Bab 1

9.6K 528 34
                                    

Genre : Sad, Romance, alternate universe,

Hope you enjoy it

"Eren, omellete nya dua!"
"Baiklah!"

Pemuda bersurai coklat segera menyiapkan pesanan dengan segit, baunya menguar begitu bersentuhan dengan wajan panas. Mengunggah rasa lapar para pekerja yang lain. Eren yang menyadari hal itu seketika tertawa pelan, dia sungguh menyukai pekerjaan memasaknya. Selain mendapatkan pengalaman baru, dia juga mendapatkan teman baru yang menyenangkan.

Semua pekerja di cafe begitu menikmati pekerjaan mereka masing-masing, seolah tidak ada lelahnya untuk melayani pelanggan secara terus-terusan. Eren yang melihat itu seketika merasakan energi positif masuk ke dalam tubuhnya, memberikan rangsangan agar dirinya lebih giat bekerja.

Mereka terus bekerja hingga tanda buka di pintu café berubah menjadi tutup, semuanya seketika menghela nafas lega. Mereka segera duduk di kursi sambil mengipasi diri mereka sendiri. Terlihat Eren masih berkutat dengan dapur.

Ada satu kebiasaan yang selalu dia lakukan saat café sudah tutup, yaitu memasakkan makanan untuk mereka. Dia melakukan hal itu agar mereka bisa kembali rileks kembali dengan memakan masakannya, semacam ucapan terima kasih karena mereka sudah bekerja dengan giat.

"Eren, apa kau perlu dibantu?"

Eren menoleh, mendapati Armin berdiri di balik konter. Armin adalah sahabat baiknya sejak kecil, mereka selalu bersama, dari sekolah dasar hingga ke perkuliahan. Bagaikan anak kembar yang tidak terpisahkan. Eren menggelengkan kepala lalu kembali fokus ke masakannya.

"Tidak perlu, kau istirahat saja."

Armin menghela nafas, tidak heran dengan sifat Eren yang satu itu. Keras kepala, paling bersemangat diantara yang lain, terkadang hal itulah yang membuat Armin khawatir dengan sahabatnya tersebut. Dia selalu memaksakan diri untuk melakukan sesuatu, jika tidak diperingati, maka dia akan memaksakan diri.

Contohnya saja ketika mereka ada tugas dari sekolah, Eren sampai bergadang 3 hari 3 malam hanya untuk menyelesaikan semuanya. Bukannya selesai, dia malah berakhir di atas kasur dan mengalami demam. Eren terlihat sangat kesal pada saat itu terjadi. Mengingat hal itu membuat Armin tanpa sadar tertawa geli, memancing perhatian Eren yang sedang memasak.
"Armin, jangan tertawa, aku tau kau sedang mengingat hal yang tidak-tidak."

Armin hanya cengengesan, berjalan mendekati Eren dikala pria itu sedang sibuk menata makanan di atas piring. Dia segera membantu Eren tanpa meminta persetujuan dari pria bersurai coklat, Eren hanya tersenyum geli lalu kembali melanjutkan pekerjaannya. Dia sangat hafal dengan kebiasaan Armin yang selalu membantu seenaknya, terkadang itu juga yang membuat dia sedikit kesal.

"Kau ini selalu saja begitu, mengerjakan semuanya sendirian."
"Kau juga, selalu membantu seenaknya."

Kedua sahabat itu hanya diam lalu membawa makanan tersebut ke meja café, menatanya dengan rapi. Membuat lapar baik mata maupun perut, Eren merasa puas dengan hasil kerjanya. Armin segera menarik kursi dan duduk di samping Mikasa, perempuan bersueai eboni yang juga menjadi sahabat Eren dan Armin.

"Baiklah semuanya, mari kita rayakan kerja keras kita hari ini, bersulang!" sang manajer segera mengangkat botol bir sebagai pembukaan. Semuanya bersulang dengan gembira, mereka seperti sedang merayakan sebuah pesta besar.

Melihat semuanya memakan masakannya dengan senang membuat Eren semakin bahagia dengan pekerjaannya saat ini, tangannya segera mengangkat botol bir. Menyentuhkan bibir kaleng dengan bibirmya sendiri, rasa pahit mulai menjalari indra perasanya. Meskipun rasanya begitu, Eren tetap meminumnya, sekaleng bir tidak akan membuatnya langsung tumbang seketika.

Forgive Me | Riren [COMMISION]Where stories live. Discover now