4 | Pertama

867 40 1
                                    

Cuma orang gila yang bisa ngelakuin hal nggak wajar.
-Elvano Ivander-

"Keluar yuk! Bosen nih, apaan cuma di rumah doang kek cewek." Celetuk seorang cowok yang baru saja melemparkan ponselnya bebas ke atas tempat tidur.

Suasana malam ini begitu ramai, karena saat ini teman-temannya sedang berada di rumahnya. Cowok dengan tubuh jangkung itu bangkit dari posisi tidurannya, beralih duduk di sofa.

"Kemana?" tanyanya.

Suasana kamarnya kini sudah dipenuhi dengan candaan dan celotehan ketiga temannya. Karena di setiap ada waktu longgar, teman-temannya selalu berkumpul di rumahnya. Mereka―David, Rendy, dan Andre―sering menghabiskan waktu mereka di rumah besar milik keluarga Vano.

"Kemana aja, asalkan keluar." Sahut David.

"Udah ngabisin makanan sekulkas aja baru ngajak keluar," cibir Vano.

"Karena makanan di rumah lo udah gue habisin. Makanya gue ngajak keluar," jawabnya santai tanpa merasa bersalah.

"Kampret!"

Vano bangkit dari duduknya kemudian mengambil jaketnya. "Ya udah."

Mereka berempat pun segera keluar karena sepertinya mereka sudah tidak sabar untuk menghirup udara luar. "Bang, gue keluar dulu."

"Lama?"

"Nggak tau."

"Iya. Asal nggak pulang pagi."

Setelah berpamitan dengan Abangnya, Vano dan ketiga temannya pun segera berangkat.

"Abang lo protektif juga ya sama adeknya. Lo kan buka cewek, Van." Ucapannya tak lebih hanya diabaikan oleh Vano. Rendy yang mendengar itu langsung tertawa dengan kerasnya.

***

"Seaindainya pacar lo Belva, bakal lo apain aja tuh cewek?" celetuk David.

Rendy dan Andre langsung menoleh ke arah David yang baru saja berbicara. Tidak habis pikir dengan salah satu sahabatnya yang selalu saja membahas cewek dimanapun tempatnya.

"Otak lo kayaknya harus dicuci deh, biar bersih dari hal-hal yang berbau mesum."

David memfokuskan pembicaraan dengan menatap kedua sahabatnya. "Kenapa?"

"Normalkan berarti, justru yang otaknya kayak itu, bisa dianggap nggak normal," David melirihkan ucapannya, "mungkin." Lanjutnya sambil melirik Vano yang sibuk dengan ponselnya.

Vano menatap tajam ketiga sahabatnya, terutama David. "Apa itu-itu?"

"Enggak. Gue nggak ngomongin lo. Lo-nya aja yang merasa."

"Nih anak minta dikasih jatah, Van." Ucap Rendy membela Vano.

"Lo kesini cuma mau ngomongin orang?"

Vano sudah mengantongi ponselnya setelah dia membalas beberapa pesan dari seseorang yang sangat penting. Siapa lagi kalau bukan Mamanya yang menyuruhnya untuk tidak pulang hingga larut. Karena tadinya Vano juga berpamitan dengan Mamanya jika dia akan keluar bersama teman-temannya.

"Lo, sih, Van. Harusnya tadi nggak lo turutin maunya dia." Sahut Andre kemudian.

"Ngomongin yang bisa bikin semangat, kenapa nggak boleh?"

"Karena ganggu." Jawab Vano ketus.

"Jangan-jangan lo homo lagi!" celetuk David. Sontak saja Vano memukul David yang bicara seenaknya.

Sedangkan kedua sahabatnya yang lain hanya tertawa melihat pertingkaian antara Vano dan David. Bukannya minta ampun, David masih saja membahas hal yang sama. Walaupun pukulan Vano tidak begitu menyakitkan baginya. Tidak seharusnya David terus membahas akan hal itu, karena bisa saja Vano benar-benar akan menghajarnya secara tiba-tiba.

Indisposed ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang