Bagian 41

710 67 5
                                    

Vote...!!
Jangan jadi silent reader ya, please...
_____________

"Rai..."

Itu! Itu suara Papa!

"Papa!!" Rai berteriak sekuat mungkin. Samar-samar terdengar suara papanya memanggil namanya. Tapi Rai tidak bisa menemukannya, ini terlalu gelap.

"Rai! Sadar nak! Papa disini!" Papa Andre kalut melihat Rai yang menyerukan namanya dengan suara serak dan lirih. Keringatnya tidak berhenti mengucur deras dari kepala dan leher nya. Air matanya jatuh dari matanya yang terpejam. Apa yang terjadi dengan anak satu-satunya itu?

"Rai..."

Suara itu halus, lembut, samar-samar dan hilang begitu saja. Rai tidak tahu dirinya berada dimana, semuanya gelap tidak ada satupun penerangan. Apa ini rasanya mati? Seperti dijatuhkan dari ketinggian beribu-ribu kilometer?

"Papa! Papa dimana? Tolong!"

Dokter Jo menaikkan frekuensi oksigen dari tabung karena nafas Rai memburu seperti sesak. Rai gelisah dalam tidurnya, kepalanya tak berhenti bergerak ke kanan dan ke kiri, mulutnya tak henti menggumamkan nama ayahnya dan meminta tolong seperti ketakutan.

Kulit Rai bisa merasakan perubahan suhu. Semuanya menjadi dingin. Apa yang harus Rai lakukan? Dirinya masih bisa merasakan darahnya mengalir deras ke seluruh tubuhnya. Nafasnya tercekat seolah paru-parunya menyempit.

Braakk!

"PAPAAA!!!!" Rai terbangun tiba-tiba dengan mata terbuka kaget melihat kerumunan orang-orang yang khawatir akan dirinya, namun semuanya buram dan berkabut. Netra nya tiba-tiba lemas dan memandang ke arah kanannya, Rai yakin itu papanya walaupun dengan pandangan yang masih buram.

"Hah,, hah.." seluruh tubuh Rai terasa lelah seperti habis lari marathon.

Tiba-tiba sebuah tangan besar menariknya dan mendekapnya erat. Rai tersadar, ini adalah aroma tubuh papanya. Rai ingin membalas pelukan itu, tapi tubuhnya sangat lemas dan kedua tangannya pun tergantung tak berdaya disamping tubuhnya yang sedikit terangkat karena didekap oleh papanya. Rai berangsur menjadi tenang.

"Jagoan papa udah bangun," ucap Papa Andre dengan nada yang bergetar lalu mengusap rambut Rai yang basah penuh dengan air keringat tanpa jijik. Pandangan mata Rai perlahan menjadi jelas. Ia bisa melihat papanya itu seperti menangis. Ohh,, apa lagi yang terjadi pada dirinya kali ini?

"Pa-pa.." mulut Rai bergetar kala dirinya mengeluarkan suaranya.

"Papa disini, nak. Jangan takut," jawab Papa Andre yang langsung ditanggapi anggukan lemah dari Rai.
Papa Andre kembali mendekap Rai dengan perasaan campur aduk dan tidak beraturan. Ran yang melihat itu hanya terdiam dengan raut muka yang sudah kusut karena khawatir dengan kondisi Rai.

"Istirahat ya, nak. Papa ada disini, jangan takut." Papa Andre membaringkan tubuh Rai kembali ke ranjang nya.

Dokter Jo yang sempat terdiam menunggu Papa Andre yang menenangkan Rai, kini melakukan perawatan pada Rai. Detak jantung Rai sangat cepat saat dirinya mengigau dan itu bisa saja menyebabkan Aritmia maka dokter Jo menyuntikkan obat-obatan pada infusan di lengan kanan Rai yang telah ditusuk dua infus dengan cairan yang berbeda. Rai mengerutkan keningnya karena cairan itu masuk kedalam tubuhnya, sakit, perih, dan ngilu menyerangnya sampai ke tulang. Ohh, ayolah! Rai sudah ribuan kali merasakan ini, kenapa dirinya tidak pernah terbiasa?

Keringat belum juga berhenti keluar dari tubuh Rai. Kerongkongannya kering, begitupun dengan bibirnya yang pucat. Rai mengernyit tidak nyaman dengan kerongkongannya yang terasa perih, asisten Rill mengerti apa yang Rai rasakan dan ia memberikan segelas air untuk Rai minum.

Merpati Putih [DONE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang