11

632 86 5
                                    

***

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

***

"Ya ampun, Dit!" seru Tata terkejut ketika Radit keluar dari rumahnya.

Sudut bibir Radit berdarah. Tata duga itu perbuatan papanya yang tadi keluar dengan emosi yang masih jelas tercetak di wajahnya. Tata menggigit bibirnya ketakutan. Ia maju menghampiri Radit.

"Dit, sorry...," ucap Tata mengusap darah di ujung bibir Radit. Tangannya gemetar, ia menyesal membiarkan Radit masuk ke rumahnya.

"Ta...," panggil Radit menggenggam tangan Tata. "Hey, it's okay. Gue cowok loh, Ta."

Tata terkesiap, lalu mengangguk sebagai jawaban. Air matanya sudah di ujung, sebentar lagi tumpah karena ketakutan.

"Masuk, dulu ayo," ajak Radit merangkul Tata.

Gadis itu mengangguk lagi.

***

Tata berlari panik ketika melihat mamanya sudah terkapar tidak sadar diri di sofa. Setelah mengecek, Tata sedikit lega karena mamanya tidak mendapatkan luka hasil pertengkarannya.

"Ayo, bawa rumah sakit dulu!" ajak Radit. "Bentar, gue ambil mobil."

Beberapa menit kemudian, Radit kembali masuk ke rumah Tata. Membantunya memapah Ike. Setelah mengunci pintu rumah, Tata menyusul Radit dan mamanya ke mobil.

"Dit, mama kenapa?"

***

"Dok! Suster! Tolong, ada yang pingsan!" seru Tata pada siapa saja.

Mereka berdua berhasil membawa Ike sampai ke vestibula rumah sakit. Para suster sudah mulai berdatangan. Untungnya mereka cukup cepat tanggap.

Ike dibawa di satu ruangan untuk diperiksa, sementara Tata dan Radit menunggu di luar ruangan.

Tata menggigit jari, khawatir dan takut bercampur menjadi satu. Tentu ia takut terjadi sesuatu pada mamanya. Walau selama ini ia memang tidak terlalu dekat dengan mamanya, tapi Ike tidak pernah bersikap tidak menyenangkan pada Tata. Biasanya, Ike akan berusaha mengobrol bersama Tata saat keduanya sedang di rumah, meski pun sebenarnya Ike adalah wanita karir yang mandiri, selalu sibuk pada pekerjaan.

"Heh," panggil Radit yang membuat Tata menoleh ke arahanya. "Stop mikir jelek, Ta."

"Ya Gusti!" Tata mengusap wajahnya kasar. Terlihat sekali gadis itu sedang khawatir setengah mati.

"Mama cuma kecapekan, Ta," kata Radit. "Nggak apa-apa, nggak bakal kenapa-kenapa. Tenang dulu, okay?"

Dokter keluar dari ruangan Ike. Tata langsung menyambarnya dengan pertanyaan.

"Dok, gimana mama saya?"

Untunglah Ike hanya kelelahan dan butuh istirahat yang cukup. Ia lelah secara fisik dan batin, sehingga membuatnya lemas tanpa tenaga.

***

Tata turun dari lantai dua, tempat kamarnya berada. Ia menghampiri Radit yang duduk di ruang tamunya. Tadi gadis ini cukup keras kepala untuk tetap menunggui mamanya di rumah sakit. Namun, akhirnya ia mau pulang untuk mandi, berganti baju, dan makan setelah dibujuk Radit.

Laki-laki yang duduk di ruang tamu Tata itu juga sudah mengenakan pakaian yang berbeda, seragamnya sudah ia ganti dengan baju biasa. Radit menyandarkan punggungnya ke sofa ruang tamu Tata, matanya terpejam.

"Dit," panggil Tata duduk di sebelahnya.

Radit membuka matanya, menoleh ke arah Tata. Bisa ia lihat, sorot mata Tata masih penuh dengan ketakutan dan kekhawatiran. Radit tidak suka itu. Ia berdecak kesal saat mengingat semua itu gara-gara Adi, papa Tata sendiri.

"Hey."

Tata menarik napas sedalam mungkin. Ia berusaha memberikan pasokan oksigen sebanyak-banyaknya pada paru-parunya. Dadanya sesak, Tata tertekan. Ia bingung harus apa, ia tidak tahu harus bagaimana. Gadis itu menutup wajahnya dengan kedua tangan, berusaha menahan tangis yang dari tadi mendesak ingin keluar.

Tangan Radit melingkar di tubuh Tata. "Ta, just cry," kata Radit pada gadis yang dipeluknya.

Tangis Tata pecah. Dalam pelukan seorang Radit, ia menumpahkan segala air mata yang terpendam.

***

[✔] Not a Good Childhood Friend - 31DWCWhere stories live. Discover now