Bara

60 28 15
                                    

Aku meninggalkan semuanya begitu Kakak menelpon.
Papa masuk rumah sakit, katanya.
Papa!
Papaku!
Kumohon, jangan ada apa-apa.

Kutemui dia duduk di kursi kesayangannya.
Segelas teh kental manis panas di mejanya.
Sebuah buku di tangannya.
Berlaku seperti biasa saja.
Tersenyum seperti biasa saat melihatku.
"Sudah pulang, Tio?"

Aku tergagap, kupikir akan kutemui rumah kosong belaka.
Kukira tidak akan ada Papa di rumah.
"P-p-papa?"

Melupakan semuanya aku cuma bisa tergugu di pangkuannya.
"Aku kecewakan Papa."

Meluncur semua keluh kesah dan sumpah serapahku.
Pada keadaan mereka yang lahannya direnggut semena-mena.
Atas kampus yang tidak adil memberi hukuman.
Serta untuk pengkhianat dari masa lalu yang selama ini kuanggap sebagai abang.

"Mereka melucutiku, Pa.
Aku akan berjuang dan merebut kembali hakku!"

Kata Papa, "Kamu tidak kehilangan apa pun.
Kamu punya semua yang menyayangimu.
Tidak perlu kembali.
Langit begitu luas, kembangkan sayapmu selebar mungkin!"

"Pa! Yang mereka perbuat tidak adil!"

"Tio, anak-anak rajawali menjadi dewasa dengan berkelana.
Kamu perlu pergi melihat dunia yang lain.
Untuk mengerti yang adil dan tidak."

"Pa! Masih ada orang-orang yang menungguku!"

"Tio, kamu harus kuat sebelum berjuang untuk yang lain."

"Pa?"

"Persiapkan dirimu.
Brussels menunggumu."

"Brussels???
Papa!!!
Kenapa???
Tunggu!!!
Oke, aku tidak akan kembali, biarkan aku berjuang dari sini."

"Pa, di sini aku bisa menemani Papa.
Dan aku bisa bantu-bantu di bengkel!
Bahkan aku bisa bikin cabang baru di dekat pasar, di sana ramai sekali, Pa!
Pa, biarkan aku di sini!"

"Tio, kamu masih muda.
Jika bara di dadamu tersulut dan meledak,
maka bukan cuma dirimu yang terluka."

"Pergilah, Tio.
Bukan untuk lari.
Tapi untuk kembali suatu hari nanti."

"Tempat ini membutuhkan bukan sekedar usia muda.
Tapi juga yang matang dan tak mudah tersulut."

Keputusannya final.
Brussels.
Aku menenggelamkan kepalaku.

Brussels.
Maya.
Pengkhianat itu.
Pak Yono Si Korban.
Brussels?
Maya?
Maya.
Kemana angin membawaku?

Butterflies in My StomachWhere stories live. Discover now