Reason

4.1K 420 19
                                    

18
Reason


"Sayangnya, aku nggak akan pergi, mau seberapa sering kau mengusirku."
***

Beryl mondar-mandir di ruang IT Green Satin. Memastikan kalau testimoni hotel ini terus merangkak naik. Pengiriman foto-foto ballroom super mewah dan skenario pernikahan Kathrina mulai dipublish. Hasilnya di luar dugaan, Green Satin mendapat rating yang fantastis. Banyak yang penasaran, dan berakhir pada pemesanan kamar. Testimoni pengunjung juga seolah mendukung keadaan. Entah apa para pengunjung itu tahu Green Satin sedang dilanda badai hingga berbondong-bondong memberikan bintang lima, atau memang ada yang menggerakkan mereka sebelum chek out. Paling tidak, ada hiburan saat Beryl harus pusing karena ditinggal orang-orang terdekatnya.

"Ini ide gila Gwen, Pak," terang Joshua saat mereka sudah berdiri di balkon dan minum kopi bersama. Beryl sengaja mengundang Joshua karena merasa Joshua akan pantas menggantikan Anete sebagai sekretarisnya.

"Gwen?" Dahi Beryl mengeryit. Apa mungkin. Bukankah ia disibukkan oleh konsep pernikahan Kathrina.

"Dia bahkan meminta resepsionis untuk promo dan meminta para pelanggan memberikan testimoni di medsos maupun web."

Beryl mengangguk-angguk tak percaya. Bahkan, ia mengabaikan Gwen saat di rooftop. Jika semua ini kinerja Gwen, seharusnya Beryl memberikan apresiasi yang baik. Ia bahkan lebih sering mempermainkannya daripada memberikan hal-hal yang menyenangkan.

Beryl segera mengambil langkah seribu, mencari keberadaan Gwen. Tak sulit, sang Event Manager itu masih menata konsep privat party tamu VIP di rooftop menara dua.

"Gwen!" Beryl memanggil gadis itu sekali teriak. Sang gadis menoleh dengan senyum menawan di wajahnya. Ia mengenakan atasan hitam, dengan rok polkadot. Tangannya masih memegang papan alas menulis, ia pun melambai ringan ke arah Beryl. Seolah tak mempermasalahkan kejadian di Rooftop beberapa hari lalu.

"Thanks ya," lirih Beryl malu-malu. Diakui atau tidak, gadis ini sudah berjasa besar mengembalikan tanggapan publik soal hotel kecil dan kurang terkenal ini.

"Buat apa?" Gwen mengelak.

"Buat semua," Beryl melempar senyum memandangi wajah gadisnya itu. Gwen mengulum senyum mendengar jawaban Beryl.

"Kalau begitu traktir, dong! Kami sudah bekerja keras," pinta Gwen yang mengira ucapan terima kasih Beryl karena  ia dan timnya yang menyiapkan konsep terbaik untuk pernikahan Kathrina.

"Kami?" Beryl ragu saat Gwen menyebut kata ganti jamak untuk dirinya.

"Teman-teman, mau ditraktir Pak Beryl usai ini!" seru Gwen tanpa menunggu persetujuan Beryl terlebih dulu. Sorak sorai memenuhi rooftop sore itu. Beryl hanya bisa mengusap tengkuknya, tapi ia juga tak menolak.

Jimbaran selalu menyajikan temaram malam yang damai. Lampu-lampu gantung berjejer saling membantu menerangi malam yang indah ini. Beryl bersyukur karena tim event menghiburnya dengan tawa canda yang menggembirakan. Ia sempat mendengar beberapa lagu dinyanyikan. Melihat Gwen tersenyum dan tertawa. Gadis itu, ah. Belum juga Beryl berdamai dengan hati. Ia tak bisa sepenuhnya mengakui bahwa hatinya telah jatuh pada gadis biasa yang jauh dari standar sebelumnya. Yang ia kira tak akan menopang hidup kedepannya tapi nyatanya malah membuktikan kepiawaiannya dalam mengelola bisnis. Apa benar ia? Gwen Stefani, bagian yang ia cari selama ini. Lantas kenapa hatinya sulit sekali mengakui.

Beryl hanya takut, keluarga besarnya jelas tak mudah menerima orang baru. Ayahnya berusaha keras mencarikan seseorang yang mampu membantu Beryl mempertahankan posisinya. Sementara sang Ibu Tiri sudah siap mendepaknya kapan pun. Beryl tak akan dapat apa-apa jika tak menurut apa kata Ayahnya. Tapi, jika hanya mengelola Green Satin bersama Gwen dia sudah bahagia, apa perlu yang lain?

After Broken HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang