20

3.4K 189 13
                                    

Tok..tok.. "Assalamu'alaikum.."

Tok..tok..tok..

"Ar!" Suara cukup lantang terdengar dari balik pintu, tapi apa daya mata ini sangat sulit terbuka seolah ada lem kuat merekatkannya dan hal itu mempengaruhi indra pendengaran saya juga.

"Assalamu'alaikum.. Ar! Abi dateng nih. Ada orang nggak di rumah?"

Teriakan seorang pria kembali terdengar di luar rumah, "hoaam... Aah, astaghfirullah jam berapa ini" Saya berdiri berjalan menuju ruang tamu sambil merenggangkan tangan melemaskan otot-otot tubuh yang terasa kaku.

Cklek!

"Huh? Abi?"

"Ditelfon susahnya minta ampun, udah teriak juga ga ada yang buka pintu. Kalian ngapain sih?!"

Saya menyalami tangan Abi meski dengan kesadaran yang baru setengah terkumpul, sedikit merasa bersalah lupa kalau abi datang pagi ini, "maaf ya bi, Ar lupa ga jemput Abi tadi padahal kayaknya Syifa sempet ingetin" saya menggaruk belakang kepala yang tidak gatal sambil berjalan malas-malasan mengikuti Abi menuju sofa.

Ngantuk banget kalo ga ada adek gini, huft!

"Loh istrimu mana? Lagi keluar? Tumben abi dateng ga disambut"

"Hoaam.. Abi PD banget sih!" Keluhku meledek kebiasaan buruknya.

Awal puasa Abi memang berencana menginap di rumah tapi baru hari ini beliau datang padahal minggu depan sudah mau lebaran. Sulit memang menegur Abi kalau sudah enjoy dengan pekerjaannya!

Setelah sempat mengabari kalau datang pagi ini dua hari yang lalu, saya malah lupa sampai ketiduran pula yang sudah pasti menambah poin minus saya di mata Abi. Beliau tidak suka kebiasaan tidur di pagi hari, "Syifa lagi belanja? Kamu ini ditanyain Abi ga bener jawabnya"

"Aah itu tadi pamit keluar sama temennya ke toko buku"

"Heem.. Terus kamu molor terus pagi-pagi gini, mentang-mentang bulan puasa kampus libur! Bisanya mantu Abi sabar banget sama kamu"

Sepertinya pertengkaran diantara kami sudah mengakar dalam, belum lewat lima menit rasanya sudah panas ingin berdebat saja. Malas sekali mendengar omelan Abi pagi-pagi begini.

"Abi juga ngapain sih terus-terusan wara-wiri kerja sampek nggak sadar puasa mau habis baru dateng. Ar kan udah bilang mending Abi pensiun terus pergi jalan-jalan hidup santai, mau sampai kapan Abi kerja? Abi itu udah-" Saya tidak terima dipandang sisi buruk saja, tidak puas rasanya kalau belum membalas manyudutkan juga.

"Tua maksud kamu? Abi sehat-sehat aja kog, masih kuat juga ngapain males-malesan kayak kamu gini, kalo lagi libur molor terus!" Abi menyahut memotong ucapan saya sambil bersungut-sungut.

"Duuh.. Ar tidur juga gara-gara sendirian bi di rumah, biasanya juga Ar semangat banget bantuin beresin rumah terus jogging juga sama Syifa"

Mengobrol santai bareng Abi itu berarti perang kata alias adu mulut, saling tuduh dan ejek tanpa henti. Kami itu musuh kalau duduk bersama begini, sedari awal memang lebih baik jarang bertemu dan sesekali saja saling sapa saat acara peresmian proyek Abi seperti sebelum-sebelumnya, sepertinya akan terlihat lebih akur. kami ini memang sangat tidak cocok!

Saya menyibukkan diri memainkan handphone sambil menunggu Syifa pulang, untunglah Abi sudah lebih dulu beristirahat di kamar memilih menyerah mengakhiri obrolan panas kami, jika tidak bisa-bisa telinga saya berasap sedari tadi.

"Assalamu'alaikum.." Syifa datang dengan sebuah papperbag dan kresek hitam di tangan kirinya.

"Wa'alaikumussalam.." saya mengusap kepalanya yang menunduk menyalami saya, "kog baru dateng? Jam berapa ini, udah hampir dzuhur loh.. Katanya sebentar perginya"

Syifa hanya tersenyum melewati saya begitu saja, seperti biasa ia akan bersikap cuek kalau menurutnya saya mulai cerewet tidak jelas. Hah, kadang saya berpikir kalau sikap saya ini tertular dari Abi!

"Oh ya mas, Abi udah dateng? Nggak lupa jemput kan?!" Selidiknya sambil merapihkan buku-buku baru yang ia beli.

Istriku ini instingnya kuat sekali!

"Mas tadi ketiduran.." Syifa menoleh cepat membuat saya sedikit terkejut "tad-di kayaknya Abi naik taksi deh" saya hanya bisa memamerkan gigi mengakui kesalahan saya pagi ini.

"Iih.. Gimana sih!"

"Aw, sakkiit.." Syifa mencubit pinggang saya meski tidak sungguhan tetap saja terasa sedikit nyeri.

"Adek udah ingetin juga masih bisa kelupaan! Adek jadi nggak enak kan sama Abi" lanjutnya dengan masih bermuka masam.

"Adek jahat banget.. Masak suaminya dicubit" Syifa hanya diam tidak menjawab dan berlalu ke arah dapur.

Saya mengekorinya meski lagi-lagi tidak dipedulikan, bersikap manis sudah tidak mempan lagi untuknya, dipeluk ataupun berbisik sudah tidak bisa membuatnya malu-malu hingga merona seperti dulu. Jujur saja, malah saya yang sekarang sangat lemah dengan sikap Syifa, mudah sekali merajuk dan pasti hanya berakhir diabaikan kalau sok jual mahal padanya. Konyol memang!

Tidak masalah, saya masih punya trik ampuh untuk meluluhkan Syifa. "Tau nggak, kalau seorang istri ga mau senyum depan suaminya ittuu-" goda saya dengan suara datar yang sangat lambat menekan setiap kata sambil bersedekap memperhatikan reaksi Syifa.

"Iiih.. Iya iya adek minta maaf.." Syifa seketika berbalik dan memluk saya dengan suka rela, "Uuh, mas selalu aja kayak gitu!"  Gerutunya sedikit tidak jelas karena masih dalam posisi memeluk saya. Saya tahu pasti saya akan menang, ia tidak akan berani mengabaikan saya begitu saja kalau sudah begini.

"Abis kalo diambekin adek itu mas sedih banget" Saya masih berusaha menahan senyum melihatnya mengalah membenamkan wajahnya di dada saya.

"Males ah, gombal terus.." cicitnya melepaskan diri dan kembali pada kesibukannya, "Seriusan! Liat deh mas mukanya serius gini" Saya membalikkan tubuhnya dan menangkup kedua pipi menggemaskan itu sambil menunduk mendekatkan wajah saya.

"Ekhm! Ngapain sih brisik banget" Kami sangat terkejut, suara Abi membuat Syifa menepis kedua tangan saya dari wajahnya, sepertinya Syifa malu, tangannya meremas kaus belakang saya sambil tersenyum kaku.

"A-bi.. Maaf ya bi Syifa keluar pas Abi dateng, mas Ardan juga sampek kelupaan jemput Abi" Jelas sekali dari suaranya Syifa sangat canggung sekarang.

"Iya gapapa, anak Abi emang kayak gitu, suka ga bisa diandelin"

Abi berlalu begitu saja tanpa rasa bersalah setelah meledek dan mengganggu adegan romantis kami.

"Istirahat yuk sayang, nanti sore kan masih harus siapin buka" Syifa hanya menunduk dan memilih menurut mengikuti saya yang menggandengnya ke kamar, sepertinya ia sangat malu dan sungkan pada Abi terpergok saat saya hampir mencium pipinya.

Saya berbisik sesaat setelah menutup pintu kamar "Harus kunci pintu nih tiap malem, Abi kayaknya bakalan stay sampek lebaran" Saya tersenyum menggodanya, membuatnya tersipu dan kembali mencubit pinggang saya.

Manis sekali melihatnya merona seperti ini..

*_*

SELAMAT MENJALANKAN IBADAH PUASA 😊
#dirumahaja baca kisah saya (mas Ardan yang maksa)

Jangan lupa tekan bintang dan isi komennya ya ^_^

Kisah Saya & SyifaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang