DEAL

111 14 0
                                    

"Mr. Dimitri Soedibrata after a lot of progress, with the presentation and the talks,  we decided to invest our money in your coorperation. For now on, our company will invest in In One Group with the number we talked about lately. Thank you so much for your and your team hardwork. From now on, we all agree, we are partner."

Dengan bangga, Dimitri berdiri dan bersiap menjabat tangan Mr. Brand. Hanya dengan menjabat tangan orang di hadapannya, semua orang akan melihatnya menjadi pebisnis sukses. Hasil kerjanya membuahkan hasil, mulai hari ini, ayahnya tidak akan mengganggapnya anak kemarin sore. Elio Soedibrata akan merasa bangga dengan anak laki-laki satu-satunya atas keberhasilannya membawa dana segar bagi perusahaannya.

Hanya sepersekian detik tangan mereka bersentuhan, pintu ruang rapat terbuka. Elio Soedibrata memang pebisnis ulung yang sulit ditebak, tidak satupun orang di ruangan itu yang menyangka kehadirannya di tempat ini.

"Oh, Mr Soedibrata, welcome to Singapore. We don't know that you will come today.You must be come to see your son achievements. You must be very proud of your son," kata Mr. Brad, CEO dari perusahaan Singapura.

"Of couse I'm very proud of my son," jawab Pak Elio tersenyum sambil memegangi pundak anaknya.

Melihat senyum di wajah Elio Soedibrata, semua orang di ruangan ini ikut tersenyum lega. Dimitri serta seluruh teamnya sudah mempersiapkannya sejak lama. Mereka sudah melakukan kerja yang sangat melelahkan hingga mendapat hasil yang sangat memuaskan.

"But I come here today, Not to celebrate our agreement. I came here today, to cancel all the deal we have to offers," jawab Pak Elio yang diikuti dengan wajah terkejut dari semua orang di ruang rapat.

"Pah?" tanya Dimitri bingung.

"Kita bicarakan nanti," bisik sang ayah kepada anaknya.

"But, Mr Elio? We don't understand."

"Our beloved coorperation isn't ready for your big investment. I think before our relationship become rotten to one another, it's better to cancel all of the agreement. I am deeply sorry for your wasted time, thank you very much for the opportunity," jawab Pak Elio dan segera pergi meninggalkan ruangan rapat.

"Pah!" panggil Dimiri sambil mengikuti ayahnya keluar dari ruangan.

"Pah, Why?" tanya Dimitri putus asa.

"Papa ga mau ribut di sini, bawa seluruh anggota team kita keluar, dan segera jalan hotel. Papa tunggu kamu di mobil!" kata Pak Elio dengan nada yang tegas.

Dimitri memang sangat mengerti ayahnya. Tidak ada satupun yang berani melawan keinginan Elio Soedibrata, pria tua itu selalu mendapatkan apa yang diinginkannya. Dengan perasaan malu, Dimitri kembali ke ruang rapat dan berusaha mengumpulkan kembali harga dirinya yang tercabik-cabik. Wajahnya merah dan tertunduk menanggung malu yang luar biasa. Dan kejadian seperti ini bukan yang pertama kali dirasakannya. Ayahnya selalu melakukah hal seperti ini berulang-ulang, menjatuhkan dan mempermalukannya di hadapan banyak orang.

"Teman-teman In One TV, bereskan semua barang-barang kalian, dan segera kembali ke hotel," ucapnya dengan nada rendah. Semua anggota team pun segera mengemasi barang-barangnya dan meninggalkan ruangan sesuai dengan perintah Dimitri. Termasuk Selena dan Rahayu.

Perjalanan menuju hotel bagaikan neraka bagi Dimitri. Dia tidak tahu apa yang salah dengannya, ia hanya menginginkan yang terbaik untuk perusahaannya. Dia sudah berusaha dengan keras untuk mendapatkan modal dari perusahaan asing dengan sekuat tenaganya.

Duduk di sebelah ayahnya dalam kondisi seperti ini, adalah penderitaan luar biasa bagi Dimitri. Untungnya perjalanan ke hotel tidak terlalu lama. Setelah sampai, Elio segera turun dan masuk ke dalam kamar anaknya.

"Saya suruh kamu, menjaga perusahaan ini, menjaga setiap karyawan, tapi apa yang kamu lakukan? Kamu hampir menjerumuskan perusahaan kita menuju kehancuran."

"Pah, dengan modal itu, kita bisa...."

"BISA APA? BISA GO INTERNASIONAL? Itu impian pribadi kamu, bukan tujuan awal dari perusahaan ini sejak awal. Saya tidak pernah mengajari kamu untuk menjadi seperti ini, papa sangat kecewa."

Dada Dimitri terasa sesak, dan ia tidak dapat menahan perasaannya lagi.

"Pah, apa yang salah? I do my best, dari kecil sampai sekarang. Just to make you proud, tapi selalu saja, salah, Salah, SALAH! Di mata Papah apa yang saya lakukan semua SALAH! Papa anggep aku ini apa?" jawab Dimitri sambil mengucurkan air mata.

"Nak, kita ini bisa seperti ini karena mereka. Karena orang-orang yang ikut kerja sama kita. Papa cuma titip mereka. Papa ga minta apa-apa lagi dari kamu."

"Tapi, Pa. Aku juga lakukan ini untuk mereka, kalau bukan buat mereka untuk siapa lagi? Modal itu dapat digunakan untuk mengembangkan perusahaan ini. Dimitri hanya ingin membuat perusahaan ini...."

"PLAK....," suara keras itu menggaung di kamar hotel.

"Jelek-jeleknya ayahmu ini, kita sama-sama tahu. Papa tahu, Papa memang bukan ayah yang baik, tapi 1 hal Dimitri, Papa tidak pernah mengajari kamu untuk berbohong," jawab Pak Elio dengan nada yang cukup tinggi.

"Untuk pekerja In One TV? Bah! Untuk dirimu sendiri, untuk kebanggaanmu, bukan untuk In One TV. Sejak awal kamu sudah tahu dari mana sumber dana yang akan dikucurkan untuk kita? Perusahaan Internasional, semuanya bohong, kamu sudah tahu kan? Dari mana uang yanga akan mereka berikan untuk kita? Uang money laundry, Dimitri. Uang kotor. "

Dimitri diam sejenak. Dia tidak menyangka kalau ayahnya mengetahui tentang masalah ini.

"Dari mana Papa tahu?"

"Tidak penting Papa tahu dari mana, tapi jangan sekali-kali kamu lakukan hal seperti ini, ingat Dimitri, perusahaan kita adalah perusahaan yang netral, kita selalu memberitakan berita yang akurat  tanpa muatan politik dari kubu manapun. Ingat, penanaman modal yang tidak jelas seperti yang hampir kamu lakukan, bisa membuat kenetralan perusahaan kita hilang begitu saja."

Dimitri hanya terdiam mendengar pembicaraan ayahnya. Tenggorokanya kering dan mulutnya terkunci rapat.

"Mulai hari ini, saya akan memperhatikan semua kalakuan kamu di kantor. Jadi, jangan bertingkah, Papa tidak segan-segan untuk mengeluarkan kamu dari perusahaan papa," kata Pak Elio seraya meninggalkan kamar hotel anaknya.

Dimitri masih termangu terdiam walaupun ayahnya sudah meninggalkan ruangan. "Papa tidak sega-segan mengeluarkanmu dari perusahaan papa?" kata-kata yang terngiang di otaknya. "Selama ini, aku memang hanya jadi sampah di keluarga ini. Yang dipakai ketika dibutuhkan dan dibuang ketika tidak berfungsi lagi."

Dimitri mengambil gelas dan meminum seluruh isinya hingga habis. Dimitri dan ayahnya memang seperti anjing dan kucing, tetapi kali ini ayahnya mulai menabuh genderang perang. Sesungguhnya, Dimitri tidak masalah jika harus berperang melawan ayahnya, hanya saja, ia berjanji, ia tidak akan memaafkan begitu saja orang yang menyebabkan konflik hari ini. Dan sepertinya Dimitri sudah memperkirakan siapa orang yang membakar keberhasilannya menjadi abu arang hari ini.

BALIK KE KOTAWhere stories live. Discover now