.......
42.
Sudah terhitung dua bulan lamanya dari sejak Mitha mengatakan akan meminta cerai dalam jangka waktu tiga bulan selanjutnya. Mitha mencoret tanggal demi tanggal di kalender bulan Mei yang ia robek dari tempat asalnya. Kertas itu selalu ia simpan di dalam tas yang kerap ia bawa ketika bepergian. Siang ini, dia baru sempat mencoret tanggal 15 di bulan Mei.
"Satu bulan lagi. Aku bakalan bebas," ucap Mitha mengarahkan pulpen tepat ke tanggal 15 Juni. "Di tanggal ini aku akan berpisah dengan Reza," imbuhnya lalu mengarahkan bola matanya ke arah seorang pria yang tengah bermain gym. Semenjak ketahuan bertemu dengan Riko, Mitha cukup dikekang oleh Reza yang menjadi kerap membawa istrinya itu ke mana pun, seperti saat ini. Pria itu meminta Mitha untuk menemaninya ke tempat gym.
Mitha menguap begitu saja tepat ketika Reza tampak selesai dari aktivitasnya dan berjalan menuju Mitha. Pria itu mengusap keringat di leher dengan sebuah handuk kecil. Dada bidang yang terbalut kaus polos berwarna putih dengan basah-basah menggoda itu membuat Mitha salah fokus. Reza kemudian mengagetkannya dengan menutup mulut Mitha yang terbuka lama.
"Aduh!" Mitha menjauhkan tangan Reza. Suaminya itu justru terkekeh.
"Sebegitu takjubnya dengan dada bidang saya, ya?" tanya Reza percaya diri, lalu ikut duduk di samping Mitha.
"Enak aja. Barusan aku menguap! Bukan takjub. Orang aku bilang tadi pagi masih ngantuk, eh dipaksa aja suruh nemenin ke sini. Mana lama lagi!" Mitha memutar bola matanya.
"Karena belakangan ini kamu perlu saya awasi. Kalau tidak, bisa selingkuh lagi."
"Apaan, sih," elak Mitha.
Reza tersenyum kecil. "Boleh minta minumnya?"
Mitha lantas menggeser akua botol di sampingnya ke dekat Reza. Caranya yang malas-malasan membuat Reza tersenyum kecil. Entah kenapa pria itu tak mudah kesal dengan tingkah kecil tetapi menjengkelkan dari seorang Mitha. Di matanya wanita itu begitu lucu dengan segala tingkahnya, meskipun sesekali ada yang kelewatan. Seperti saat menyebut Reza si Pak Tua, pria yang berani menghamili seseorang di luar nikah, pria berengsek mesum, dan banyak lagi ledekan yang disematkan kepada Reza belakangan ini tetapi pria itu berusaha sabar di posisinya.
"Hari ini saya ingin menghabiskan waktu berdua sama kamu," ucap Reza setelah meneguk air mineralnya lalu mengubah posisi duduk menjadi menghadap Mitha. Istrinya itu terdiam dengan memasang raut wajah datar. Tampak enggan untuk berbicara. Pandangannya bahkan tak membalas tatapan Reza sedetik pun.
"Mata kamu jangan jelalatan dulu. Suami kamu di sini, lho," komentar Reza menyadari Mitha yang mengedarkan pandangan ke arah pria-pria lain yang tengah bermain alat gym lainnya. Wanita itu tak menggubris kalimat Reza. Justru, Mitha seolah sengaja memasang wajah takjubnya ke salah satu pria yang bertelanjang dada. Melebarkan kelopak mata dan mulut yang terbuka lalu terdengar lirihan pujian di bibirnya yang sontak kemudian membuat Reza keki sendiri.
"Oh my God!" Mitha menutup mulut dengan satu tangan. "Roti sobeknya indah!"
"Mitha!"
"Ya ampun keringatnya, sampe netes-netes gitu."
"Mitha??"
"Uuuh, kuat banget. Ototnya gila, sih!"
"Istriku ...."
"Uh! Jadi pengen pegang!"
Detik selanjutnya Reza menarik tangan kanan Mitha lalu menempelkannya ke dadanya. Mitha yang terkejut kini menggerakkan alisnya.
"Kenapa? Mau pegang, bukan?" tanya Reza.
Mitha menarik tangannya dengan cepat. "Bukan punya kamu!" jawabnya sarkas.
"Berani nyentuh yang lain?"
"Berani. Kenapa nggak?!"
Mata Reza melotot. "Ingat kamu masih istri saya, Mitha."
"Masih, untuk satu bulan lagi. Setelahnya kita bukan lagi suami istri."
Reza speechless. Mitha kali ini sedang kumat menurutnya. Setelah cukup lama lagi-lagi ia menyindir tentang perpisahan.
"Kenapa? Benar, kan, omonganku? Itu bakalan terjadi. Tunggu aja."
Reza sontak berdiri dan meminum kembali air mineralnya. Ia tak ingin menghiraukan kalimat Mitha barusan. Cara terbaik menurutnya kali ini mungkin diam daripada berujung perdebatan. Namun, di tengah meminum akuanya tangan Reza tiba-tiba ditarik hingga pria itu terduduk kembali.
"Minum itu sambil duduk!" tegas Mitha kemudian. Reza mengarahkan pandangannya ke tangan Mitha yang saat ini tengah mencekal pergelangannya. Beberapa detik sebelum kemudian Mitha menjauhkannya lalu bersikap biasa lagi seolah ia tak melakukan apa pun.
Tanpa sadar, Reza kini menatap Mitha lama. Yang ditatap kemudian menoleh dan kebingungan sendiri. Reza menatap tanpa mengatakan apa pun saat ini. Hal itu masih sama bahkan ketika Mitha membuang muka dan tak lama menoleh kembali. Reza masih menatapnya begitu lekat. Ada apa? Apa ada yang salah? Pikir Mitha.
"Kamu tahu, alasan saya menyukaimu dari sejak pandangan pertama? Saya sudah tertarik dari sejak pertama bertemu dengan kamu. Dan saya pastikan bahwa saya tidak menyesal hingga detik ini," ujar Reza begitu saja. Pria itu seketika bersikap melankolis. Tatapan intens dengan pembawaan yang lamban membuat Mitha bertanya-tanya apa yang terjadi dengan seorang Reza kali ini.
"Mata kamu. Sama," sambung Reza lagi setelah beberapa detik sebelumnya terdiam.
"Sama?" Alis Mitha menaut. "Dengan siapa?"
"Feni," jawab Reza masih setia menatap manik mata Mitha. Kedua sudut bibir itu seketika tertarik. Rasanya nyaman menatap kedua bola mata itu. Seperti menatap dua orang berbeda pada jiwa yang sama. Dia; Feni dan Mitha, wanita yang Reza cintai.
Bukkk!
Sebuah tas mendarat cukup keras di lengan Reza sampai membuat pria itu tersadar akan lamunannya. Kini, ditatapnya Mitha berdiri di depannya dengan raut wajah marah serta napas yang naik turun.
"Dasar suami berengsek! Belum cerai aja udah punya yang baru!" sentak Mitha lalu melangkah pergi meninggalkan Reza.
"Ha? Apa? Mitha kamu salah pa ...." Kalimat Reza berganti menjadi kekehan kecil dengan sebuah senyum miring. Ada-ada saja Istrinya. Marah begitu saja lalu berpikir gegabah. Padahal Feni yang Reza maksud adalah mama kandungnya Angel. Ia sudah tiada.
Bersambung ....
Jangan lupa tinggalkan jejaknya, ya 🌹
Tq for read!
See you!
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka [End]
RomanceKupikir, Riko adalah orang yang tepat untukku. Kami sudah menjalin hubungan hampir tiga tahun. Akan tetapi, waktu bukanlah penentu. Selama apa pun sebuah hubungan jika Tuhan berkata tidak maka aku tidak bisa mengelak. Semua bermula setelah satu kefa...