bukan dalam artian benar-benar mengkhawatirkannya, Gwen pun sadar diri. Dia hanya karyawan, tak lebih.

"Dia tidak akan mundur dari pernikahan ini," Gwen mencoba tersenyum. Tampak Beryl mengembuskan napas kelegaan. Gwen menunduk, menyecap cappucino di cangkirnya.

"Kamu nggak apa-apa?" Beryl bertanya lagi, bahkan kali ini Beryl sampai menggenggam tangan kiri Gwen yang masih di atas meja. Entah Beryl sengaja atau itu sejenis naluri kekhawatiran.

"Aku baik-baik saja," Gwen menarik tangannya dari sentuhan bosnya itu.

"Tapi kenapa kamu menangis di koridor?" Beryl menarik tubuhnya ke sandaran kursi, membuang pandangan karena merasa genggaman tangannya di tolak Gwen.

After Broken HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang