[12] Duabelas : Malam

1.7K 80 1
                                    

12. Malam

"Sudah saya duga. Kamu lupa."

"Lupa? Lupa apa?" Tak sadar posisi tubuhku sudah menghadap Reza. Sedang pria itu tampak santai sekali seraya terus fokus menyetir.

"Kita pernah bertemu," jawabnya.

Aku terdiam, kaget.

"Ingat? Ketika ada seseorang datang ke rumahmu lalu kamu memberinya segelas kopi, kemudian merasa risi karena pria itu terus menatapmu."

Keningku semakin mengerut mendengar kalimat Reza. Tak lama pria itu melanjutkan.

"Itu sudah sangat lama. Jelas kamu pasti lupa. Tapi ... saya tidak. Kamu tahu orang itu adalah saya? Iya, saya orang yang sempat membuat kamu risih ketika saya datang untuk bertemu Pak Fikri lalu kamu berbaik hati menyuguhkan kopi. Maaf untuk waktu itu. Saya pernah menyukaimu sejak pertama kali melihat. Dan maaf juga, dulu saya pernah meminta kepada ayahmu, secara langsung saya ingin melamar kamu saat itu. Sayangnya ... ayahmu kemudian mengatakan bahwa saat itu kamu sudah memiliki pasangan. Saya lalu mundur. Tidak lagi mau mengganggumu."

"Ermmm ...?" Aku kikuk. Terpekur mendengar cerita Reza, kali pertamanya ia berbicara panjang dan itu membuat lidahku kelu, aku sama sekali tidak mengingat hal yang baru saja dijelaskannya.

"Tidak pa-pa. Sudah, jangan diingat-ingat. Sudah saya bilang itu sudah cukup lama. Mungkin satu tahun lebih."

"Begitu, ya ...." Aku benar-benar tidak tahu harus menanggapinya bagaimana. Jadi itukah alasannya? Karena Reza pernah menyukaiku?

"Mitha ...." Suara Reza seketika membuatku merinding.

"Ya?"

Reza menatapku. "Ini takdir, bukan? Saya sangat bahagia. Sungguh. Tapi acara pertunangan sebelumnya, saya menangkap keraguan pada diri kamu. Itu karenanya saya meminta waktu satu Minggu untuk kita saling mengenal."

"Hem ...." Aku mengangguk. Entahlah apa yang kujawab. Rasanya benar-benar kikuk sekali. Dekat dengan seseorang yang katanya pernah menyukaiku. Ya Tuhan, kupikir akan mudah untuk ke depannya, namun perihal perasaan akankah aku dapat membalasnya?

Reza hanya tersenyum. Ia tak berkata sesuatu lagi selain terus menatapku dengan sunggingan senyumnya yang manis. Semakin lama membuatku gugup. Aku membenarkan posisi tubuhku untuk tidak lagi ke arahnya.

Sampai akhirnya kemudian mobil berhenti di depan sebuah restoran. Kami akan menghabiskan waktu berdua di sana.

Ya. Berdua.


Bersambung ....

Luka [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang