bab 3

4K 363 14
                                    

Pertanyaan itu masih terus terulang dalam benak Eren, jadi selama ini dia bekerja karena seseorang merekomendasikan dirinya? Tapi siapa? Kenapa harus disembunyikan? Seketika helaan nafas keluar dari bibir tersebut, Eren menggelengkan kepalanya pelan, tidak ada gunanya dia memikirkan hal tersebut, yang ada dia bisa stress sendiri karena hal tersebut.



"Ada masalah, Eren?"



Eren tersentak dari lamunannya, menoleh ke dapur ; tepatnya ke arah sahabatnya yang sedang sibuk mencuci piring bekas mereka sarapan tadi. Dia tidak segera menjawab, kaki di silangkan dan tangan sibuk menekan tombol remote televisi, mencari siaran yang bagus untuk ditonton pada pagi hari.



"Manajer bilang ada orang yang merekomendasikanku ke dirinya, tapi dia tidak memberitau siapa orangnya," ucap Eren dengan nada malas dan tidak semangat. Armin menghela nafas, dia segera mematikan keran air dan duduk di samping Eren. Pandangan terarah ke televise yang sedang menayangkan acara berita.



"Itu berarti orang itu peduli kepadamu, Eren. Berkatnya kau bisa mendapat pekerjaan, padahal dulu kau sempat menganggur," jawab Armin sambil tertawa pelan, hal itu membuat Eren sedikit kesal karena kembali mengingat masa dimana dirinya tidak mendapat pekerjaan.



"Hentikan itu, kau juga sama sepertiku." Komentar ketus dilayangkan ke pria bersurai kuning. Armin lantas beranjak dari sofa, melangkahkan kaki menuju kamar sebelum akhirnya pertanyaan dari sang sahabat membuat dia terhenti seketika.



"Kau mau kemana? Kelihatannya terburu-buru sekali."



"Annie memintaku untuk menemaninya belanja, jadi mungkin aku akan pulang sore." Eren mengangguk paham. Annie Leonhardt, perempuan yang terkenal dengan sifat dinginnya tersebut kini sedang menjalani hubungan khusus dengan Armin. Eren sendiri tidak tau bagaimana cerita mereka berdua bisa sampai pacaran. Yang Eren tau adalah mereka sempat berada dalam satu jurusan saat kuliah dulu.



"Aku pergi dulu, Eren. Kau juga carilah pacar, aku tidak tahan melihatmu melajang terus-terusan." Armin tertawa pelan kemudian terdengar suara pintu ditutup. Pria bersurai coklat mendengus kesal lalu mematikan televise, dia segera berdiri sambil merenggangkan kedua tangannya.



"Mungkin aku akan berjalan-jalan sebentar ke taman."

***
Hari minggu, hari yang tepat untuk beristirahat dari kegiatan sehari-hari yang melelahkan, sebagian orang akan memanfaatkan hari tersebut untuk berkumpul sama keluarga, atau pun hanya sekedar berbaring tanpa melakukan apa pun selama seharian.



Namun hal itu berbeda bagi pria tersebut, hari minggu justru dimanfaatkannya untuk bersih-bersih, tidak ada kata lelah bagi pria bersurai eboni tersebut. Tangannya sedari tadi terus bergerak membersihkan seluruh apartemen. Meskipun kini keringat sudah menetes dari ujung rambutnya, dia tetap melanjutkan kegiatannya.



Levi pun memutuskan untuk istirahat sesaat, meletakkan vacuum cleaner di dekat sofa dan mulai membuka ponselnya. Membaca pesan Hanji yang hampir mencapai lima puluh, Levi heran akan hal itu. Apakah wanita gila ini tidak mempunyai pekerjaan hingga mengiriminya pesan yang begitu banyak?



Levi memutuskan untuk mematikan ponselnya kembali, matanya jenuh melihat isi pesan dari Hanji. Yang sebagian besar isinya adalah permintaan maaf karena telah mengungkit masalah Levi di masa lalu. Orang-orang yang dekat dengan Levi tau bahwa pria eboni tersebut tidak ingin mengungkit masalah itu lagi, tetapi Hanji dengan mulut kurang ajarnya malah dengan sengaja mengungkit kembali. Wajar saja jika Levi sangat marah tentang hal tersebut.



Alasan dia tidak mau mengungkit masalah itu lagi karena itu akan membawanya kembali pada ingatan saat orang yang dicintai memasang raut wajah kecewa dan terpuruk di hadapannya. Hal tersebut bisa membuat dirinya mati perlahan, karena itu Levi lebih memilih memalingkan muka dari masalah dan berniat menyelesaikkanya dengan cara dia sendiri.



"Aku membencimu, jangan pernah berani memperlihatkan dirimu lagi di hadapanku dasar brengsek."



Levi menghela nafas, berusaha menghilangkan memori buruk yang terjadi sepuluh tahun yang lalu. Dia lantas segera mengambil kotak rokok yang tergeletak di atas meja, mengambil salah satu batang rokok lalu menyalakan ujungnya. Pikiran dia perlahan mulai tenang, karena inilah Levi berubah menjadi seorang perokok aktif.



Dia segera berjalan menuju balkon apartemen lalu menghembuskan asap putih tipis dari bibrinya, yang kemudian tergabung dengan atmosfir di sekitarnya. Setelah hampir lima belas menit dia merokok, kini dia memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar sembari mencari udara segar


Forgive Me | Riren [COMMISION]Where stories live. Discover now