-
"Gev! Gevan! Balik lagi ke halte sekarang, cepetan!" pinta Agatha dengan nada begitu kencang membuat Gevan mau tak mau menuruti.
"Ada apa disana sih, Tha?" tanya Gevan ketika motor yang dikendarainya kembali ke halte.
Kosong. Tak ada siapa-siapa disana. Agatha semakin kacau, gadis itu berkali-kali menelfon nomor Bara dengan kalang kabut namun berkali-kali juga panggilannya tak diangkat.
Agatha mengacak rambutnya frustrasi. Di telfon kesekian kalinya dan pada nada dering terkahir akhirnya terjawab.
Suara Agatha bergetar. "Bara ... Bara lo dimana?" pertanyaan Agatha membuat Gevan tersentak dan tersenyum kecut.
"Kenapa? Kalau lo mau asik pacaran terusin aja. Gue nggak peduli, tadi gue mau jemput lo cuma karena kita mau kerja tugas bahasa Inggris dirumah Nesa. Tapi, sepertinya lo emang nggak peduli sama sekali, kan?"
"Bara! Bara gue bukan nggak peduli tapi gue nggak tahu-" tut tut tut, Agatha tersentak dan melihat layar ponselnya dengan perasaan hancur, Bada mematikan sambungan telepon secara sepihak.
Gevan menatap Agatha. "Pulang, nggak usah peduli."
Agatha menoleh dan tersentak. "Nggak peduli gimana, Gevan. Nanti gue nggak ada nilai," renggut gadis itu.
Gevan menatap Agatha, dia menyodorkan tangannya kehadapan Agatha. "Tenangin diri lo dulu, bisa kan?"
Agatha mengigit bibirnya gelisah. "Gue takut."
"Gue bantu lo kerjain tugasnya," kata Gevan.
Agatha menatapnya dan seperjuangan detik kemudian senyuman lebar yang selalu Gevan rindukan itu terbit.
***
Agatha masuk kedalam rumahnya dengan senyuman lebar. Tugas bahasa inggrisnya telah dikerjakan oleh Gevan dengan begitu mudah. Walaupun cowok itu malas belajar, tapi otaknya tak sedunggu Agatha, walaupun gak sepintar Bara juga tapi dia begitu baik pada Agatha. Agatha seperti menemukan orang yang menerimanya apa adanya.
Rumahannya kosong. Agatha tak tahu kemana semua orang pergi. Malas ambil pusing, gadis itu langsung naik ke kamarnya dan segera pergi mandi. Beberapa saat kemudian dia keluar dengan tubuh lebih segar. Gadis itu meraih laptop di meja belajarnya dan berniat ingin menonton lanjut flm action berjudul yang baru di-download-nya kemarin.
Bunyi pintu gerbang yang ditarik dan mobil yang menderu masuk membuat Agatha tahu bahwa keluarganya baru saja kembali dari suatu tempat. Agatha mempause tayangan dilaptopnya, dan berlalu melangkah menuju ransel hitamnya yang tadi diletakannya diatas meja belajar sebelum mandi. Gadis itu mengacak-acak isinya dan mengeluarkan ponsel lamanya dan ponsel baru pemberian Gevan yang membuat dia tersenyum lebar mengingatnya.
Agatha naik kembali ke atas kasurnya. Dia membolak-balik ponsel tersebut dan menyalakannya bertepatan dengan Irena yang berteriak dari luar pintu kamarnya. "AGATHA GUE MAU NGOMONG!!!" dan belum sempat Agatha menjawab gadis itu sudah membuka pintu kamarnya yang tak dikunci dan masuk.
"Mau ngomong apa?" tanya Agatha menatap Irena tanya.
Reaksi Irene begitu berbeda. Matanya membulat sempurna dan dia bergegas mendekati Agatha dan merampas ponsel pemberian Gevan dari tangan Agatha. "Lo nyolong nih ponsel dimana!! Tadi gue kasih ke Gevan pakai uang yang papa kasih tadi pagi!! Kenapa bisa ada di lo?! Walaupun banyak ponsel yang kayak gini, gue tetap tahu ini ponsel yang tadi gue kasih ke Gevan, ada nama gue disini!" Irene mencerocos panjang lebar dengan kesal dan menunjukkan namanya yang ternyata ada disudut ponsel menggunakan stiker yang tak dilihat Agatha.
Agatha semakin merasa terpojok karena tak tahu mau menjawab apa. Irene juga sudah memperingatkannya untuk menjauhi Gevan. Tapi, kenapa sekarang Gevan seperti magnet yang terus menarik Agatha walaupun Agatha menjauh.
***
Jangan lupa vote dan coment!
Salam sayang,
kharlynUlle.
24 Januari 2020.
KAMU SEDANG MEMBACA
Iridescent [SUDAH DITERBITKAN]
Teen FictionSebab, sejauh apapun Agatha berusaha mendapatkan hati Bara semuanya akan tetap sama; percuma. Untuk apa melakukan hal yang sia-sia, kan? Sama saja seperti hidupnya yang palsu. [CERITA TELAH DITERBITKAN] #04 on fiksiremaja [17 Februari 2020] #05 on...