Bab 2

4.7K 415 16
                                    

Abu rokok terjatuh di atas asbak, bibir terus menghembuskan asap rokok dengan pandangan yang menghadap ke arah jendela. Menikmati pemandangan kota sembari merokok pada saat jam istirahat sudah menjadi rutinitas seorang Levi Ackerman.



Asap rokok terus dihembuskan, dia tidak peduli, lagipula tidak akan ada orang yang mengganggu, hanya dia dengan keheningan di sini. Abu rokok terus berjatuhan, Levi segera membuang puntung rokok dan berniat menyalakan yang baru. Sebelum akhirnya dia mendengar sebuah langkah kaki mendekat ke arahnya.



"Menghabiskan waktu dengan merokok, Levi?" yang ditanya tidak menjawab apa pun, dia mengambil satu batang rokok lalu menyalakannya. Mengulangi kembali rutinitas yang sudah dia lakukan sejak pertama kali bekerja di perusahaan.



Seorang pria dengan surai pirang mendekat dan duduk di samping Levi. Menikmati pemandangan kota dari jendela, sungguh menenangkan, sekarang dia tau mengapa Levi lebih suka menghabiskan waktu istirahat di sini.



"Kau sendiri kenapa? Bukankah kau lebih suka menghabiskan waktu dengan para penjilat itu? Menyandung mereka setinggi langit hingga membuat nafsu akan kesanjungan mereka semakin tinggi." Levi mengetukkan puntung rokok ke asbak, berkata sinis dengan gaya kasual. Pria pirang hanya tertawa pelan mendengar pernyataan sahabatnya tersebut.



"Apa kau juga ingin dipuji juga, Levi?"



Levi mendengus, geli akan pertanyaan yang diajukan kepadanya. Levi tidak perlu meminta pujian, karena orang-orang disekitarnya sudah terlebih dahulu memujinya, tanpa dia meminta sama sekali. Levi tidak sombong, dia hanya mengatakan faktanya saja.



"Tidak perlu repot-repot, Erwin. Orang-orang selalu memujiku tanpa aku minta."


"Sombong sekali."


"Itu faktanya."



Levi segera mematikan rokoknya walaupun masih tersisa banyak, dia segera mengambil penyemprot kaca lalu membersihkan kaca jendela tersebut. Setelah selesai dengan kegiatan bersih-bersihnya, dia segera menoleh ke arah Erwin.



"Jadi? Ada apa?'


"Hanji mengajak minum-minum malam ini, bukankah dia ada mengirimmu pesan?"



Levi lantas merogoh saku jasnya, mengeluarkan benda persegi yang dia gunakan untuk berkomuikasi dengan yang lain. Terlihat pada bagian ada notofikasi ada 10 panggilan tidak terjawab, 20 email yang belum terbaca.



Levi memang sering membuat ponselnya dalam keadaan hening, karena itu dia tidak akan pernah tau kalau ada panggilan atau pun pesan yang masuk sebelum dia memutuskan untuk mengeceknya sendiri. Dia segera mematikan kembali ponselnya.



"Dia terlalu berisik, aku malas membukanya."


"Kau akan datang bukan?"



Levi mengangguk pelan, dia segera beranjak dan segera pergi dari ruangan khusus merokok tersebut. Meninggalkan Erwin sendirian di sana bagaikan orang bodoh, dia hanya bisa bersabar dengan sifat Levi yang seperti itu.



Waktu sudah menunjukkan pukul 6 malam, Levi lantas mematikan komputernya dan bersiap-siap untuk pergi ke bar yang sudah menjadi tempat pertemuan mereka bertiga. Sepatu pantofel melangkah di atas trotoar, kepala bersurai eboni menoleh begitu melihat sepasang kekasih yang saling melemparkan gurauan.



Levi terus memperhatikan mereka berdua hingga akhrinya sepasang kekasih tersebut memilih untuk berbelok, membuat mata Levi tidak bisa lagi mengikuti mereka. Dia segera melanjutkan perjalanannya kembali menuju bar, tempat dimana Erwin dan Hanji sudah menunggunya.


"Kau lama, Levi." Pria bersurai eboni menatap datar perempuan dengan gaya maskulin tersebut, terlihat di meja konter terdapat 2 buah gelas besar yang sudah kosong. Levi berani bertaruh jika itu adalah milik Hanji.

Forgive Me | Riren [COMMISION]Where stories live. Discover now