14

3.5K 162 2
                                    

Menjelang isya' saya baru sampai di rumah, sempat mengetuk pintu tapi tidak ada yang membukanya, saya langsung masuk saja yang ternyata pintunya tidak terkunci. Pasti Syifa sudah pulang sejak sore tadi.

"Assalamu'alaikum.. dek.." saya menjatuhkan tas dan melempar asal jas biru ke atas sofa, tak mendengar sahutan membuat saya bepikir untuk mencarinya di dapur. Saya belum sempat berbuka dan hanya minum sedikit air untuk membatalkannya tadi, takut saja kalau Syifa tidak menyiapkan apapun karena saya bilang akan pulang malam.

"kog ga ada! deek.." saya berputar ke arah kamar berukuran kecil di ujung yang berfungsi sebagai musholla, mungkin ia sedang sholat, tidak biasanya Syifa mengabaikan panggilan saya.

Nihil, saya langsung menuju kamarnya dan mendapatinya tertidur dengan tubuh berbalut selimut tebal hingga leher. Wajahnya terlihat pucat, matanya juga terpejam erat, saya jadi khawatir.

"MaasyaAllah.. adek demam" Saya mengusap lembut kepalanya yang selalu berbalut hijab itu, berniat membangunkannya setelah saya mengecek suhu tubuhnya yang cukup tinggi di kening, "deek.. adek sakit?"

"ngh?" tubuhnya bergerak-gerak dan tiba-tiba matanya membulat dalam sekejap, "m-mas sudah pulang? ah, Syifa malah ketiduran.." ucapnya gugup seperti sudah melakukan kesalahan besar saja.

"ga papa.. mas baru datang kog. Adek demam, udah minum obat belum?"

Bagai tersihir, saya memandangi wajahnya yang begitu teduh meski sedang dalam kondisi lemah begini, membuat saya melupakan semua penat dan beban pikiran, istriku sama sekali tidak seburuk itu, buktinya setiap kali melihatnya justru hati ini terasa damai dan tentram. Entah pikiran buruk apa yang sudah mempengaruhi saya sehingga tega mengabaikannya begitu. Syaitan memang kuat, tapi Allah jauh lebih kuasa atas segalanya!

"sudah.." ucapnya sambil sedikit tersenyum, "em-mas, sebenernya hari ini adek ga berangkat kuliah.. rasanya badan adek lemes banget tadi" Syifa sudah mendudukan dirinya, saya mengikutinya mengambil posisi duduk menyamping dan membawa kepalnya ke dalam dekapan saya.

"iya.. adek kan lagi sakit.. maafin mas ya, ga jagain adek.. mas bahkan ga tau kalo adek lagi sakit" saya terus mengelus pucuk kepalanya sayang sambil sesekali mencuri cium di keningnya.

Saya sangat menyesal mengabaikannya seharian, kalau saja saya menyalaminya sebelum kerja tadi mungkin saya akan tahu lebih awal kalau ia sedang tidak enak badan dan demam. Saya mungkin akan memilih berangkat lebih siang dan pulang awal tadi.

"mas kenapa malah minta maaf, ini emang salah adek ga bisa jaga diri, padahal pergantian musim gini rawan banget penyakit.. mas Ardan baik-baik ya.. jangan sering-sering pulang malam"

"eemh.. iya sayang.. takut kangen ya?! ahahaha.. adek gemesin kalo udah sok perhatian gitu, mas seneng dengernya" Saya tersenyum kecil gemas melihat tingkahnya yang malu-malu mengkhawatirkan saya, saya memeluk tubuh mungilnya kali ini.

"em-mas.." Syifa melepaskan pelukan kami dan menunduk seolah ingin menyampaikan hal serius.

"hm? ada apa?"

"itu..em-kemarin adek ketemu mas Rama.. dia pamit mau balik kuliah, udah kelamaan di sini katanya" Suaranya yang pelan bersamaan dengan hujan yang tiba-tiba sudah deras di luar menyita seluruh fokus pendengaran saya, hanya kata Rama dan pamit yang tertangkap.

Ah, mungkin kejadian sore itu..

"memangnya pamit mau ke mana?" saya mencoba memancingnya bercerita.

"mas Rama itu kuliah di Jepang, adek juga ga tau sih univ apa. Pokoknya dia itu suka banget sama robotik gitu, katanya pengen bikin robot sendiri suatu saat. Padahal baru beres sekolah bisnisnya, harusnya juga bantuin ngurus bisnis papanya ma-lah-" tiba-tiba bibirnya tertutup rapat menghentikan ceritanya seketika, seolah menyadari topik pembicaraan ini adalah hal yang paling saya benci, "maaf.." lanjutnya pelan sambil tertunduk dalam.

"kenapa? mas ga papa kog, mas seneng adek bisa cerita panjang sama mas" saya hanya mengulas senyum sambil kembali mengusap pucuk kepalanya yang tertunduk.

"mas ga marah?"

"enggak, dek ga usah mikirin yang aneh-aneh, bentar lagi isya' habis itu kita istirahat ya.." Sedetik setelah ucapan saya berakhir saya melihat wajahnya yang tiba-tiba merona meski sudah berusaha disembunyikan dengan memalingkan wajahnya.

"mas makin gemes sama adek.." saya mencubit pelan pipi pucatnya.

"oh iya, mas Ardan udah buka puasa?"

"um.. udah sih.."

"kog gitu jawabnya?! mas beneran udah makan?" rautnya tampak sedikit khawatir sekarang.

"sudah sayang.. tuh adzan isya', kita sholat yuk.. mas pengen cepet-cepet istirahat"

"iya.."

"sama adek ya!"

"eh? apanya?"

"boboknya" saya memamerkan gigi sok polos di hadapannya.

"mas apaan si!" Syifa lagi-lagi mendahului saya berwudhu menyembunyikan sikap malu-malunya ulah gombalan saya.

aah.. saya merasa seperti orang yang berbeda ketika bersama Syifa, kenapa saya jadi jago gombal gini si?!

cklek!

Saya menghampiri Syifa yang sudah kembali berbalut selimut di kamarnya setelah saya selesai membersihkan diri dan berganti pakaian, "kepalanya pusing?" saya duduk di pinggir ranjang, "um" ia hanya mengangguk kecil.

Saya menghela nafas panjang sebelum mulai berbicara, "um, dek.. kayaknya mas bakal sering pulang telat sebulan kedepan."

"kenapa? mas ada jam tambahan?"

"bukan, mas dapet amanah tutoring kompetisi bulan depan, persiapannya masih belum ada. Hah, informasinya memang mendadak" Tangan saya terus bergerak mengusap kepalanya.

Syifa hanya diam menyimak memandang asal ke arah depan, "maaf ya.. mas jadi ninggalin adek terus" kali ini Syifa menggeleng menanggapi ucapan saya.

"yasudah adek istirahat.. mas cuman mau bilang itu"

"iya, mas juga langsung istirahat ya.. jangan lembur terus.." Lucu sekali, Syifa terdengar seperti sedang menggerutu pelan ketimbang menasehati.

"memang adek tahu mas begadang?"

"sering"

ah, sepertinya Syifa benar-benar tahu.

"hehe.. night!"

Syifa hanya menutup seluruh kepalanya dengan selimut, malu karena saya baru saja mengecup keningnya lama, tepat sebelum saya benar-benar keluar pintu, "awas ga bisa nafas lo..." goda saya yang reflek membuatnya membuka selimut yang menutupi wajahnya.

"ahahaha.." Saya jadi tertawa melihat tingkahnya.

*_*

Tengah malam

ctek! ctek!

"untung ada mi instan, ukh.. udah laper banget" Sesekali Ardan menguap menahan rasa kantuknya, mata sembab yang harus dipaksakan terbuka untuk tetap waspada menunggu mi yang ia rebus dalam panci berkali-kali terpejam dan membuat kedua tangannya ikut bekerja menahan kelopak itu kembali merapat.

"mas.. bangun! mi-nya udah siap" Syifa menggoyang-goyangkan tubuh besar itu beberapa kali hingga Ardan melenguh pelan sambil merenggangkan tangannya yang ia jadikan bantalan kepala di atas meja.

"adek! eh, mi-nya lupa" Kesadaran Ardan tiba-tiba sudah terkumpul dalam sekejap teringat kegiatan memasaknya tadi, Syifa hanya terkekeh melihat suaminya yang begitu panik.

"itu mi-nya udah di meja kog.." Syifa berbalik membersikan dapurnya yang kotor akibat tumpahan rebusan mi yang meluber kemana-mana.

"hehe.. maaf ya, mas bikin dapurnya kacau"

"belum, cuman berantakan aja" Syifa bersuara datar.

"adek marah?"

"iya"

"ciee marah.." Ardan mencubit pipi Syifa gemas.

"udah ih, mi-nya keburu lembek"

*_*

Kisah Saya & SyifaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang