Mitha menggerakkan kepalanya perlahan. Aneh. Tubuhnya terasa agak pegal. Begitupun lehernya lalu kepalanya yang mendadak terasa sedikit pusing.
Ketika matanya terbuka dan spontan menguap. Tubuhnya berbalik ke arah kanan, pada detik selanjutnya wanita itu terkejut. Reza tiba-tiba tidur di sampingnya. Kepala Mitha lalu menoleh lagi, Angel berada di samping kiri. Apa-apaan ini? Sejak kapan mereka berdua ada di dekatnya. Tidur bersama di satu ranjang? Bisa-bisanya ini terjadi padahal kalau saja ia tahu ia lebih baik tidur di sofa sendirian.
Saat matanya menurun melihat selimut yang menyelimuti tubuhnya. Ia lalu menyadari seperti ada yang janggal. Mengangkat sedikit selimut itu dan euh, benar saja, sial. Reza sialan! Tubuh Mitha sudah dibuat telanjang karenanya. Entah kenapa Mitha merasa tidak terima. Dia benci Reza, dan pria itu sudah bermain seenaknya!
Ia benar-benar tak bisa menahan emosinya di pagi hari. Meremas seprei sekuat tenaga semata melampiaskan gerutuan yang hanya bisa ia tahan. Ia lantas buru-buru bangun sembari bertahan untuk terus menyelimuti tubuhnya.
"Mitha ...."
Saat Mitha hendak berdiri, Reza justru terbangun. Pria itu memiliki telinga yang sensitif sekali! Mitha berdecak. Saat wanita itu menoleh ke belakang dan memberikan tatapan tajam, anehnya, Reza justru tersenyum.
"Selamat pagi. Maaf, ya," katanya dengan enteng.
Mitha menggertakkan kaki berulang kali ke lantai. "Kalau seperti ini, aku semakin ingin cepat-cepat berpisah! Jangan sekali-kali melakukannya atau aku akan semakin benci!"
Lagi, Reza yang masih di posisinya menarik senyum. "Selagi ada ikatan, kamu tidak bisa melarang, Sayang."
Entah kenapa Mitha justru muak mendengar kata 'sayang' terselip di kalimat pria itu. Napas Mitha naik turun tak beraturan. Pria di depan matanya ini seolah tak mempunyai dosa sama sekali. Tersenyum sok manis!
Mitha lalu berdiri dan berjalan tergesa-gesa menuju kamar mandi. Kedua tangan memegang selimut dengan erat dan berjalan dengan cepat.
Melihat itu, membuat Reza gemas sendiri.
****
"Kamu kenapa masih di sini? Maksudku ... kenapa belum berangkat kerja?" tanya Mitha saat keluar dari kamar dan menemui Reza yang tengah bermain bersama Angel di sofa.
Pria yang disodorkan pertanyaan lantas mendongak. "Hmmm. Sepertinya saya sangat malas hari ini," ujarnya lalu kembali pada Angel.
Mitha melotot. "Apa? Semakin hari, rasa-rasanya aku semakin nggak bisa nebak kamu. Kadang seperti ini, seperti itu, benar-benar menyebalkan! Sebenarnya siapa sih kamu ini?"
Reza terkekeh pelan. "Sedang pramenstruasi?"
"Ck!"
"Kamu tidak melihat kalender? Ini tanggal merah, Mitha."
"Merah?"
"Iyah."
"Ah ... terserah-terserah. Aku nggak peduli."
Reza tersenyum. Dia lalu tiba-tiba berdiri. "Oh iya saya mau mengatakan sesuatu. Saya ada beberapa tawaran rumah baru. Mitha. Kalau kamu mau, saya ingin mengajak kamu untuk melihat-lihat rumah. Saya pikir kita harus tinggal di sebuah rumah yang mewah, tinggal bersama, dan membesarkan Angel bersama-sama juga."
Mulut Mitha menganga. Ia baru saja dibuat tak mengerti dengan maksud kalimat Reza, lebih tepatnya pria itu bersikap seolah tak ada permasalahan dengan Mitha dan berucap dengan mudahnya.
"Are you nuts? Kamu ngomong gitu seolah-olah kita nggak punya masalah. Dasar tak tahu diri. Silakan aja kamu sama anak kamu. Aku mau tinggal di rumah ibuku."
"Mitha. Jangan sampai kedua orangtua kamu tahu kita sedang ada masalah. Saya belum menceritakan tentang kembalinya Angel ke sini."
"Oh, begitu? Dengar ya, suatu saat cepat atau lambat aku akan buat kita bercerai. Aku sudah muak dengan sikapmu. Liat saja ke depannya. Jangan hanya karena sekarang-sekarang aku masih di sini, kamu bersikap seolah suami yang baik-baik saja. Aku sudah tak tahan. Tapi aku akan memikirkan waktu yang tepat untuk kapan kita akan benar-benar mengakhiri hubungan ini. Camkan!"
Reza mematung. Mulutnya bungkam dan memilih untuk diam ketika Mitha kembali membahas tentang perpisahan. Mitha ternyata keras kepala dengan pemikirannya itu.
.
.
Bersambung ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka [End]
RomanceKupikir, Riko adalah orang yang tepat untukku. Kami sudah menjalin hubungan hampir tiga tahun. Akan tetapi, waktu bukanlah penentu. Selama apa pun sebuah hubungan jika Tuhan berkata tidak maka aku tidak bisa mengelak. Semua bermula setelah satu kefa...