BAB 4

708 34 5
                                    

"Ha-ha hasyim."

Valen dan Vivian refleks menutup mulut dan hidungnya bersamaan, takut jika flunya zea juga ikut menyeret tubuh mereka.

"Nanti berobat ze, jangan sampai flu Lo jadi level akut," ujar Vivian memegangi pundak zea. Zea hanya mangguk-mangguk saja.

Tiga sejoli itu akhirnya keluar dari kelas, sudah dari tadi mereka menahan hasrat mereka untuk pulang.

"Ni jaket kapan Lo balikin?" tanya valen.

"Oooh, mungkin besok, gue harus nyucian dulu, kan gak enak langsung gue kasih," jawab zea.

"Nanti pas Lo kembaliin jaketnya kak Alvi kita kita ajak ya," celetuk Valen.

"Gue setuju, sekalian modusin kak Alvi, siapa tau kak Alvi kejerat pesona gue," tawa Vivian.

Tak terasa sambil ngobrol mereka sampai juga di gerbang sekolah.

"Lo pulang sama kak bian kan?" tanya valen. Zea mengeleng lemah.

"Oh gue tau, dia pasti pulang sambil nganterin pelakor yang centil itu," ujar Valen ada kesan ketidaksukaan saat ia berbicara seperti itu.

"Katanya mau latihan basket," jawab zea.

"Ze, Lo lupa ya, selama Lo sekolah disini, bisa di hitung berapa kali Lo pulang bareng sama kak bian, gak nyampe 15 kali," ucap valen.

Vivian mengangguk setuju, sedangkan zea hanya menghempaskan napasnya pelan, tanpa diingatkan mereka, zea pasti ingat.

"Jadi pulang sama siapa? hari ini gue nggak bawa mobil," ujar Valen.

" Gue juga ze, satu Minggu ini gue harus nebeng sama si Doni, mobil gue di sita bokap," celetuk Vivian.

"Mungkin gue naik taksi aja," jawab zea dengan cengiran.

Sepuluh menit kemudian, kini tinggal zea yang berdiri sambil menunggu taksi, fokusnya teralih saat sebuah motor ninja berwarna hijau bercampur hitam berhenti tepat di depannya, belum lagi dengan yang duduk diatasnya yang membuat zea sedikit penasaran.

"Kak alvi?"

Ucapan zea mempertegas setelah melihat melihat orang itu membuka kaca helmnya, dan tersenyum hangat padanya.

"Kok belum pulang?" tanya Alvi.

"Lagi nunggu taksi kak," jawab zea.

"Yaudah bareng gue aja," ajak Alvi.

"Nggak usah kak, ngga mau ngerepotin kak Alvi lagi, terimakasih." Tolak zea sopan.

"Ngga pa pa lagian kita searah kok, Lo tinggal dirumahnya Bian kan?" tanya Alvi.

Zea nampak sedikit ragu-ragu untuk mengiyakan, memang fakta kalau ia tinggal di rumah tunangannya itu bukan rahasia umum lagi, semenjak dua bulan yang lalu, ketika orang tuanya ada bisnis diluar negri yang harus mereka urus dalam waktu yang relatif lama, sehingga mereka menitipkan zea untuk sementara waktu tinggal dirumah keluarga Wijaya.

Alvi nampak menyadari keraguan zea dari ekspresi wajah dan bahasa tubuhnya, secara zea belum mengenal Alvi terlalu dekat, bahkan baru hari ini tepatnya pagi tadi mereka baru bertegur sapa, dan sekarang Alvi menawarinya tumpangan.

"Nggak usah takut, gue nggak ada niat jahat kok," ujar Alvi.

Zea merasa Alvi memergoki kegelisahannya, ia semakin tak enak jika begini.

"Tapi benar kak Alvi ngga rasa di repotin kan?"

Alvi tersenyum dan menjawab tidak, ia membuka helmnya dan memberikannya pada zea.

ANOTHER SIDEWhere stories live. Discover now