bab 4

3.8K 375 35
                                    

Taman itu cukup sepi, jaman sekarang orang-orang lebih suka berdiam diri di rumah daripada menikmati udara segar. Di salah satu sudut taman, terlihat pria bersurai mahoni sedang duduk sendirian dengan sebatang rokok di tangan. Kepala mendongak ke atas, menikmati embusan angina yang membelai wajahnya.


Eren lantas mematikan rokoknya lalu membuang puntungnya pada tong sampah yang tidak jauh dari posisi bangku. Perhatiannya teralih saat melihat induk bebek bersama anak-anaknya melintas di hadapannya, hal itu membuat Eren tertawa pelan. Lucu begitu melihat anak bebek yang mengikuti induknya dari belakang.



Melihat anak bebek membuat dia kembali mengingat masa SMA nya dulu. Saat dia dimana dia terus mengikuti seseorang bagaikan anak bebek dan tidak mau berpisah dengan orang tersebut. Eren tersenyum miris, orang yang dia sering ikuti kini telah melukainya begitu dalam. Bahkan Eren sampai sekarang masih ingat dengan hinaan yang dilayangkan orang tersebut.



"Kau pikir aku mencintaimu? Jangan berharap terlalu besar, Bocah. Bagiku kau hanyalah seorang bocah yang pantas dipermainkan. Maaf saja, aku masih menyukai perempuan, tidak seperti bocah menjijikkan sepertimu."



Eren meremat bajunya di bagian dada, terasa sesak karena tiba-tiba kembali mengingat penghinaan tersebut. Hal itulah yang membuat dia melajang sampai sekarang, Eren terlalu takut untuk jatuh cinta dan tidak mau mengalami hal yang sama berulang kali.



"Lebih baik aku beli minuman saja." Eren segera beranjak dan pergi dari bangku tersebut menuju mesin penjual otomatis yang berada cukup jauh dari posisi taman, tanpa mengetahui bahwa dompetnya baru saja terjatuh di atas bangku.



Sementara itu seorang pria bersurai eboni dengan potongan undercut datang dan menduduki bangku tersebut. Perhatiannya teralih begitu melihat dompet coklat tergeletak begitu saja, dia menolehkan kepala untuk mencari sang pemilik. Nihil, tidak ada siapa pun kecuali dirinya sendiri.



Levi memutuskan untuk membuka dompet tersebut, mungkin saja ada kartu identitas dalam dompet tersebut sehingga bisa dia kembalikan ke pemiliknya. Tangan Levi seakan membeku begitu melihat nama yang tertulis pada kartu identitas yang terdapat di dalam dompet tersebut, irisnya terlihat terbelalak kaget.



"Baiklah, beli apa ya enaknya," gumam Eren sambil meraba-raba saku celana bagian belakang, tempat dimana dia meletakkan dompetnya. Dirinya seketika terdiam karena tidak merasakan keberadaan dompetnya. Dia segera memeriksa saku yang lain, berharap bahwa dompet tersebut tidaklah jatuh.



"Jatuh? Apa jangan-jangan di bangku tadi?! Sial!" Eren segera berlari menuju bangkunya kembali, dalam hati dia berharap bahwa dompet itu masih disana. Nafasnya tersendat-sendat, wajahnya seketika berubah menjadi lega begitu melihat bahwa dompetnya masih disana.



Dia membeku seketika saat menyadari ada seseorang yang sedang memegang dompetnya. Surai eboni, potongan undercut, dan juga raut wajah yang selalu terlihat kesal setiap saat. Tentu saja Eren tidak pernah melupakan orang tersebut, orang yang telah menjadi mimpi buruknya selama sepuluh tahun.



Bibirnya seketika kelu, dia terdiam bagaikan patung. Pertemuan yang diharapkan tidak pernah terjadi, kini malah terjadi kepada dirinya. Takdir mempermainkannya dengan sangat kejam, siapa yang menyangka bahwa dia akan bertemu mimpi buruknya di sini.



Merasa diperhatikan, Levi lantas menolehkan kepala, matanya terbelalak sekali lagi begitu menangkap sosok yang dia sesali selama sepuluh tahun. Pria bersurai coklat tersebut masih berdiri kaku di sana, kakinya seakan tidak mau bergerak sekarang. Levi beranjak dan bangkit, menghampiri sosok yang pernah dia sakiti. Kecanggungan menyelimuti keduanya, mereka hanya saling menatap dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.



"Lama tidak bertemu, Eren."



Suara baritone tersebut membuat jantung Eren berdegup lebih keras dari biasanya. Levi perlahan menggerakkan tangannya, berniat untuk menyentuh sisi wajah Eren sebelum akhirnya tangannya ditepis oleh pria di depannya.



"Apa yang ingin kau lakukan dasar brengsek." Eren mendesis tidak suka, matanya berkilat tidak senang dengan kehadiran Levi dihadapannya. Levi hanya diam menerima umpatan dari Eren, dia merasa pantas untuk mendapatkan hal itu dari Eren.



"Setelah sepuluh tahun kita tidak bertemu, kau masih berani menunjukkan wajahmu di hadapanku? Apa kau tidak mempunyai rasa malu, hah?!" Seluruh emosi Eren perlahan menguar, nafasnya terlihat tidak beraturan akibat rasa marah yang tidak terbendung lagi. Tangannya terkepal erat, siap untuk melayangkan pukulan di paras tampan Levi.



Levi menyadari hal tersebut.



Dia menggerakkan wajahnya ke samping, kemudian menunjuk pipinya sendiri. Eren mengernyit bingung, tidak mengerti dengan tingkah pria tersebut. "Pukul aku, jika itu bisa membuat kebencianmu berkurang, lakukan." Nafas Eren tercekat begitu mendengar perkataan tersebut, perkataan yang tidak pernah dia sangka akan keluar dari mulut Levi.



Pria yang terkenal akan sifat sadis dan arogannya justru kini pasrah untuk dipukul, Eren tidak bisa mempercayainya. Apakah dia benar-benar Levi? Orang yang sama dengan orang yang telah menyakitinya sepuluh tahun yang lalu?



"Apa yang kau katakan?! Apa kau sudah gila?!"


"Ya, aku sudah gila, karena kau."



Eren spontan menarik kerah baju Levi, pria itu hanya berdiam tidak berkutik. Dia siap menanggung semua perlakuan Eren, bahkan jika Eren menginginkan dia mati, dia bersedia melakukannya.



"Kau ini kenapa, Levi?! Kemana Levi si pria arogan dan sadis yang ku kenal dulu?!"



Eren seketika tertegun melihat tatapan yang diberikan oleh Levi, begitu kosong dan tidak berdaya. Tidak seperti tatapannya yang selalu bisa mengintimidasi orang-orang, tatapan itu seakan hilang dari diri Levi.



"Dia sudah terbunuh, sekarang hanya ada Levi pria biasa yang mengharapkan ampunan." Tarikan pada kerah baju melonggar, Eren mengangkat salah satu kepalan tangannya dan meninju keras salah satu sudut bibir Levi. Pria itu terlihat sempoyongan, darah segar keluar dari sudut bibirnya, sakitnya tidak seberapa dengan sakit yang diberikan Levi kepada Eren.



"Kau ingin aku memukulmu kan? Akan aku kabulkan permintaan mu itu." Eren berjalan menghampiri Levi, dia kembali melayangkan pukulannya ke Levi. Eren terus memberikan Levi pukulan di wajahnya, pria itu menerima semua pukulan dari Eren. Hingga akhirnya Eren memutuskan untuk mengakhiri itu semua.



"Ada apa? Pukul lagi, aku tau kau belum puas, Eren."



Eren menundukkan kepalanya dan mengambil paksa dompetnya dari tangan Levi, lalu berjalan meninggalkan pria tersebut tanpa berkata-kata apa lagi. Levi terus memandangi punggung pria bersurai coklat hingga akhirnya perlahan menghilang. Dia memutuskan untuk pulang dan merawat luka-lukanya.



Forgive Me | Riren [COMMISION]Where stories live. Discover now