Bagian 22

782 65 2
                                    


"Mamiiii!!"

"Mamiiii!! Hikss," teriak seorang gadis sambil menangis didalam kamarnya.

Semua orang yang ada di dalam rumah itu panik. Dari mulai tukang kebun, satpam, asisten rumah tangga, kakak juga orangtuanya semua menuju kamar tersebut.

"Non! Ada apa, non!" Salah seorang pembantu yang sudah lama tinggal disana berlari tergopoh-gopoh memburu suara anak majikannya yang terdengar kesakitan.

"Ara, ada apa?! Jangan teriak terus!" Sentak Ax khawatir sekaligus kesal karena ia tidak bisa fokus untuk bermain game setelah lelah menyelesaikan tugas kantornya.

"Mamiiii!!"

"Mami disini nak," ucap ibunya lalu dengan cepat membuka pintu berwarna biru muda itu.

Semua orang berkumpul di depan pintu kamar itu. Ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Mami langsung mendekati putrinya itu yang berbaring menggulung selimutnya.

"Mami sakiit," erangnya dengan mata yang sembab.

"Mana yang sakit? Tunjukkan," ucap maminya itu.

"Sakit perut."

"Elah, sakit perut doang juga!" Ledek Ax sambil menatap kesal adiknya.

"Aku doain kakak sakit perut baru tahu rasa!" Gertak adiknya itu.

"Sakit Perut kenapa, Ara? Apa kamu memakan makanan pedas?" Tanya sang ayah.

"Enggak, Ara cuma makan bakso tadi di kampus."

"Non lagi haid?" Tanya pembantu itu, namanya Bibi Mar.

"Iya, kenapa sakit mami??"

"Ohh,," semua orang disana membulatkan mulutnya. Kecuali Ax dan tentunya Arani yang tidak mengerti apa-apa.

"Ara kenapa mi??" Tanya Ara sambil meringis.

"Cuma nyeri haid, ra," ucap mami.

"Bibi bikinin jamu ya. Sekalian sama air anget nanti di kompres perutnya,"

"Pahit dong, Bi?"

"Alah! Manja! Pahit dikit gak bakalan bikin kenapa-napa kali!" Lagi-lagi Ax sarkas banget sama adiknya. Dan itu sukses membuat Arani kembali mengerucutkan bibirnya yang mungil itu.

Drrtt
Drrtt
Drrtt...

Sebuah ponsel tiba-tiba bergetar didalam saku milik papi. Segera papi angkat.

"Halo?"

"...."

Pandangan papi berubah menjadi berkaca-kaca dan sumringah, "Benarkah?"

"...."

"Semoga itu benar-benar terjadi. Terimakasih banyak!"

Klik!

Papi menutup sambungannya secara sepihak dengan persetujuan dari orang yang menelponnya.

"Ada apa, Pi?" Tanya Ax

"Nanti papi ceritakan," jawabnya. Lalu papi berbalik dan menemui banyak orang yang mengerumuni kamar anak perempuannya itu.

"Dasar kepo!" Tukas Ara dibalik muka sedihnya.

"Kayak kamu gak pernah kepo aja, semua orang yang ada disini itu kepo! K.E.P.O! Termasuk kamu juga!" Balas Ax.

"Iya bener den, kita kepo," kata Pak satpam yang sedari tadi nongol disana.

"OMG!! Pak satpam yang ekstra cool bisa kepo?? Are you ok?" Ara bener-bener gak nyangka ternyata dari tadi si pak satpam kepo disini.

"Kalian semua kepo, pada gak santai. Cuma papi yang cool disini!" Papi terlihat menyunggingkan senyum sombong dengan kedua alis terangkat.

"Ya ampun papi, sadar umur!" Mami kayaknya risih tuh sama penuturan papi, atau emang dia juga ingin ikut-ikutan?

"Tuh Pi, sadar umur! Cuma Ax yang paling cool, paling kece, paling ganteng di rumah ini!" Ax gak mau kalah.

"Benar itu Pi!" Bapak tukang kebun juga setuju sama penuturan Ax. Bi Mar juga ngangguk tuh.

Ehh pak satpam mana?

"Udah, bubar. Yang paling cool itu pak satpam. Tuh dia udah bubar duluan. Dia gak lagi rusuh kayak kalian. Bubar-bubar!" Tukas mami mengakhiri perang antara orang cool ini.

"Oalah! Ada apa ini? Bubar, kayak ada apa aja se-RT ngumpul disini," ujarnya.

"Hehe,,"
_____________

Sepi, dalam ruangan yang bercat serba putih ini. Meja, buku, pena, lemari, semuanya semu. Tidak bisa disentuh, tidak bisa diraba, tidak bisa di pegang. Sejak kapan ini semua berawal? Bahkan dirinya pun lupa rasanya terpisah dari raganya itu. Dari raganya yang mungkin sekarang telah hancur tertimbun tanah, dimakan rayap, cacing dan segala macam hewan melata yang ada di dalam tanah. Tapi ini takdir. Ia masih berada di dunia ini karena ia masih punya urusan dengan manusia.

"Rai, gue kasih tau Lo ya. Yang namanya Kris itu licik. Dia punya banyak anak buah. Lo harus ekstra hati-hati dengannya. Dia jago berantem juga. Kalo gue saranin. Lo mesti bawa polisi dalam hal ini. Tapi polisi yang ngerti sama keadaan kita," cerita Rei pada Rai yang masih memandang atap-atap ruangan dokter Jo.

"Lo pasti jago berantem juga ya, Rei?" Pandangan Rai belum berubah.

"Gue belum bisa dikatain jago sebelum gue bisa ngalahin dia. Artinya, gue bener-bener udah kalah," Rei melayang ke arah jendela itu. Pandangannya kosong. "Sama Kris. Ternyata kejahatan masih menang, Rai," sambungnya.

Rai beralih memandang Rei yang hanya bisa dilihat olehnya saja.

"Sebentar lagi, akan gue buktiin kalo kebenaran akan selalu menang. Mungkin Lo kalah karena jalan Lo, cara Lo, dan niat Lo salah, Rei."

"Gue percayakan sama Lo." Putus Rei lalu memandang serius Rai. Pandangan Rei bisa saja kosong. Tapi setelah kalimat itu meluncur, Rai bisa merasakan bahwa Rei tidak main-main dengan ucapannya.

"Lo harus janji, jantung Lo gak berulah lagi. Lo harus selalu deket sama gue. Gue sadar itu caranya biar gue dapat bertahan sama jantung ini," ujar Rai. Kini ia sadar dengan kondisinya.

"Gue gak akan jauh dari Lo. Janji. Maaf tadi gue jauh dari Lo, gue cuma lagi mantau Kris." Rei sungguh-sungguh dengan ucapannya. Ia juga harus balas mengerti kondisi Rai kan? Bagaimanapun, ia harus menjaga Rai. Bukan karena Rai adalah orang yang akan membantunya dalam urusannya. Tapi, karena Rai adalah satu-satunya perantara, dan satu-satunya cara agar ia 'hidup' di dunia ini bersama satu-satunya saudara yang ia punya.

Rai lalu bangun. Ia berjalan ke arah Rei lalu menatapnya lekat.
"Oke, kalau begitu. Langkah pertama yang harus kita lakukan adalah belajar bela diri," ucap Rai mantap. Matanya lekat menyambut ke sungguhan Rei. Sudah lama ia berdiam di dalam rumah yang ia anggap sebagai kandangnya. Kali ini, ia ingin meregangkan otot-ototnya. Ia akan ber ekspos dirinya di dunia luar.
_____

HALO!!! KETEMU LAGI SAMA RAIZA DAN REIHAN.
MAAF YA AUTHOR UP NYA LAMA.
SEMOGA BETAH!!

SAMPAI KETEMU LAGI!!!

JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK UNTUK MENDUKUNG CERITA INI..
LUMAYAN, MOTIVASI BUAT AUTHOR

Merpati Putih [DONE]Where stories live. Discover now