Bertemu Pria Itu

42 3 0
                                    

Kala itu, aku ditugaskan untuk meliput kegiatan bakti sosial yang dilakukan oleh komunitas motor trail Bandung dalam rangka penyaluran bantuan logistik beberapa kebutuhan untuk korban bencana banjir dan longsor di kabupaten Bogor.

Sebelumnya, kenalkan.. aku Ires seorang jurnalis muda. Jurnalis yang lahir di era digital. Usiaku 25 tahun. Untuk style liputan lapangan, kali ini aku mengenakan hijab segi empat berwarna merah, kemeja berwarna senada, celana PDL berwarna abu dan sepatu berbahan karet berwarna krem. Tak lupa id card bertuliskan press, sebagai tanda pengenal, melingkari leher ku yang terbalut hijab.

Aku pun ikut bersama rombongan komunitas yang mayoritas anggotanya laki-laki itu. Kami akan berangkat dari Bandung menuju Bogor.

Dari sini lah proses peliputan ku dimulai. Kamera yang ku pegang selalu siaga merekam setiap kegiatan yang mereka kerjakan.

Sebelum keberangkatan, kami semua berkumpul terlebih dahulu di satu titik, sebuah rumah dalam komplek perumahan cluster, milik Bapak Amal. Di sana lah pertama kali aku melihat sosok dia. Seorang pria, bertubuh tinggi dengan badan yang terlihat ideal, kulitnya kuning langsat, dibalut jaket loreng-loreng army berwarna abu dengan kaos hitam di dalamnya. Celana di bawah lutut dengan corak senada dengan jaketnya melekat di kakinya. Selain itu, ada topi hitam yang juga menutup kepalanya, dengan rambut depan dan belakang yang terlihat keluar-keluar dari ujung-ujung topi, namun terlihat rapi.

Pria berjenggot tipis dan berkumis yang tidak terlalu tebal juga tidak terlalu tipis itu, sesekali terlihat seliweran di depan ku. Saat itu langit sudah mulai gelap, ketika waktu maghrib hampir mendekati ujungnya.

Sampai di satu titik saat aku tengah berbincang dengan seorang wanita yang usianya lebih tua beberapa tahun dari ku, ku panggil Teh Ira, aku merasa ada sepasang mata yang sedang memperhatikan ku. Keberadaanya beberapa centi meter di samping kanan Teh Ira. Dia adalah pria itu. Entah siapa namanya, tak ada perkenalan diantara kita. Jadi untuk saat ini, aku memanggilnya "pria itu".

Setelah seluruh persiapan sudah siap untuk diberangkatkan, kami pun berangkat. Satu armada truk dalmas polisi yang berisi muatan bantuan, beberapa motor trail dan beberapa tim, termasuk pria itu. Dia duduk di kursi paling belakang.

Di belakangnya persis, mobil yang ku tumpangi dengan ayah ku, dipanggil oleh temanya Pak Rosad, yang mengendalikan setir mobil. Ya, ayahku juga bagian dari anggota komunitas motor trail itu.

Kami berkendara menggunakan mobil bak terbuka dengan 4 motor trail di belakang yang nanti siap dipakai mengantarkan logistik ke lokasi-lokasi desa yang tidak bisa terakses oleh mobil.

Dan berderet di belakang mobil yang ku tumpangi, 2 mobil bak terbuka lainya yang juga membawa muatan motor trail.

Bersambung...

Warna Warni Liputan Seorang JurnalisWhere stories live. Discover now