36| Heart attack

106K 7K 1.2K
                                    

Aku update, lagi. Kalian tahu artinya, kan? Yups, setelah berkonsultasi lagi dengan penerbitnya. Aku meminta agar cerita ini bisa dilanjutkan sampai tamat. Dan untungnya, penerbitnya mau, tapi dengan syarat harus ada dua versi, versi wattpad dan versi buku. Artinya, aku bener-bener harus menguras otakku, untuk hal itu. Buat dua versi itu nggak gampang, cuy :" baik banget kan aku? Jadi kalau udah terbit nanti jangan lupa dibeli!

Dan buat yang coment pengen beli, sabar ya sayang-sayang kuu, nikmatin dulu entar kalau udah end, langsung dibukukan dengan versi berbeda dan lebih lengkap, hehehe, jangan lupa beli nanti ya! I lop u.

Happy reading!

-

Agatha semalam menangis sampai tertidur. Dia menatap room chatnya dengan Xela dengan perasaan hampa. Gadis itu melirik jam dinding dikamarnya menunjukkan pukul enam pagi. Dia bergegas bangun dan menuju kamar mandi membersihkan diri.

Gadis itu membuka jendela kamarnya membiarkan angin pagi masuk. Terkadang Agatha merasa sirik dengan Irene yang boleh senang-senangnya berada di kamarnya dulu yang mempunyai balkon dan Agatha harus menempati kamar kecil dibelakang ini, namun tak apa-apa, Agatha memang pantas mendapatkannya.

Gadis itu keluar dari kamarnya. Menuju dapur untuk minum air. Hari ini sepertinya papanya sudah pergi keluar kota dari jam tiga pagi tadi.

Agatha kembali ke kamarnya kemudian kembali rebahan dan menangis sampai kepalanya pusing. Dia tak siap kehilangan Xela.

***

XI IPA 1 (40)

Edo: udah pada bangun kah, gengs? Udah jam 09:00 nih, otw ke Dufan jam 10.

Ela: udah dong, gue sama Tia sekarang lagi otw rumah Nesa nih. Kita kumpul dimana baru ke Dufan?

Lino: dirumah gue ajaa!

Tia: iya, dirumah Lino aja biar dekat.

Megan: gue nebeng siapaa?

Edo: yang nggak ada tumpangan sama Nesa atau Putri buat cewek! Kalau cowok sama Mikel

Beni: siaaaappp

Aletta: aku lagi ke apartemen Bara.

Agatha membanting ponselnya. Dia bergegas membongkar isi lemarinya untuk menemukan pakaian yang cocok. Akhirnya gadis itu memutuskan memakai jelana jeans hitam dan hoodie hijau tosca miliknya. Rambutnya diikat tinggi, dan dia memakai sepatu sneaker putih. Agatha memoleskan sedikit bedak diwajahnya kemudian menyemprotkan parfum beraroma vanilla dan segera turun dari kamarnya.

“Mau kemana kamu?!” sentak Alana saat melihat Agatha.

Agatha menghembuskan nafas panjang. “Agatha mau hangout sama temen-temen, Ma. Eum, Agatha minta uang ongkos kesana, boleh?”

Alana mendelik tak suka. “Pakaian kotor sudah kamu laundry belum?!”

Agatha tersentak, kemudian menunduk. “Pulang ya, Ma, please. Agatha janji, ini waktunya udah mepet banget entar Agatha ditinggal...”

Alana menolak peduli, dia masuk ke kamarnya dengan cepat dan keluar dengan sekeranjang pakaian kotor miliknya. “Sekarang! Jangan lupa ngambil sama pakaian kotor Irene dikamarnya!”

Agatha menghembuskan nafas berat. Tangannya mengepal, dia kesal namun tak bisa berbuat apa-apa.

Agatha melirik jam diponselnya menunjukkan pukul sepuluh. Tak ada waktu lagi. Mungkin untuk kali ini, Agatha harus melawan Alana.

Alana memandangnya sinis. “Kenapa masih disini? Buruan!”

Agatha mengeleng. Dia menjatuhkan keranjang yang tadi diberikan Alana sehingga pakaian didalamnya tanpa sengaja tersebar dilantai. “Agatha bukan babu!” setalah mengatakan itu, Agatha berlalu, meninggalkan Alana yang mematung karena terkejut. Wanita itu tersadar dan mengejar Agatha, namun gadis itu sudah menghilang dibalik pagar tinggi rumah.

***

Agatha sampai dirumah Lino. Gadis itu melihat sudah banyak temen-temennya disana. Agatha tersenyum, namun tak ada satupun dari mereka yang membalas.

Agatha duduk di kursi paling jauh dari mereka. Nesa dan Tia mencibir jelas-jelas penampilannya yang dibilang terlalu norak, namun Agatha tak peduli.

Lino keluar dari rumahnya dan tersenyum pada Agatha. Mungkin hanya lelaki itu yang baik pada Agatha.

“Udah lengkap? Eh, tinggal Bara sama Aletta, katanya on the way,” ujar Lino.

Menit, menit berlalu, hingga akhirnya sebuah motor yang bunyinya sudah sangat dikenali Agatha memasuki halaman rumah Lino. Agatha mendongak, dan mendapati Aletta turun dari motor Bara dengan penampilan paling menarik dari mereka semua disini. Bara membuka helmnya, pandangannya lurus memandang Agatha. Agatha menunduk, melarikan pandangan, sangat malu untuk bertatap pandang dengan Bara saat ini. Agatha benci Bara lebih tepatnya.

“Yaudah, go!” seru Edo, dia membawa helmnya dan langsung menuju motornya.

Agatha menunduk, dia bergegas mengekori Putri dari belakang dengan tujuan mereka memberikan dia tumpangan.

“Sorry, Tha. Udah penuh,” ujar Putri walaupun didalamnya hanya ada dirinya, Mega, Lia dan Sora.

Namun Agatha menganguk, dia masih punya harga diri. Itu jelas perkataan bahwa mereka tak ingin bersamanya. Agatha melirik mobil Nesa, big no, Nesa tak mungkin mengizinkannya.

Agatha menunduk sambil menyelipkan poni nya kebelakang telinga karena nyaris menutup  penglihatannya. Gadis itu menghela nafas panjang, kenapa dia menyedihkan ini?

Seseorang menyentuh lengannya membuat Agatha tersentak. “Lo bareng gue aja, Tha.”

***

Next? 1 K coment! Semangat comentnya karena aku udah baik nggak ngegantung kalian! Jangan lupa follow akun wattpad ku juga ya, karena kayaknya cerita ini bakal aku private acak kayak ceritaku yang lain.

Bubay,

kharlynUlle.

04 Maret 2020.

Iridescent [SUDAH DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang