PART 34 : KEBENCIAN PADA SANG AYAH

3.8K 279 12
                                    

Saat sampai di gerbang perbatasan antara istana dengan pemukiman warga, Ranie menoleh dengan rambut yang semakin lama, semakin panjang saja dan membuat siapapun terpesona karenanya.

Rambutnya ikut terhempas kebelakang, saat gadis manis itu menoleh dan itu membuat Hictor terdiam sambil terus menatap Ranie.

Ranie memasang tampang kesal, karena terus dibuntuti oleh Hictor. "Kenapa kau terus mengikutiku, sih?"

Hictor masih terbelalak terpesona, namun setelah itu ia menggelengkan kepalanya, guna mengurangi efek terpesona dari sang gadis.

"A-aku ... Aku ingin---"

"Jika kau tidak segera bicara, maka aku akan meninggalkanmu," potong Ranie yang mulai kesal, karena menunggu Hictor yang tidak selesai-selesai berbicara.

"Eh ... Aku ingin membantumu." Mendengar hal itu Ranie menatap bingung.

"Membantu?" tanya Ranie heran.

"Ah iya, biarkan aku membantumu," balas Hictor.

"Tidak perlu! Tidak perlu! Pergilah aku tidak butuh bantuanmu!" ujar Ranie, yang hendak berbalik.

"Eh tunggu!" Ucapan itu sontak membuat Ranie menoleh kembali kerahnya. "Ada apa lagi?"

"Aku ingin bekerja di istana."

"Hah?" kaget Ranie.

"Aku ini pengangguran, jadi alangkah baiknya jika aku bekerja di istana dan dengan begitu aku akan dapat bayaran, kan?" tanya Hictor. Dia sudah berpikir dulu, sebelum mengucapkan tadi. Oh ayolah dia hanya ingin bersama Ranie sebelum dia benar-benar tidak bebas berkeliaran.

Jika saja waktu bisa diulang, ia akan memilih untuk tidak menyuruh kedua bawahannya itu untuk merebut kerajaan Annora, dengan begitu dirinya akan bisa bertemu dengan Ranie kapan saja.

Walaupun Ranie selalu memasang wajah garang padanya, tapi entah kenapa, Ranie malah terlihat begitu mengemaskan dan itu membuatnya semakin jatuh, dan jatuh kedalam dasar cinta yang paling dalam. Kalau saja ia akan berada di diatas tebing yang paling tinggi, maka ia akan berteriak sangat kencang, kalau hatinya hanya ada Ranie seorang.

"Aku tidak yakin, kau itu pengangguran," ujar Ranie mengintrogasi Hictor.

"Memangnya kenapa?" tanya Hictor.

Ranie mengangkat kain yang berisi tebu miliknya. Mata gadis itu melirik sekilas tebu-tebu itu, kemudian menatap Hictor lagi. "Lalu uang untuk membeli tebu ini dari mana? Belum lagi kau kan pernah mentraktirku makan waktu dulu, lalu semua itu apa jika bukan uang? Batu?"

Tak dapat berkata-kata lagi. Kali ini ucapan Ranie membuat mulutnya terkunci seketika. Jika saja pria itu tidak dapat alasan yang bagus maka berduaan dengan Ranie hangus sudah.

"A ... Itu ...."

Ranie itu membuka mulutnya, karena Hictor yang kembali tidak sudah-sudah menyelesaikan ucapannya. Senyuman Ranie mengembang berbarengan dengan mulutnya yang terbuka.

"A ... Tidak dapat alasan lain, kan? Aku masuk dulu, sampai jumpa!" ujar Ranie yang kembali berbalik hendak meninggalkan Hictor.

"Ranie!" ucap Hictor. Membuat Ranie kembali berhentikan dan menoleh kearahnya dengan muka semalas mungkin. "Apa?"

"Ya aku memang punya uang, tapi itu uang gajiku yang terakhir. Dan kalau aku belum menemukan pekerjaan maka aku tak akan bisa makan." Wajah pria itu menatap sedih kearah Ranie.

Sontak saja, Ranie merutuki dirinya sendiri karena tidak bisa menolak Hictor dengan wajah memelas seperti itu. Oh sungguh dirinya sangat lemah dengan mata maut itu.

SIX PRINCE || Alexa Rawnie [COMPLETE]Where stories live. Discover now